Zaini dan timnya bergerak cepat setelah mendapat mandat dari kepala sekolah. Mereka membagi tugas untuk mempermudah pekerjaan itu. Rini mencari info dari seluruh siswa kelas X, Indriyani menelusuri kelas XI, sedangkan Zaini sendiri fokus ke kelas XII serta melakukan interogasi pada siswa yang pernah melihat Hanan sebelum hilang.
Berita hilangnya Hanan menyebar luas seantero sekolah. Hal itu menimbulkan kecemasan tersendiri bagi sebagian orang terutama teman-teman sekelasnya. Ketika Rini di kelas, ia menanyakan masalah itu pada Jery dan Slamet. Mereka adalah sahabat dekat Hanan. Namun, mereka berdua pun tak dapat memberikan informasi yang berarti.
“Kalian ‘kan paling dekat dengannya, apa Hanan tidak bicara apa-apa sebelumnya?” tanya Rini pada Jery dan Slamet.
“Kemarin Hanan buru-buru pulang, Bu. Katanya mau belajar lagi di rumah untuk persiapan lomba,” jawab Jery.
“Betul, Bu.” Slamet membenarkan ucapan Jery.
Merasa tak mendapatkan informasi yang dibutuhkan, Rini melanjutkan ke kelas sebelah. Namun, hingga seluruh kelas X selesai dijajaki, ia tak mendapatkan apa yang dibutuhkan. Begitu pun dengan Zaini dan Indriyani. Mereka bertiga melanjutkan diskusi di ruangan Zaini; menganalisis informasi yang mereka dapat kemudian mencoba membuat kesimpulan yang masuk akal. Lagi-lagi, mereka mengalami kebuntuan.
Mereka tak putus asa dan terus melakukan analisis. Sesekali, di antara mereka menghubungi seseorang yang dianggap pernah bersinggungan dengan Hanan. Namun, tetap saja nihil. Beberapa siswa yang diinterogasi Zaini pun tak bisa memberikan informasi lebih. Ada beberapa siswa yang tahu posisi Hanan di bawah pohon asem, tapi tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Sorenya, ketika mulai putus asa, mereka dikejutkan oleh teriakan beberapa siswa dari pintu gerbang. Zaini yang penasaran langsung membuka gorden dan melihat ke arah gerbang dari jendela. Para siswa itu berlarian keluar gerbang menuju ke ujung jalan pinggir lapangan. Zaini tak berkedip menyaksikan pemandangan itu. Ia berinisiatif mengecek keramaian itu.
“Pak, Hanan sudah ketemu!” Seorang siswa tiba-tiba mengagetkan Zaini dan timnya. Napas siswa itu terlihat ngos-ngosan. Tanpa pikir panjang, Zaini segera bangkit dan menyusul ke tempat yang dimaksud.
Di semak-semak pinggir lapangan, tampak Hanan sudah dikerumuni banyak orang. Zaini segera mengajaknya ke kantor. Sementara itu, Rini dan Indriyani melakukan tanya jawab dengan beberapa siswa di sana terkait Hanan.
“Saya yang melihatnya pertama kali, Bu. Tangan dan kakinya tadi terikat, mulut dan mata juga tertutup. Ia bergerak-gerak di semak-semak ketika saya lewat.” Seorang siswa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Rini.
“Ada yang melihat pelakunya?” tanya Indriyani.
Tak ada jawaban. Rini dan Indriyani kemudian menyusul Zaini.
Zaini mengajak Hanan ke kantin. Ia memesan nasi soto dan menyuruh Hanan untuk menghabiskannya. Ia tak tega melihat Hanan yang terlihat lemas. Padahal, Hanan terlihat lemas bukan karena lapar. Soal makan, para penculik itu sudah memberinya jatah. Ia merasa lemas karena terlalu capek sewaktu dalam perjalanan. Para penculik itu mengikat tangan dan kaki yang membuatnya susah bergerak ketika di dalam mobil. Alhasil, badannya terasa pegal-pegal.
“Kita lanjutkan besok saja membahas masalah ini. Kasihan Hanan yang kelelahan. Yang penting Hanan sudah kembali dengan selamat. Saya akan mengantarnya pulang,” ujar Zaini.
Rini dan Indriyani mengangguk. Lagi pula, hari sudah semakin sore. Semburat jingga hampir redup di ufuk barat. Zaini kemudian mengajak Hanan segera pulang.
Di rumah, Jamal dan Zakiyah kaget melihat Zaini mengantarkan Hanan pulang dengan selamat. Berkali-kali Jamal mengucapkan terima kasih. Kedua tangannya memeluk Hanan erat seolah tak ingin melepaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle for Dreams (End)
Teen FictionHanan diculik dan disekap di suatu tempat dengan mata tertutup. Ia tidak tahu motif penculikan dirinya. Makin heran lagi ketika dirinya diperlakukan dengan baik tanpa sedikit pun disakiti. Di sisi lain, masalah yang menghampiri kian bertubi-tubi, se...