Gadis itu masih berdiri di balkon kamarnya. Masih asyik memandang bintang bertebaran di langit malam yang menemani bulan. Tubuhnya menyandar pada pagar pembatas, sedang dagunya bertumpukan tangannya.
"Amara, lo jadi pulang bareng gue, kan?"
"Dia udah punya janji sama gue dari awal."
"Di mana rumah lo?"
Suara-suara Jauzan itu tentu saja masih terngiang-ngiang di telinganya. Bahkan, tangan Jauzan yang sempat menggenggam tangannya dan jari-jarinya yang mengait jarinya pun masih terasa sampai sekarang. Amara tersenyum.
"Brengsek lo, udah gue bantu juga masih bawel aja lo."
"Seharusnya lo itu bersyukur dan banyak berterimakasih, karena Jauzan si laki-laki nggak pedulian ini mau bantu lo. Nggak biasanya."
Tiba-tiba saja, suara Nando si kakak kelas yang menurutnya menyebalkan itu melesat cepat di otaknya. Sekarang pikirannya sedikit terganggu dengan suara menyebalkan laki-laki itu.
"Kak Jauzan seorang laki-laki tidak pedulian?" ulangnya pada diri sendiri, tangannya mengibas sekali, "Nggak mungkin. Kalau dia nggak pedulian, mana mungkin dia mau bantu gue, bahkan sudah dua kali."
"Amara, lo jadi pulang bareng gue, kan?"
Amara mengerjap berapa kali, "Tunggu-tunggu. Amara?" gumamnya sembari menegakkan tubuhnya dan berbalik.
Menyandarkan punggungnya di pagar pembatas itu. "Dari mana dia tahu nama gue?"
Jauzan berjalan santai seperti biasanya. Terus menatap lurus tanpa perlu repot-repot memandang kiri kanannya. Banyak tatapan kagum dari gadis-gadis di sekolah itu, namun Jauzan tak peduli. Lebih baik dia menatap jalanan di depannya saja ketimbang perutnya tiba-tiba mual melihat wajah-wajah yang terlihat kagum padanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSATA | Jaerose Version
Fiksi PenggemarJauzan tidak tahu darimana ia memulainya, dia tidak mengerti bagaimana seorang Amara perlahan-lahan masuk kedalam rahasianya dan meluluhlantakkan semua yang ia bangun selama ini. Sekarang, yang ia mengerti, ia cuma mau Amara selalu ada di sampingnya...