Dere menatap fokus pada layar presentasi yang dipancarkan dari laptop milik Bu Saffa ke tembok putih kelas. Tatapannya fokus, otaknya tidak. Isi kepalanya berlarian ke suatu tempat entah dimana. Hanya satu yang tersisa. Ia duduk di sebelah Reyhan. Mimpi buruk apa aku semalam?!
Di sebelahnya, Reyhan juga menatap ke depan. Sesekali, ia mengetik di laptopnya. Oh, dan jangan lupakan buku catatan Dere yang masih tergeletak manis dengan halaman terbuka di meja Reyhan. Membuat pemiliknya merasa kaku di tempat.
Beberapa menit tadi, Reyhan sudah berniat mengembalikannya. Namun, niat itu ia urungkan kala melihat Dere mengeluarkan laptop. Itu berarti gadis di sebelahnya itu tak akan mencatat materi menggunakan bukunya.
Satu jam berlalu. Satu jam yang terasa seperti berjam-jam bagi Dere. Setelah mengakhiri kelasnya, Bu Saffa meninggalkan ruang kelas diikuti para mahasiswa yang mukanya sudah tak terkontrol. Gabriel dengan mukanya yang mulai kusut dan berminyak. Fania yang mengeluh karena riasannya luntur. Dan, para laki-laki yang terlihat lemas karena mengantuk.
"Ini, makasih, ya." Reyhan berterimakasih sembari mengulurkan buku catatan Dere, mengembalikannya.
Dere mengangguk, ragu, kemudian menerimanya. Tentunya dengan sesuatu yang entah apa namanya meledak-ledak di dalam hatinya. Ada rasa senang, malu, ragu, kesal, marah, dan perasaan-perasaan lain yang terlalu aneh untuk diberi nama. Lebih tepatnya, ia belum tahu namanya. Dan, tidak mau tahu.
Sampai Dere selesai memasukkan barang-barangnya ke tas, Reyhan masih duduk di bangkunya. Tasnya sudah ia gendong dengan satu bahu. Earphone warna putih juga sudah tersumpal di kedua telinganya. Siap beranjak, namun belum juga beranjak.
"De, langsung ke toko atau balik?" tanya Karin dengan menghadapkan badannya ke belakang, ke bangku Dere.
Dere hanya mengangguk singkat, membuat si pemberi pertanyaan mengernyitkan kening. Gerakan kepala ke bawah itu tidak memberinya jawaban. Jadi, ke toko atau ke kos?!
Melihat Dere yang bengong dan raut muka yang kesal, Dere segera meraih tangan Karin, mengajaknya meninggalkan kelas. Meski masih bingung, Karin menurut.
"Makasih, ya." Suara Reyhan menginterupsi langkah keduanya. Karin menoleh, kebingungannya kini bercabang.
Tanpa menoleh----seperti yang dilakukan Karin---, Dere melanjutkan langkahnya cepat-cepat, membuat Karin mau tak mau mengejarnya tanpa sempat menanggapi ucapan Reyhan.
***
Jumlah kata=344
KAMU SEDANG MEMBACA
Deresia
General FictionMimpi dan realita. Dua hal yang kadang terasa selalu berlawanan. Ternyata benar, manusia hanya bisa berencana. Terjadi tidaknya hanya Tuhan yang berkehendak penuh atas hal itu. Belajar "tidak apa-apa" atas segala yang menimpa hidupnya, Deresia memul...