6. Hari yang Baik

18.3K 2.4K 58
                                    


Hanya sebuah hal kecil. Semakin lama terus tumbuh dan membuatmu sadar.

Nara terdiam tepat setelah secangkir teh dihidangkan di hadapannya. Asapnya mengepul disertai aroma khas teh hitam yang tercium samar.

"Semalem pingsan. Gue bawa kesini, dipantau juga sama ibu kost-nya." ucap Kai sembari menitikkan rokoknya di asbak.

Nara melihat seksama cangkir tehnya. Polos dan sedikit melihat retakan disana lalu mendekat dan mencium aromanya dengan mata terpejam.

Teh celup biasa, tapi bagaimanapun juga atmosfer tegang yang Nara rasakan bisa menghilang karena secangkir teh panas yang cangkirnya juga digunakan untuk membuat minuman dingin.

"Lo gamau ngomong apa apa setelah bermenit menit cuma ngeliatin itu teh?" sindir Kai, jengkel karena Nara diam saja.

"Maaf menyusahkan, dan terima kasih banyak buat ga ninggalin gue di tengah jalan."

Giliran Kai yang terdiam. Di mata Kai, Nara adalah cewek aneh. Tengah malam pergi keluar rumah dengan tatanan rambut seperti hantu, cara bicaranya yang seperti tidak pernah tahu cara sosialisasi sampai tingkahnya semuanya tidak bisa ditebak.

"Lo pernah nyadar kalau lo itu aneh?" tanya Kai tanpa sadar.

"Bukan cuma lo yang bilang begitu." Nara menjawab tanpa menampik ucapan Kai. Bahkan jika dia bisa merasakan maka Nara memilih untuk tidak tersinggung oleh pertanyaan yang lebih mirip pernyataan tersebut.

Kai berdecak. "Jangan selalu mengalah kalo ada orang ngomong hal yang sama."

Nara mendongak. Sekilas dia melihat raut wajah kesal Kai, persepsinya soal Kai yang tidak ekspresif pun luntur. "Lo bisa nampilin raut kesal ya, Kai?" tanyanya sedikit takjub.

Kai menghembuskan asap rokoknya sembari terbatuk. "Apa apaan? Lo ga pernah liat orang kesal?"

"Pernah. Gue ngerasa takjub karena lo ternyata orang yang ekspresif."

"Sebenernya selama ini lo hidup dimana? Cewek aneh." ucap Kai dan Nara pun kembali melirik cangkir tehnya.

"Mau kemana?" tanya Nara ketika Kai bangkit dari duduknya.

"Gue laper. Mau masak mie."

"Gue bisa masak mie," Kai menghentikan langkah dan menoleh pada Nara. "Sebagai ungkapan terima kasih."

Seumur hidup Kai dia belum pernah menemui cewek seaneh Nara yang kelihatan takut pada lingkungan baru namun nekat memberanikan diri. "Silakan, mienya ada di laci dan kompornya harus dinyalakan pakai korek."

Nara tidak banyak tanya, dia meraih korek gas di meja samping asbak dan menuju dapur sedangkan Kai melihat gerak geriknya dari jauh.

Dalam otak Kai dia hanya mampu memperkirakan bahwa Nara adalah cewek aneh yang tidak tahu cara memasak. Namun nyatanya Kai salah besar, Nara ahli dalam hal itu meskipun tangannya gemetar hebat ketika memegang sesuatu.

Dia selalu mencuci tangan dua sampai tiga kali untuk setiap barang yang tak sengaja tersentuh maupun dia gunakan. Kai terkekeh pelan, merasa mie yang biasa dia masak dengan asal menjadi mie super higienis karena ulah tangan Nara.

"Kai, suka pedas?"

Kai mengangguk sebagai balasan. Dan Nara kembali fokus melanjutkan kegiatan memasaknya.

PrivilegesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang