08

181 19 15
                                    

"Makasih, ya, Len, lo udah selamatin gue tadi. Hampir aja gue malu. Gak nyangka ternyata lo suka sama gue," tutur Ulva tersenyum manis. Melda yang berada di sebelahnya hanya terdiam datar.

"Gak banget."

"Hah?" beo Ulva.

Galen berdecak. "Please, jangan bego. Gue bantu lo tadi karena kasihan aja sama lo. Lo udah kayak cewek murahan yang merebut calon tunangan orang. Mana di sana lo udah kayak gembel yang gak punya pembelaan, karena kasihan gue bantu. Emang bener sih, kata lo, kalau baru calon berarti masih bisa ditikung, tetapi orang yang seperti itu kayak cewek yang gak tahu malu, yang gak punya harga diri, jelas-jelas cowok banyak, kok malah embat punya yang lain."

Ulva terpaku mendengarnya, matanya tak berkedip sedikit pun. Bahkan dirinya mematung sekarang.

Melda sendiri menganga lebar-lebar. Ia langsung memasang wajah garang. "HEH! Mulut lo gak pernah di sekolahin, ya?!" tanyanya sengit.

Galen menatap datar Melda. "Ya enggaklah! Sejak kapan mulut bisa sekolah?"

Melda bersidekap dada. "Pantas! Diri sama mulut itu satu paket, Bodoh. Kalau diri lo sekolah, seharusnya penuturan lo itu gak sampahan!"

Galen langsung maju selangkah ke hadapan Melda. Ulva yang melihat langsung menengahi. "Ya, gue tahu lo gak mungkin suka sama gue. Karena gak mungkin jodoh gue sampahan kayak lo. Cuma takdir di sini, gue udah suka sama lo. Tinggal saatnya nanti, lo akan suka juga sama gue. Kalau itu tidak terjadi, berarti memang nyatanya lo sampahan dan gak pantes dapat berlian kayak gue," celetuk Ulva dengan senyum manis andalannya.

"Heh!" Tanpa sadar, Galen menggenggam pergelangan tangan Ulva.

"Kenapa, Babe? Mau marah?" tanya Ulva sembari menaikan alisnya.

Galen menghela napas kasar dan pergi begitu saja.

🌊🌊🌊

"Satu tambah satu dua.. dua tambah dua tiga... tiga tambah tiga empat... kalau aku tambah Ulva jadi cinta.."

Iyus langsung menoyor kepala Zio dengan kencang. Merasa 'amit-amit' dengan tingkah sahabatnya itu.
Sedangkan yang ditoyor tak merasa apa pun, ia hanya tetap diam dan terus memperhatikan Ulva yang sedang asik mengobrol dengan Melda di kursinya.

Keadaan kelas mereka memang sekarang sedang tidak ada guru. Entah, guru yang seharusnya sedang mengajar mengapa sampai sekarang belum juga datang?

Namun hal itu sangat disyukuri dengan anak IPA-7 ini. Banyak yang berjalan sana-sini, bahkan ada yang asik ber-selfie ria. Sudah tentu itu kaum Hawa.

Sudah tak tertahan lagi, Zio menghampiri gadis manis itu. Ia duduk di depan meja Ulva sembari tersenyum. "Gue punya tebak-tebakkan, Va. Denger, ya."

Ulva dan Melda saling tatap sebelum akhirnya Ulva mengangguk. Membiarkan saja teman cowok-nya itu yang mulai beraksi.

"Kenapa kalau belajar, ngapalnya liat ke atas?" tanya Zio sembari menaik-turunkan alisnya.

Sontak pertanyaan Zio membuat semua orang menoleh ke meja Ulva, termasuk Galen yang sedari tadi memainkan game online-nya.

Ulva berpikir sejenak. "Kalau gue sih, biar cepet hapal."

"Salah."

Ulva mendelik. "Terus apa?"

"Soalnya kalau merem langsung kebayang kamu," celetuk Zio sembari tersenyum malu.

GALVA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang