Bab 18 Fitnah Babak Baru

1 2 0
                                    

Bel masuk setelah istirahat pertama berbunyi. Semua siswa berhamburan ke kelas. Suara riuh para siswa itu terhenti ketika mendengar jeritan Dina. Gadis berkacamata itu dilanda kepanikan luar biasa. Ia menaruh tasnya di atas meja dan mengeluarkan semua isinya. Tangannya sibuk membolak-balik semua barang yang ada tergeletak di sana. Mukanya mendadak pucat.

“Van, Dev, kalian tahu hapeku, enggak?” Kedua sahabatnya hanya menggeleng. Devi membantu membantu Dina mencari barang itu di loker, tetapi tak menemukan apa-apa.

“Diingat-ingat dulu, Din. Mungkin kamu lupa naruhnya di mana. Apa tertinggal di kantin?” Devi mencoba menenangkan sahabatnya itu.

“Aku enggak membawanya ke kantin. Aku menaruhnya dalam tas ketika mau keluar.”

“Wah, jangan-jangan ada maling, nih. Gawat! Kelas kita makin tak aman aja,” ucap Vanny.

Beberapa orang sudah bergerombol mengerubungi Dina. Semua saling tatap penuh curiga. Suasana makin tak kondusif.

“Woi, berisik! Ada apa?” teriak Riko dari arah belakang.

“Hape Dina hilang!” balas sebuah suara.

Suasana tambah panas ketika Dina mendatangi bangku Guntur.

“Kamu yang nyolong hapeku, ya?” tuduh Dina tanpa pikir panjang. Guntur kaget dengan tuduhan tak berdasar itu.

“Heh, kalau ngomong jangan sembarangan!” Guntur tak terima dengan tuduhan itu.

“Cuma kamu yang paling badung di kelas ini.”

Guntur berdiri dengan emosi. “Aku memang badung, tapi bukan maling!”

Melihat gelagat yang makin tambah runyam itu, Huda segera melerai.

“Kalian tidak usah saling menuduh tanpa bukti, kalau tidak benar, jatuhnya nanti malah jadi fitnah!” Tak biasanya sosok kalem itu berbicara lantang. Situasi dan kondisi mengharuskannya bersikap seperti itu. Kalau ia tak berbicara keras, suaranya bakal kalah dengan perdebatan itu. “Sekarang kalian semua kembali ke tempat duduk, berdiri, dan angkat kedua tangan di atas kepala! Riko, kamu awasi mereka, aku akan memanggil wali kelas.”

Riko mematuhi perintah Huda. Ia segera ke depan kelas dan mengawasi semua teman-tamannya. Huda segera ke kantor guru memanggil sang wali kelas.

Tak lama kemudian, Huda kembali ke kelas bersama Rini. Dengan cekatan, Rini segera mengambil alih situasi tersebut.

“Sekarang, kalian keluarkan semua barang yang ada di kantong baju dan celana, taruh di meja. Ajak teman sebangku untuk memeriksanya!” perintah Rini sambil menyapukan pandangan ke seluruh ruangan.

Rini kemudian mengajak Huda dan Dina memeriksa satu per satu tas mereka. Suasana begitu mendebarkan. Masing-masing dilanda rasa penasaran tingkat tinggi tentang siapa pelakunya. Ketiganya mulai memeriksa dari deretan di depan meja guru. Tak menemukan benda yang dicari, ketiganya bergeser ke deretan meja sebelah kanan. Hampir semua telah diperiksa, tetapi belum menemukan ponsel yang dimaksud. Tinggal deretan meja yang dihuni Hanan dan sahabatnya. Semua mata tak berkedip menyaksikan sang guru melakukan pemeriksaan itu.

Meja bagian depan sudah diperiksa, tetapi tak menemukan barang yang dicari. Kalau masalah ini menemui titik buntu, terpaksa pihak sekolah akan melakukan penyelidikan secara luas yang melibatkan banyak orang. Bisa dipastikan, pencurinya–kalau sengaja melakukannya–akan mendapatkan hukuman serius karena sudah melakukan pelanggaran berat. Sekolah Hanan merupakan sekolah yang sangat disiplin dalam menegakkan peraturan. Setiap siswa yang terbukti melakukan pelanggaran, ia akan mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya tanpa pandang bulu.

Struggle for Dreams (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang