09

176 20 13
                                    

GAES, JANGAN LUPA KOMENNYA, YA^^

Ulva merasa dirinya seperti terbang. Tiba-tiba saja ada yang menarik tubuhnya dan ia terjatuh di atas seseorang. Tangannya sangat perih, pasti ada luka gores, karena tubuhnya dan si penolongnya itu sedikit terseret aspal. Hingga tubuh mereka berdua terguling-guling.

Ulva membuka matanya. Yang pertama ia lihat adalah Reno yang sedang terpejam, seperti menahan sakit. Gadis itu berkali-kali meneguk saliva dengan nafas yang berburu.

"ULVA LO GAK APA-APA?!" teriak histeris dari Melda. Gadis itu datang dan langsung membantu Ulva berdiri. Dengan cepat gadis itu memeriksa segala tubuh Ulva. "TANGAN LO LUKA!" Lagi-lagi gadis itu berteriak histeri. "Gak sakit, 'kan? Gak mungkin lo kesakitan."

Ulva berdecak malas. "Tolongin Kak Reno tuh," suruhnya yang langsung membersihkan sedikit bebatuan yang menempel di lukanya.

"Oh, iya, lupa!" Melda menepuk keningnya dan membantu Reno bangkit. "Gak apa, 'kan? Kan cowok. Gak mungkin lembek."

Ulva menatap sengit sahabat gilanya itu. Lalu gadis periang itu menatap mobil Galen yang memang sudah pemilik itu berhentikan sedari tadi.

Di dalam mobil mata Galen hanya menatap datar drama tadi. "Itu cewek beneran gila." Cowok itu benar-benar tidak menyangka bahwa Ulva senekat itu. "Dia yang nekat atau gue?" monolognya. "Bukan urusan." Segera saja Galen menyalakan mesin mobilnya kembali.

Melda yang melihat itu segera berlari ke mobil Galen. "EH, COWOK SADIS! JANGAN KE MANA-MANA LO!" Melda terus berlari ke arah mobil Galen yang mulai keluar dari gerbang sekolah. "Kempes lo, kempes!!" Melda menendang-nendang angin. Ia sudah mulai kesal sekarang. Fiks! Orang kayak lo gak pantes ada di kehidupan sahabat gue. Gak pantes! Bahkan sebagai teman pun!

🌊🌊🌊

Setelah mandi, Melda segera berhambur ke atas ranjang. Dirinya menatap langit-langit. Antara bingung, ingin tidur atau mengerjakan tugas yang sudah ia yakini, pasti tak dapat ia selesaikan.

Ya, Melda tak sepintar Ulva, tetapi Ulva tak sepekerja keras Melda. Layaknya manusia normal, Melda sangat mengetahui potensi-nya. Maka dirinya terus berusaha untuk memahami segala materi walau ujung-ujungnya selalu gagal dan meminta penjelasan lagi pada sahabatnya, Ulva. Melda bukan gadis yang tipikal mudah menangkap pelajaran, ia bahkan butuh dijelaskan berkali-kalo oleh Ulva baru bisa memahami.

Bohong jika ia mau membuang Ulva. Tak mungkin ia membuang Ulva. Karena gadis itu sangat menyayangi sahabatnya. Kalau sampai Ulva kenapa-napa. Melda akan merasa sakit juga, ya, mereka layaknya anak kembar.

Hanya Melda, ya hanya gadis itu yang mengetahui kehidupan asli Ulva. Tak ada yang mengetahuinya selain Melda.

Maka Melda sangat marah jika ada yang menghina Ulva. Gadis itu benar-benar tak bisa terima gitu aja.

Galen. Satu nama cowok itu sudah beberapa kali tertangkap oleh Melda karena pernah merendahkan sahabatnya. Ia sendiri bingung, ingin ikut campur atau enggak. Karena ia sendiri takut merusak rencana Ulva untuk mendapati Galen.

Tak lama, dering ponsel Melda berbunyi. Gadis tomboy itu segera mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar. 'Cabat Somplak'

Melda tersenyum miring dan segera mengangkat. "Halo, Va! Naon?!"

"Gak ada apa-apa, sih. Gue bingung aja mau ngapain. Gue udah gak ada kerjaan sekarang. Main petak umpat sama Bibi Ana udah, lomba potong rumput sama Mang Ujang udah, lomba panjat pagar sama Pak Trono juga udah. Sekarang, gue harus ngapain, dong?!" rengek Ulva di seberang sana.

GALVA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang