20

172 19 28
                                    

Setelah permintaan maaf yang dilontarkan Galen, membuat Ulva tak mampu menjawab. Ia merasa sangat terkejut, karena seorang Galen mau mengucapkan kata 'maaf' yang sangat tidak mungkin cowok itu ucapkan.

Hal itu membuat Ulva kembali duduk tanpa bicara apa pun.

"Gue gak pernah ngomong maaf sama siapapun. Seharusnya lo merasa beruntung dan maafin gue," tutur Galen sembari menatap lurus.

"Ya." Hanya itu yang Ulva jawab. Jujur, gadis itu masih merasa kecewa dan masih mengingat jelas di mana Galen dengan sengaja menginjak permennya.

"Ya udah, jangan diem terus."

Ulva mati-matian menahan senyum. Ia merasa Galen saat ini sangat aneh.

"Nanti kuping lo sakit."

"Gak apa, yang penting jangan hati gue yang sakit," ucap Galen dengan cepat, sangat cepat. Sampai-sampai Ulva tak begitu mendengar dengan jelas.

"Apa? Lo ngomong apa?" tanya Ulva sembari menoleh pada cowok di sebelahnya.

"Gak." Galen memejamkan matanya. Lo kenapa sih, Galen?

Ulva hanya mengangguk saja. Ia menyalakan headset-nya dan membuka 1 bungkus permen lollipop-nya. Lalu gadis itu mengecapnya sembari menikmati alunan lagu.

Galen menoleh pada gadis itu. Sedangkan Ulva merasa tidak peduli dan mulai memejamkan mata.

Lambat laun, gadis itu merasa ngantuk karena AC yang begitu dingin. Perlahan-lahan mata Ulva menutup dan tertidur pulas.

Melihat itu Galen dengan perlahan melihat totebag putih Ulva yang terdapat beberapa permen lollipop-nya yang sudah hancur diinjak oleh cowok itu sendiri pagi tadi. Dengan cepat Galen melihat nama permen itu, entah apa yang cowok itu lakukan. Setelah hafal namanya, ia langsung mengutak-atik ponselnya, seperti mencari sesuatu.

🌊🌊🌊

Setelah memakan waktu cukup banyak, akhirnya mereka sampai juga di Puncak—Bogor. Tak sedikit yang tertidur pulas akibat cuaca yang sejuk. Melda, gadis itu telah mendengkur sedarti tadi, tanpa menyadari Iyus yang telah banyak merekamnya.

Sedangkan Ulva, gadis itu tertidur di pundak Galen tanpa sadar. Ya, cowok itu yang sengaja menempatkan kepala gadis itu di pundaknya, entah apa yang ada dipikiran cowok itu, Galen dengan spontan saja melakukan itu. Bahkan cowok itu sampai tidak tidur sepanjang jalan karena takut kepala gadis di sebelahnya jatuh.

Sebelum Ulva terbangun, cowok itu dengan cepat menaruh kepala Ulva kembali di senderan kursi.

"Cewek Gembel, cepet bangun! Gue mau turun!" ketusnya dengan suara meninggi. "Ulva Zerina, bangun!" kesalnya karena Ulva tak kunjung membuka matanya.

Tiba-tiba saja Ulva membuka matanya sambil terkekeh. "Ciee. Yang udah hafal nama gue."

Galen menatap Ulva sambil berdecak. "Inget ya, gue itu pinter. Untuk inget nama lo yang pasaran itu gampang bagi gue. Sekarang lo minggir gue mau keluar," tekannya terdengar tajam.

Ulva mengangguk dan membenarkan tas ranselnya. Ia mengambil totebag-nya. Lalu gadis itu berjalan keluar dengan sesaknya karena banyak yang terburu-buru ingin keluar.

Sedangkan Galen, cowok itu tidak sudi untuk berdesak-desakkan dan harus menempel dengan tubuh-tubuh mereka, yang bisa cowok itu pastikan, akan bau keringat.

GALVA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang