08 | Kesalahan

297 49 15
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Banyak ngomong deh. Iya, Bang Johnny, ini gue mau pulang," laki-laki itu masih memegang ponselnya di telinga. Kakinya berjalan cepat dan matanya melihat kemana-mana, sama sekali tak memperhatikan jalannya.

"Iya, iya, ini juga udah di jalan," ucap Ryan. Laki-laki itu mencoba memberikan alasan meyakinkan pada kakaknya agar kakaknya yang bernama Johnny itu percaya bahwa ia memang tengah dalam perjalanan pulang.

"Berisik banget lo, Bang. Udah gue bilang gue di—"

—braaak.

'Mampus lo, Yan.'

Laki-laki yang di tabrak Ryan dari belakang itu langsung saja berbalik. Hari ini sudah dua orang yang menabraknya.

'Bener-bener mati lo, Aryan. Ini kan Nando, si kakak kelas yang terkenal suka berantem itu,' ucap Ryan dalam hati sembari menatap Nando. Bukannya ia takut atau apa. Berkelahi pun juga makanannya saat di sekolah menengah pertama dulu. Tapi ia benar-benar tidak mau mendapat luka di wajah yang nantinya hanya akan membuat kedua orang tuanya mengekangnya lagi habis-habisan, karena terus-terusan berkelahi.

"Eh, bego! Kalau lo jalan tuh pakai mata!"

'Setan, kan bener.'

Nando sekarang diam, sibuk memperhatikan wajah di depannya, sedangkan pemilik wajah yang dari tadi ia tatap masih saja melontarkan ucapan-ucapan permintaan maaf.

"Ah, kebetulan banget nih," ucap Nando saat sudah ingat. Ryan menatapnya bingung.

"Kak Nando terserah deh boleh mukul gue kapan aja. Tapi, please, jangan hari ini," ucap Ryan dengan tampang memelas. Membuat Nando sedikit mengernyit.

"Lah, lagian siapa juga yang mau mukul lo? Gue cuma mau tanya," ucap Nando. Ryan mengernyit bingung, "Soal cewek."

"Lah?!"

"Biasa aja dong," dengus Nando, kemudian melanjutkan, "Lo itu yang sering pergi kemana-mana bareng dua cewek itu, kan? Kalau gadis manis yang satu itu namanya siapa?" tanya Nando membingungkan.

"Amara?" jawab Ryan asal. Ya kalau bukan Amara, ya pasti Karina, pikirnya.

"Bukan. Kalau Amara yang tukang marah itu gue tahu. Satunya, yang lucu."

"Oh, Karina. Karina Ashadiya."

"Namanya manis ya," gumam Nando sembari tersenyum lebar, "Ngomong-ngomong makasih udah mau ngasih tahu namanya ke gue," Nando kemudian berbalik dan meninggalkan Ryan sembari bersiul, kebiasaannya.

Ryan masih bingung, "Orang aneh."

"Aryan! Pulang nggak lo! Malah ngobrol!"

Suara teriakan Johnny dari ponselnya membuyarkan aktivitas Ryan. Laki-laki itu tersadar, mendekatkan ponselnya ke telinga lebih dekat, "Iya, Bang, gue pulang sekarang!"


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa? Kamu mau bela dia lagi? Sudah cukup kamu selama ini ngelindungin dia. Selalu bilang nggak apa-apa, padahal kamu tahu kesalahannya itu jelas besar sekali. Kenapa kamu masih aja bela dia?!"

Suara Rana itu membuat suaminya mendongak, lalu melipat korannya asal dan meletakkannya di meja, menatap sepasang mata Rana yang tampak berkilat marah jika mereka membahas masalah ini lagi.

"Aku bela dia karena dia juga anakku. Anak kamu juga. Sudahlah, lagipula itu masa lalu. Kamu nggak perlu ungkit-ungkit lagi, Sayang. Coba pelan-pelan lupain, ya. Aku kasihan sama Jauzan yang kelihatannya selalu tertekan selama ini sama sikap keras kamu ke dia."

"Apa kamu bilang?! Nggak mengungkit-ngungkit masalah itu lagi? Anak itu akan semakin melunjak dan melupakan kesalahan besarnya, kalau aku nggak mengungkit-ngungkitnya lagi di depannya."

"Sayang—"

"Diam dulu. Aku mau bicara."

Wira, suami Rana diam, membiarkan istrinya berbicara. "Kalau dia bisa mencari jalan keluar untuk masalahnya itu, aku akan berhenti bersikap kasar ke dia. Aku janji. Sayang, sampai matipun tampaknya anak itu memang nggak akan mau bertanggung jawab. Dia nggak punya hati."

Di tengah adu mulut orang tua itu, di ambang pintu, lewat celah kecil itu, seorang laki-laki berdiri, menatap ke dalam. Mendengar suara-suara Rana dan Wira. Tangannya mengepal mendengar namanya disebut berkali-kali. Laki-laki itu kemudian berbalik dan berjalan cepat memasuki mobilnya, lalu menjalankan mobilnya.

Kesekian kalinya, mungkin, hari ini, dia akan menginap lagi di hotel dan akan pulang ke esokan harinya. Untung saja ini hari Jumat, dan hari Sabtu dan Minggu sekolahnya libur. Laki-laki itu bisa sedikit bernapas lega.

Satu hal yang harus ia lakukan sekarang, adalah mencari hotel untuk tempat menginapnya malam ini. Lagi dan lagi, untuk kesekian kalinya ia harus memikirkan cara agar ia bisa dianggap bertanggung jawab untuk mencari jalan keluar masalahnya.

Jauzan. Menyetir dengan tidak konsentrasi sekarang.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



//

Adakah yang tau kenapa mama papanya Jau berantem??

Wkwk


// bytheway, please watch the trailer on youtube ya, thx xoxo //

AKSATA | Jaerose VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang