17

135 17 30
                                    

Semua murid IPA-7 sedang melakukan pemanasan di lapangan bersama Pak Yoga. Ulva merentangkan tangannya mengikuti intrusksi yang Pak Yoga berikan. Gadis itu menatap langit sejenak, merasa sangat panas.

Ulva menoleh ke samping yang sedang memperlihatkan Galen dengan keringatnya yang terus bercucuran. Ia tersenyum, benar-benar merasa tidak salah pilih untuk disukai.

Galen yang merasa diperhatikan menoleh ke samping kanan, yang ternyata Ulva sedang tersenyum manis padanya sembari melambaikan tangan. Sedangkan respons cowok itu bergidik ngeri dan mulai melakukan pemanasan lagi.

"Anak-anak, untuk tim voli, perempuan melawan laki-laki, ya!" tegas Pak Yoga saat pemanasan telah selesai.

Semua perempuan langsung menganga dan banyak yang mengeluarkan protes.

"Jangan gitu dong, Pak!"

"Aduh, kalah duluan lah, Pak!"

"Bisa-bisa kepala saya benjol!"

"Mending sesama jenis saling lawan aja, Pak!"

Pak Yoga langsung berkacak pinggang, "yang gurunya itu saya atau kalian?!" tegasnya penuh tatapan tajam.

Semua langsung menyengir.

"Saya akan sebut yang akan main lebih dulu, kelompok perempuan, ada Ulva, Melda, Kamila, dan Ita." Ulva dan Melda yang mendengar bahwa mereka satu kelompok pun lantas bertos ria. "Kelompok laki-laki, ada Iyus, Galen, Papang, Zio."

"Gila! Kelompoknya si Sultan weh!"

"Iya ih! Anjir! Enak banget!"

"Main sama orang-orang ganteng!"

"Beruntung tuh!"

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan yang merasa iri kepada Ulva dan yang lainnya.

Iyus lantas mendekat pada Melda dan bertanya tanpa mempedulikan tatapan penasaran dan yang lainnya. "Udah makan, 'kan?"

Melda mengangguk datar. "Gak usah kenceng-kenceng juga dan gak usah kasih perhatian. Masih ingatkan? Kita ini hanya pacaran karena terpaksa," bisiknya penuh tekanan.

Iyus langsung menatap datar. "Ya, gue selalu ingat itu." Setelah mengatakan itu Iyus kembali ke kelompoknya.

Cowok itu menatap Ulva yang sedang mendekati Galen. Gadis itu seperti tidak mengenal lelah.

"Semangat ya, Galen!" ucapnya dengan riang. "Jangan lupa pulang sekolah tungguin gue, ya!" ucapnya kembali sembari tersenyum lebar dan memainkan rambut panjangnya itu.

Galen tersenyum sinis. "Saking gembelnya lo sampai harus nginep di rumah temen lo itu karena takut gue ejek, ya?"

Ulva seketika menatap Galen, "true, Galen." Ia pun kembali tersenyum manis dan menepuk-nepuk pundak Galen dua kali. "Ganteng, jangan terlalu sinis sama gue, ya. Nanti gue sinis-in balik lo nangis lagi," ledek Ulva sembari terkekeh.

Gelen seketika menghapus jejak debu Ulva yang di berada di bahunya. "Lo gak ada hak untuk nyentuh gue."

Ulva lantas tersenyum manis kembali. "Lo juga gak ada hak untuk merendahkan gue."

🌊🌊🌊

Permainan segera dilaksanakan. Ulva telah bersedia dengan kelompoknya begitu pula dengan kelompok Galen.

"Lo bisa, Va?" tanya Melda di sela-sela tegangnya.

Ulva menggeleng santai. "Bismilllah aja udah."

GALVA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang