Padahal menjadi pusat perhatian itu tidak menyenangkan, tapi kenapa banyak orang yang mau ya?"Nara, kayaknya lo gatau diri ya? Tadi pagi ngelawan gue eh sekarang malah makin nempelin anak Darvel." tukas Finda. Senyumnya terbit, sinis. "Lo pikir lo pantes buat mereka, heh ansos?!"
Berita dimana Nara berada di tengah tengah anak Darvel sudah menyebar luas. Dan disinilah Nara berada sekarang setelah diseret paksa ke toilet paling ujung dan dirundung banyak siswi.
"Lo iri?" tanya Nara.
"GAUSAH SOK JAGO, NARA!" teriak Finda. Nara tidak tahu kenapa sangat mudah memancing emosi manusia yang punya gelar Ratu Bullying itu — padahal Nara hanya berucap dua kata wajahnya langsung berubah seperti akan menelannya hidup hidup begitu.
"Gue emang jago, mau apa lo?" tantang Nara sembari terkekeh pelan.
"Guyur dia." suruh Finda dengan ekspresi geram tertuju pada Nara. Dua antek anteknya pun menurut dan seember air kotor itu sukses membuat Nara basah kuyup.
"Busuk banget lo, najis." celetuk Clarissa sembari menutup hidungnya. Cewek itu salah satu orang yang memprovokasi banyak siswa untuk membully Nara bersama sama. Ya, ketuanya adalah Finda dan Clarissa.
"Kayaknya kurang deh." Finda berucap dan menguyur tubuh Nara dengan tepung dan telur. "Ini baru pas, gimana? Pas kan?" tanya Finda pada teman temannya kemudian tertawa bersama — merayakan kesenangan mereka diatas penderitaan Nara.
"Lo lebih cocok begitu." ucap Clarissa puas. "Inget ya, Darvel sama lo itu beda jauh. Jadi jangan coba coba buat deketin mereka." Clarissa melempar sebuah kaca seolah menyuruh Nara berkaca dan melihat betapa buruk penampilannya setelah dibully mereka.
"Lo yang lebih butuh."
"Apa?" tanya Clarissa dengan alis menukik tajam.
"Gue bisa ngaca disitu, ga butuh kaca punya lo." ucap Nara tenang sambil menunjuk cermin diatas wastafel toilet.
Clarissa langsung tersinggung. Cewek itu menjejak bahu Nara hingga Nara terpental ke dinding toilet. "Gausah ngajarin gue! Girls, cabut. Jangan lupa kunciin nih ansos disini." perintahnya yang langsung membuat Nara bangkit.
Sayang sekali, Nara terlambat karena pintu toilet sudah terkunci dari luar. Nara merogoh saku baju seragamnya, di dalam Nara selalu menyimpan ponsel cadangan. Dia melihat satu nomor — menimang lama dengan sisa keberaniannya cewek itu pun mengetikkan sesuatu.
Nara : Mahesa, bisa tolong dtg ke sekolah?
Selama dua detik Nara menahan napasnya. Chat itu terkirim dengan dua ceklis biru yang membuat Nara tersenyum samar.
Mahesa : Ada apa?
Mahesa : Kalo lo susah, urus sndiri jgn manjaNara terdiam. Seharusnya dia tahu kalau Mahesa tidak mau mengurusinya. Nara meletakkan ponselnya di samping wastafel dan menuju toilet. Ia menguyur tubuhnya dengan air bersih dan mandi menggunakan sabun cuci tangan yang dia ambil dari pojok wastafel.
"Saya minta maaf," Nara berujar pelan. "Saya minta maaf sudah menghabiskan ini untuk diri saya sendiri."
Hari itu, Nara tidak pulang. Nara tidak menelepon siapapun, Nara hanya tidur. Cewek itu tertidur dengan posisi duduk setelah menaiki wastafel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
Teen FictionAlara Innara itu anti sosial. Makan, tidur dan kuota internet membuatnya tetap hidup meskipun dunia memandangnya sebelah mata. Namun secara tidak langsung hal tersebut menarik perhatian Ceilo Alastair - si nomor satu, Ketua geng Darvel. Seperti air...