01 | Awal Kisah

878 83 5
                                    

Pagi itu benar-benar terlihat cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu benar-benar terlihat cerah. Matahari pagi yang telah siap menyambut orang-orang. Mobil-mobil yang sudah siap mengantarkan kemanapun orang-orang pergi. Rumah makan kecil yang siap menampung orang-orang yang lapar. Semuanya, terlihat lengkap sekali pagi itu.

Empat orang yang tengah sarapan pagi itu tampak bersemangat. Seorang wanita dan pria paruh baya, dan seorang gadis dan laki-laki yang memakai seragam sekolah yang sama. Nampak terlihat hangat dengan celotehan yang di lontarkan satu sama lain.

"Gila banget lo, Ra. Makan lo rakus banget," canda laki-laki yang duduk berseberangan dengan gadis yang di panggilnya 'Ra' itu. Gadis itu mendongak, terkekeh sebentar sebelum melanjutkan makannya lagi.

"Hari ini hari pertama gue masuk sekolah. Gue mau nyiapin banyak energi dulu buat ngadepin ini," jelas gadis itu asal yang membuat laki-laki tadi tertawa.

"Alasan. Lo kan memang doyan makan. Itu harga mati, Amara."

"Berisik lo, Dev. Diam, lanjutin aja sarapan lo," ucap Amara, sembari menatap Devan–sepupunya, kemudian beralih menatap mama dan papanya yang tersenyum ke arahnya. Amara balas tersenyum, lebih lebar.

Dia, Amara Hiranya Kama. Kata Devan, dia hanyalah seorang gadis ingusan yang baru saja lulus SMP dan tukang makan. Kata papanya, Amara adalah sosok gadis periang yang tak pernah menangis. Sedang kata mamanya, Amara adalah gadis cantik yang tak takut pada apapun, yang selalu kuat, yang selalu ceria.

Tapi kata dirinya sendiri. Ia hanyalah seorang gadis biasa yang tak mengingat masa kecilnya.

Amara tertawa menatap Devan yang sekarang menyuap sesendok nasi penuh ke dalam mulutnya. Gadis itu menggeleng dan tangannya menyodorkan segelas air putih, saat Devan tersedak makanannya yang terlalu banyak itu.

"Bego," ucap Amara mengejek Devan, membuat laki-laki itu mendongak.

"Berisik lo. Tukang komentar," balas Devan tak kalah sengit.

Dia, Zaidan Devan Adhlino. Seorang siswa kelas tiga di salah satu sekolah menengah atas terbaik di Jakarta, yang akan mengejar apapun yang ia impikan sampai hal itu tercapai olehnya.

Anak dari Dhananjaya Adhlino, kakak ayah Amara.

Sejak sekolah menengah pertama dulu, ia memang tinggal bersama Arifin Kama–ayah Amara, dan keluarganya. Mengingat Dhananjaya dan istrinya pindah ke Samarinda, sedangkan ia tak mau meninggalkan kota kelahirannya dan memilih untuk tinggal dengan pamannya–Arifin, ketimbang ikut dengan kedua orang tuanya dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

"Aku selesai, terima kasih atas sarapannya Tante Dewi dan Om Arifin," ucap Devan. Laki-laki itu kemudian menatap Amara, "Jadi, tukang makan, hari ini lo jadi berangkat sekolah sama gue, kan?" tanya Devan sembari mengangkat kunci mobilnya.

Amara menggeleng. Membuat tiga orang itu mengernyit.

"Nggak ah, gue pengin naik Trans Jakarta aja," jawab Amara.

"Kenapa, Ara? Sebaiknya kamu ikut Devan aja. Kalau nanti terlambat bagaimana? Ingat, Ara, ini hari pertama kamu masuk ke sekolah baru kamu," jelas Arifin dengan sarat kekhawatiran.

Amara tersenyum, menepuk lengan ayahnya sebentar, menenangkannya. "Papa santai saja. Aku yakin gak akan terlambat. Kalau begitu, aku harus berangkat sekarang. Takut kalau ketinggalan busnya," Amara memundurkan kursinya, lalu mencium tangan papa dan mamanya.

"Sampai jumpa, Devan!" ucap Amara sembari menyeringai lebar.

Devan melotot, "Enak aja lo! Panggil gue pake 'Bang' dong!"

Amara langsung saja berlari meninggalkan ruang makan. Tertawa mendengar ucapan Devan.

Gadis itu lalu berjalan sedikit cepat menuju halte yang letaknya tak jauh dari komplek rumahnya. Duduk di halte tersebut sembari mengayunkan kakinya. Menoleh ke kanan kiri dan menghela napas panjang.

Amara melirik jam di pergelangan tangannya, dan terkejut bukan main. Sekarang jam tujuh kurang sepuluh, dan ia belum juga mendapatkan bus.

"Sial."

Amara bangkit dari duduknya, kemudian mendekati seorang ibu-ibu yang tampaknya juga tengah menunggu bus, "Permisi, Ibu?"

Wanita itu menoleh, kemudian tersenyum, "Ah, ya. Ada apa, nak?"

"Apa Ibu tahu jam berapa bus yang selanjutnya datang?"

Wanita itu memandang Amara. Matanya membelalak kecil begitu tersadar dengan seragam yang dikenakan Amara, "Astaga, Nak! Lebih baik kamu cari ojek online saja!" ucap wanita itu cepat.

"Memangnya kenapa, Bu?"

"Bus selanjutnya datang pukul tujuh lebih lima. Kamu yakin akan tetap menunggunya?" jelas wanita itu membuat Amara membelalak, menatap wanita itu sedikit tak percaya, "Saya sama sekali tidak berbohong, Nak."

Amara melirik jam tangannya sekali lagi, melempar senyum pada wanita itu, kemudian membungkuk, "Kalau begitu terima kasih, Bu. Saya permisi," Amara segera berlari cepat menuju perempatan depan agar dapat memesan ojek online.

Ia tahu, meskipun ia lari secepat yang ia bisa pun dan memesan ojek online, ia tetap akan terlambat, karena jalanan Jakarta selalu berkhianat.

"Ah, sial!" umpatnya.

Laki-laki berseragam sekolah itu mendengus kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki-laki berseragam sekolah itu mendengus kesal. Sekali lagi, ia memandang jalanan di sekitarnya. Sangat padat dan ia yakin sekali akan terlambat masuk sekolah hari ini.

Ia menekan klakson mobil mewahnya, sedikit kesal–oh bukan, sangat kesal, karena mobil-mobil di depannya tak juga berjalan. Ia memukul setirnya tak sabar, namun kemudian ia dapat sedikit bernapas lega melihat mobil-mobil itu mulai berjalan perlahan.

"Masa bodohlah. Terserah gerbang sekolah sialan itu mau sudah di tutup atau enggak," ucapnya kemudian menarik ujung bibirnya ke atas, membentuk seringaian tipis.


 Terserah gerbang sekolah sialan itu mau sudah di tutup atau enggak," ucapnya kemudian menarik ujung bibirnya ke atas, membentuk seringaian tipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


//

a.n. Next ga niiiiii? Baru perkenalan cast belum ada konflik, santai dulu yaw wkwk

Oiya jangan lupa tonton trailernya yaa tencu

AKSATA | Jaerose VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang