Sejak awal semester dua, Dere memutuskan untuk bekerja paruh waktu di sela kesibukan kuliahnya. Penghasilan ayahnya yang bekerja sebagai petani penggarap hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Enam bulan pertama Dere kuliah, biaya hidupnya masih tercukupi dengan tabungan ayahnya. Namun, menginjak semester dua, keperluannya tidak hanya biaya kos dan makan saja. Ada berbagai macam buku yang harus dibeli, iuran, dan juga seragam organisasi.
"Bapak wae sing mikir. Rezeki wis ana sing ngatur. Tugasmu sinau wae sing bener."¹
Begitu kalimat ayahnya ketika Dere meminta izin untuk kuliah sambil bekerja. Meski begitu, akhirnya Dere tetap melamar kerja tanpa sepengetahuan ayahnya.
Ayahnya memang tidak pernah mengeluh, tapi Dere yakin beliau kesusahan mengatur keuangan keluarganya yang tipis. Karena itulah, Dere bekerja. Meski gajinya tidak seberapa dan harus tetap pintar membagi waktu, setidaknya Dere tidak perlu lagi meminta tambahan uang saku jika ada keperluan di luar biaya kos dan makan.
"Kalo ada kesulitan, bilang. Jangan diem aja. Oke?"
"Ingat, temenmu cuma Karto seorang," tukas Karto kemudian tertawa dengan jumawa.
Dere hanya ikut tertawa pelan, membenarkan ledekan Karto. Memang tidak salah, satu-satunya orang terdekat Dere adalah pria berambut ikal itu.
"Kamu nggak pengin pulang, To?"
Karto menghela napas panjang, lalu menatap Dere dengan ekspresi tersenyum menang.
"Mau pulang barengan aku, ya? Modus nih," selorohnya lalu terkikik sendiri.
"Serius."
"Sama kayak kamu, De. Nggak tau."
"Yeee, tadi ngapain ngeledek! Toh, sama-sama nggak tau!" gerutu Dere yang disambut gelak tawa Karto.
"Ya kalo aku kan gampang, De. Pulang boleh, nggak pulang juga nggak papa. Nggak ada yang nungguin kayak kamu," curhat Karto.
Dere terdiam. Meski niat Karto hanya curhat ala-ala bercanda, tetapi kalimat terakhir pria yang sudah menjadi yatim piatu sejak SMP itu begitu menampar perasaannya.
Sejak kejadian sepuluh tahun lalu, ia kerap kali marah kepada dirinya sendiri. Marah, kecewa dan mengutuk segala carut-marut masalah keluarganya. Hari ini ia sadar. Karto benar. Ia masih sangat beruntung masih memiliki seorang ayah yang selalu menyayanginya.
***
¹"Bapak aja yang mikir. Rezeki sudah ada yang ngatur. Tugasmu belajar aja yang benar."
Jumlah kata=319
KAMU SEDANG MEMBACA
Deresia
General FictionMimpi dan realita. Dua hal yang kadang terasa selalu berlawanan. Ternyata benar, manusia hanya bisa berencana. Terjadi tidaknya hanya Tuhan yang berkehendak penuh atas hal itu. Belajar "tidak apa-apa" atas segala yang menimpa hidupnya, Deresia memul...