15 | The Sultan Hotel

263 43 23
                                    





The Sultan Hotel—00:31

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




The Sultan Hotel—00:31

"Karina kenal Kak Nando jadi pinter ngibul. Bisa banget dia izin ke Mama gue nginep di rumah dia. Wah awas aja lo, Rin, besok Senin!"   

Ini kedengaran idiot. Sumpah deh.

Amara sekarang tengah sibuk menyeka darah yang masih tersisa di beberapa bagian wajah Jauzan dengan kasa yang sudah dibasahi dengan alkohol.

Tadi Nando yang mengantar mereka ke hotel ini. Karena dia yakin, bahwa Jauzan—sahabatnya itu, tak akan sudi untuk pulang ke rumah, apalagi wajahnya babak belur begini. Maka dari itu, ia membawanya ke hotel tempat biasa Jauzan jika sedang tidak ingin pulang ke rumah.

Masalah mobil Jauzan, untung saja Amara bisa mengendarai mobil. Gadis itu tadi membawa mobil Jauzan kemari dengan kecepatan sangat pelan, di temani Karina. Sedangkan Jauzan, di mobil Nando.

Amara sekarang semakin kesal dengan Si-Buaya-Darat-Ernando-Aksa-Revian, karena laki-laki tampan itu malah menyuruhnya untuk menemani Jauzan malam ini di hotel. Lalu dengan santainya, ia menelepon Mama Amara, sekali lagi mengatakan bahwa Amara malam ini menginap di tempat Karina dan saat itu Nando mengaku sebagai kakak Karina. Sialnya Mama Amara percaya-percaya saja, karena dia kenal baik dengan sosok Karina.

Amara menghela napas panjang. Menaruh kain itu ke dalam baskom dan membawanya ke dapur kecil dalam kamar hotel itu. Kemudian kembali lagi ke kamar di mana Jauzan terbaring. Gadis itu duduk di pinggir ranjang dan menatap bungkusan plastik putih di atas nakas—obat yang di belikan Nando untuk Jauzan.

Kemudian pandangannya teralih ke arah Jauzan yang terlelap. Rambut hitam laki-laki itu sedikit basah. Sebenarnya apa yang terjadi pada laki-laki ini?

Yang ia tahu tadi cuma cerita dari Nando, karena memang cuma informasi itu yang didapat Nando ketika Jauzan sempat meneleponnya sebelum benar-benar hilang kesadaran.

Entah mendapat keberanian dari mana, Amara mengangkat tangannya, lalu merapikan rambut Jauzan. Dari jarak sedekat ini, Amara mengakui bahwa laki-laki ini sangat tampan dan ia tidak perlu alasan lagi kenapa banyak gadis-gadis yang tertarik dan mengejar-ngejar laki-laki ini. Dia sangat tampan.

"Jangan pergi," Amara menahan napas saat tangan Jauzan menahan tangannya yang merapikan rambutnya.

"Amara."

Lalu ia perlahan melihat mata Jauzan yang terpejam terbuka sedikit, menatapnya.

"Aku disini ngejagain, Kak, tenang aja," jawab Amara sedikit gugup.

Jauzan tertawa aneh. "Apa? Kak?" ulangnya. Jauzan kali ini tertawa lebih aneh lagi. "Gue ini pacar lo dan lo masih manggil gue kayak gitu, Am? Kak kata lo?" gumamnya.

"Eh gimana deh maksudnya, kan kita cuma pura-pu—"

"Gue nggak mau tahu ya, Amara. Lo ini pacar gue. Gue nggak mau lagi lihat lo deket-deket sama si Devan Devan itu. Lo nggak tahu kalau gue nggak suka lihatnya?"

AKSATA | Jaerose VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang