Bab 13 Pengagum Rahasia

2 2 0
                                    

Sejak aktif di Rohis, Hanan makin populer. Namanya makin dikenal di mana-mana. Semua itu tak lepas dari peran Rahman yang selalu mengajaknya ikut di setiap kegiatan Rohis. Sejak bergabung dengan Rohis, Rahman selalu mengajaknya diskusi untuk mengembangkan Rohis di sekolah. Rahman sangat menyukai Hanan yang cerdas dan mampu memberikan solusi setiap diskusi tentang suatu masalah. Karena itulah nama Hanan makin populer di sekolah.

Bagi Hanan sendiri, bergabung dengan Rohis merupakan anugerah yang besar. Di sana ia bisa belajar agama lebih intens. Ada banyak kegiatan yang bisa menambah wawasannya di bidang agama. Selain menimba ilmu dari para guru yang sering mengisi kajian Rohis, Hanan juga menjadikan Rahman sebagai tempat menyerap ilmu. Darinya, ia belajar banyak hal tentang kehidupan. Dari sosok itu pula wawasan agamanya berkembang dengan baik. Bahkan dari sosok itu pula rasa percaya diri Hanan mulai menguat. Rahman telah banyak mewarnai satu sisi kehidupannya.

“Aku kadang malu dengan kondisiku. Rasa percaya diriku seolah hilang tak bersisa,” curhat Hanan saat awal bergabung Rohis. Ia mulai membuka dirinya di hadapan Rahman. Hanan yakin, Rahman adalah sosok yang amanah, jujur, dan bisa menyimpan rahasia dengan baik.

“Kenapa harus malu? Tingginya derajat seseorang itu tidak diukur dari banyaknya harta yang dimiliki, status sosial yang disandang, jabatan yang diemban, ataupun hal-hal lain yang bersifat keduniaan. Titik ukurnya ada di sini,” kata Rahman sambil menepuk dadanya. “Akhlak yang baik,” lanjutnya.

“Orang ‘kan tidak bisa melihat isi hati kita. Bagaimana bisa mengukurnya?”

Rahman tersenyum. “Iya, betul. Isi hati kita hanya Allah dan diri kita yang mengetahuinya, tetapi kita bisa menunjukkan akhlak yang baik pada orang lain. Bergaul yang baik, murah senyum, tidak pendendam, amanah, bicara yang jujur, tidak menyakiti orang lain, dan dan hal-hal yang baik lainnya. Dengan begitu, kita akan punya kelebihan tersendiri di mata orang lain. Kelebihan itulah cerminan hati kita. Apa yang ada di hati itulah yang akan menunjukkan derajat kita sesungguhnya.”

Hanan mengangguk. Entah paham atau tidak dengan penjelasan singkat Rahman tersebut. Yang jelas, sejak saat itu ia berubah menjadi sosok yang percaya diri secara penuh.

“Jatuh cinta itu dilarang dalam agama, ya?” cetus Hanan di lain waktu.

Rahman tersenyum lebar. “Siapa bilang? Perasaan cinta itu hal yang alamiah. Setiap orang pasti punya perasaan seperti itu; suka kepada lawan jenis. Yang dilarang adalah apabila salah mengekspresikan perasaan itu, misalnya pacaran, berduaan tanpa mahram, bahkan sampai melakukan zina.”

“Kalau mau pacaran?” tanya Hanan sambil tertawa.

“Ya, nikah dulu baru pacaran. Lebih aman dan halal,” jawab Rahman kembali tersenyum. “Kamu lagi jatuh cinta?”

“Eh, anu ... eh, enggak. Itu ....” Hanan gelagapan mendengar pertanyaan Rahman.

“Cerita aja kalau nggak keberatan.”

Hanan terdiam sesaat.

“Ada beberapa orang yang tiba-tiba menyatakan perasaaan padaku. Aku kadang bingung mau menjawabnya.”

“Kamu menyukai salah satunya?” selidik Rahman.

“Enggak!” jawab Hanan cepat.

“Ya, udah. Bilang aja kalau kamu nggak pacaran. Jelaskan prinsip kamu pada mereka. Lama-lama pasti akan mengerti juga.”

Itulah yang membuat Hanan dan Rahman cepat  akrab. Hanan merasakan banyak kesamaan pandangan dengan Rahman. Ditambah lagi, wawasan ilmu agama Rahman sangat luas. Dari cerita yang ia dapat, Rahman pernah belajar di pondok pesantren. Hal itulah yang membuat Hanan semangat menimba ilmu darinya. Ia bebas menanyakan banyak hal padanya tanpa canggung. Rahman juga sangat terbuka. Klop!

Struggle for Dreams (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang