Namanya manusia sering kali membicarakan banyak omong kosong. Berbicara panjang lebar dari A sampai Z dan bergosip sana sini dengan alibi, katanya.
Pagi itu diawali dengan rutinitas menggendong tas ransel, menyumpal telinga dengan earpods serta langkah kaki menuju kelas. Tapi namanya pagi yang damai tak pernah ada di kamus cewek itu.
"Nara, lo beneran kayak ansos parah deh,"
"Terus kenapa? Lo mau join?"
Cewek dengan name tag Finda itu meringis. "Males banget, ewh. Benerin coba rambut lo, udah kayak setan aja." cibirnya. Lagaknya sudah seperti manusia sempurna.
Alara Innara berlalu dari hadapan cewek berisik itu. Terlalu awal untuk menerima sebuah ocehan bermakna bullying itu.
"Heh, gue belum selesai ngomong ya!" Finda melotot karena merasa diabaikan. Dia menarik rambut Nara sehingga Nara kembali mundur.
"Gue ngerasa percuma berdebat sama orang bodoh." ucap Nara sementara tangannya mendorong tubuh Finda ke belakang.
Finda mendelik. "Sialan. Siapa yang lo bilang bodoh?!" sahutnya berapi-api dan mulai menarik perhatian para siswa SMA Nusantara Pelita yang sedang berlalu lalang di koridor menuju kelas masing-masing.
"Ck, dasar caper." Nara berdecak dalam hati. Lagian dari beragam tempat membully kenapa harus di koridor sih?
"Gue ga berminat mendebat diri sendiri. Jadi yang bodoh udah jelas lo." Nara berucap pelan tapi menusuk.
"Kurang ajar lo, Nara!" bentak Finda. Tangan yang berbalut nail polish bening itu meraih tas Nara dan menghempaskannya ke bawah.
"Kasih pelajaran aja tuh Fin, emang orang kayak dia layak sekolah disini?"
"Padahal mirip gembel, tapi masih pede aja lagi,"
"Rambutnya mirip sadako ga sih? Dia begitu terus emang bisa ngeliat ya?"
Seolah olah bisikan tersebut adalah sumber penyemangat Finda-cewek berisik itu makin gencar melakukan bullying pada Nara.
"Rasain nih. Lo pikir ada yang ngedukung lo disini?" ejek Finda remeh. "Ini akibatnya lo berani macem-macem sama gue, si Ratu sekolah."
Nara mendengus. Sudah dia duga lebih baik dia diam saja, saran orang itu memang tidak berguna. Nara benci mengikuti saran itu, energinya jadi terbuang padahal dia sedang sibuk.
Nara harus menamatkan anime Tate No Yuusha, Black Clover sampai Vanitas No Carte.
Nara juga harus menonton file download youtubenya yang berisi a day of my life dan menghapusnya.
Nara harus melanjutkan membaca deretan komik online yang baru rilis sampai menambah waktu tidurnya yang kurang semalam.
Nara sudah jelas sangat sibuk, bukan?
Finda menendang paha Nara hingga menimbulkan suara bugh dan mencetak jejak kakinya di rok Nara. "Lo denger ga gue ngomong apa? Hhh, emang dasar ansos, diajak ngomong aja ga nyambung." ocehnya.
"Yaudah jangan ajak gue ngomong." ucap Nara sembari memungut barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas kemudian menepuk nepuk roknya-membersihkan jejak kaki Finda disana.
Nara mendongak dan menyibakkan sebelah rambutnya ke telinga, tatapan mengintimidasinya mengarah pada Finda. "Gue diem tapi lo usik. Apa ini yang namanya caper, Finda?" tanya Nara datar.
"Wah wah wah. Seru nih, yu bisa yu gelud."
"Anjing, Nara keren pisan ih!"
"Finda mukanya kayak tomat busuk mau meledak diinjek tukang sampah."
"Nah lo yang dibully ngamok."
"Gue pasang Nara, lo pasang Finda. Ceng gocap tampol, deal?"
"Deal."
Sejenak keadaan menjadi hening saat rombongan anak Darvel datang. Nara masih memungut barangnya beserta permen karetnya yang berserakan di lantai koridor. Rambutnya memang panjang-menutupi wajah sejak dia pertama kali pindah sekolah disitu ditambah lagi dia anti sosial alias tak punya teman.
Makanya dia jadi bulan bulanan Finda dan siswa lain.
Sayangnya Nara yang terlampau bodo amat itu cuma diam ketika mendapat bullying sekitar tanpa berniat membalasnya.
"Aduh neng Finda, pagi pagi udah bikin sensasi."
"Arash?" Finda membeo karena tidak menyangka akhirnya ternotice salah satu anak Darvel.
Cowok yang kemana mana selalu membawa gantungan kunci berbentuk pisang itu menunjukkan cengirannya, Arash sukses membuat koridor kembali adem karena sebagian siswi tersipu menutup mulutnya. Jelas, Arash kan ganteng.
Darvel punya lima inti. Catat saja, Arash sebagai yang keempat.
"Masa Ratu sekolah ga elegan sih? Drama mulu, bikin muak aja." ungkap Regaza. Cowok itu bermulut pedas, membuat Finda merasakan pipinya panas karena langsung tersindir.
Regaza, si nomor dua - banyak fansnya, banyak duitnya.
"Anjir, kenapa berhenti mendadak sih, Ten?" keluh Belvan yang langsung melirik ke sisi kiri Aten dan voila, dalam sekejap Belvan jadi sebal. "Gue bilang kan mending lewat belakang kantin, sekalian beli siomay dari pada liat bullying begini."
Belvan si nomor lima dan Aten si nomor tiga.
"Lo kenapa diem aja lagi?!" gretak Regaza pada Nara. Dia kesal, hari hari dibully Nara cuma diam saja - Regaza kan benci orang lemah.
Nara mengabaikan ucapan Regaza dan itu membuat Finda geram. Bisa bisanya setelah kejadian ini Regaza lebih pro ke Nara dibanding dirinya. Alhasil, Finda menendang Nara sekali lagi.
"Males." Nara menyahuti Regaza. Keadaan menjadi hening. Nara menarik napas panjang. "Gue mau tidur." cewek itu pun berjalan meninggalkan koridor dengan segera dan membuat orang orang melongo.
"NARA!" Finda berteriak dan Nara hanya mengacungkan jari tengahnya.
"Anjay boleh juga tuh cewek ansos." celetuk Arash sambil tersenyum lebar.
"Gausah banyak ngomong, ayo kantin, laper." ketus Belvan.
"Ayo Eilo, lo bengong mulu dah." ajak Regaza pada cowok di sebelahnya yang sedari tadi hanya diam melihat pemandangan di hadapannya tanpa bereaksi apa-apa.
Ceilo Alastair pun berlalu meninggalkan koridor diikuti teman temannya - cowok itu, dia si nomor satu.
[] [] []
Privileges ©, All Rights Reserved. No parts in this story should be copied, distributed or transmitted by any means. Plagiarism is such a🚮🚮
Start : September 1, 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
Teen FictionAlara Innara itu anti sosial. Makan, tidur dan kuota internet membuatnya tetap hidup meskipun dunia memandangnya sebelah mata. Namun secara tidak langsung hal tersebut menarik perhatian Ceilo Alastair - si nomor satu, Ketua geng Darvel. Seperti air...