Permainan Arum Jeram sebentar lagi akan dimulai. Sebelumnya, Pak Yoga sudah mengumumkan kelompok masing-masing.
Melda yang selalu gugup sebelum memulai berbisik pada Ulva yang terlihat santai, bahkan gadis itu sedang memainkan rambut yang dikuncir dua itu sembari mengecap lolipop-nya. "Va? Lo gak deg-degan?" tanya Melda.
Ulva menoleh sebentar pada sahabatnya itu. "Enggak." Gadis itu mengangkat bahunya.
Melda memijat-mijat keningnya. "Kita mau main Arum Jeram yang lumayan bahaya lo, Va," peringat Melda.
Ulva menggeleng pelan. "Enggak akan berbahaya kalau kita tetap ikutin cara bermainnya," jawabnya santai.
Melda membuang napas kasar sembari melihat ke objek lain. "Terserah."
Ulva langsung cekikikan. Gadis itu menatap ke arah lain, mencari sosok Galen. Gadis itu terkejut saat melihat Galen yang ternyata memang sudah menatapnya. Entah dari kapan, Ulva pun tidak menyadari. Cepat-cepet Ulva tersenyum lebar dan menyemangati Galen menggunakan gerakan tangan.
Galen membalasnya dengan senyuman, kali ini tidak tipis, senyuman yang terlihat ikhlas. Cowok itu juga mengacungkan jempolnya.
Pipi Ulva langsung terasa panas. Cepat-cepat ia memejamkan mata sembari memegang dadanya yang terus bergemuruh. "Gila!" gumam Ulva yang sudah tak kuat. "Dia ganteng banget!" Ulva tetap tidak bisa menghentikan senyumannya.
Sedangkan Galen, cowok itu terus tersenyum dalam hati melihat Ulva yang salah tingkah karenanya. Cowok itu menggeleng sekarang, baru segitu kenapa gadis itu senang minta ampun? Bukan 'kah Ulva termasuk primadona di sekolahnya? Semua orang juga tahu, bahwa Ulva memang incaran para cowok SMA-Cakrawala, tidak termasuk Galen tentunya.
Cowok itu tidak merasa aneh jika banyak yang menyukai Ulva, karena gadis itu memang memiliki sifat yang humble. Murah senyum, pintar, cantik, anak aktif, sifatnya pun begitu baik. Sampai Galen tidak tahu terbuat dari apa hati Ulva sampai memiliki kesabaran yang begitu tinggi.
Permainan Arum Jeram pun di mulai. Kelompok Ulva lebih dulu disuruh ke perahu yang telah disediakan.
"Va, tunggu!" Ulva yang hendak menerima uluran tangan Melda yang sudah turun lebih dulu menoleh ke belakang. Ia menatap Galen yang berjalan ke arahnya.
"Pelampung lo udah bener-bener aman?" tanya Galen memastikan.
Ulva mengecek kunci pelampungnya lagi. Setelah merasa aman ia mengangguk. "Udah, Len. Cie perhatian." Ulva menaik–turunkan alisnya, menggoda.
Tanpa disangka, Galen mengangguk. "Gue khawatir."
Baik Ulva dan yang lainnya semua kompak menganga. Ulva mendadak tidak bisa merespon.
"Hati-hati turunnya, ayo gue bantu." Galen memegang pergelangan tangan Ulva, membuat gadis itu mengerjap beberapa kali.
"Oh, oh, iya." Ulva turun dengan tubuh yang sedikit kaku. Gadis itu duduk di sebelah Melda dan Kamila.
Ulva tersenyum kikuk ke arah Galen. "Makasih."
"Sama-sama."
"Demi apa?! Demi apa lo ngomong sama-sama, Len?!" heboh Melda tak percaya. Gadis itu mengadahkan kedua tangannya, "ya Allah, kayaknya Melda lagi mimpi, ya?"
"Melda!" Ulva segera menyikut sedikit perut Ulva.
Melda langsung menyengir. "Lagian kayak mimpi, Va!" celotehnya yang membuat Ulva dan Galen menggelengkan kepala.
"Kelompok Ulva, harap memegang dayung dengan benar."
"Ha? Apa, Pak? Gayung?" beo Zio bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALVA
Teen FictionUpdate | Selasa-Jumat-Minggu Cewek anti menye-menye? Di sini tempatnya! Seorang gadis yang terkenal anti meanstrim dan selalu melakukan yang jarang dilakukan perempuan membuat gadis ini mendapatkan julukan dari seorang cowok sombong, bermulut pedas...