The two of us have same vibes.Nara mengerutkan kening usai membuka pintu — itu karena kehadiran Mahesa yang dengan santainya menenteng sebuah paperbag di tangannya.
Mahesa berdeham. "Nara, lo tumben beli beginian."
Nara tak menjawab dan membuat Mahesa kembali berujar, "Gue ambil karena lo tau kan, banyak maling berkeliaran."
"Sini." pinta Nara tanpa nada. Tentu saja, itu milik Nara makanya cewek itu memintanya dengan segera.
"Isinya apa?" tanya Mahesa penasaran. Ini pertama kalinya Nara melihat mata Mahesa yang penuh binar ingin tahu ketika melihat logo Sephora. Bahkan tangannya memegang paperbag tersebut dengan antusias.
Nara menunjuk sesuatu. "Itu ada struk belanjaan di atasnya." jeda sebentar. "Bisa dibaca kalau lo mau tau apa yang gue beli."
"Gue mau liat isinya bukan struk belanjanya." ketus Mahesa. Meski berkata ketus, Nara bisa melihat jelas jika Mahesa cemberut karena Nara menolak kemungkinan acara membuka isinya bersamaan.
"Kenapa?" Mahesa mendongak dan Nara berucap pelan. "Lo ga seharusnya mau tahu apa isinya, Mahesa."
"Itu karena — ya mau tau aja. Emang gaboleh? Lo beli sesuatu yang rahasia ya?!"
Nara menggeleng samar. Bahkan hal seperti Mahesa yang penasaran akan urusannya, meminta ijinnya untuk melihat barang barang miliknya sampai memastikan isinya aman tak pernah ada di bayangan Nara.
Hal ini terasa asing namun menyenangkan. Perasaan menyenangkan ini bahkan tak berani Nara letakkan dalam setiap bagian dalam otaknya — seolah sosok Mahesa terpatri memang sejak dulu dalam ingatan Nara adalah manusia yang terus memberikan penolakan dan tindakan kasar pada dirinya.
"Kayaknya lo emang ga berniat ngasih tau isinya ke gue." Mahesa berujar lagi, membuat Nara kembali pada kesadarannya. Mahesa memasang raut wajah tak senang namun kali ini lebih lembut (?)
"Sini." Nara memintanya tanpa basa basi.
Mahesa menggelengkan kepalanya dengan kuat disertai penolakan. "Gue mau liat isinya!"
"Kenapa memaksa?" tanya Nara datar. "Siniin. Semua barang itu bukan urusan lo."
Mahesa terdiam. Dia pun memberikan paperbag tersebut pada Nara, seolah baru tersambar petir dan disadarkan semesta jika dirinya sejak dulu jahat pada Nara dan kini memaksa Nara menerima sikapnya yang tiba tiba berubah drastis karena penyesalan.
Namun tindakan Nara yang justru menyemprotkan disenfektan dan membuka isinya di depan kakaknya itu membuat Mahesa mengerjap pelan. "Ini concealer," Nara mengeja nama produk sembari menunjukkannya pada Mahesa.
"Yang ini body butter dan ini pelembap bibir."
Mahesa terpaku sesaat, nama produk itu terdengar asing di telinganya. Namun sebelum ia bertanya lebih lanjut apa kegunaan ketiga produk itu, Nara sudah menutup pintu kamarnya dengan cepat.
"Lo belum jelasin itu semua apaan!" ujar Mahesa gemas.
"Lo bisa googling, Mahesa." sahut Nara dari balik pintu dengan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
Teen FictionAlara Innara itu anti sosial. Makan, tidur dan kuota internet membuatnya tetap hidup meskipun dunia memandangnya sebelah mata. Namun secara tidak langsung hal tersebut menarik perhatian Ceilo Alastair - si nomor satu, Ketua geng Darvel. Seperti air...