Bab 16 Makin Arogan

1 2 0
                                    

Vanny makin bertingkah seenaknya. Kekesalannya pada  Hanan kadang ia lampiaskan pada teman-teman yang lain. Ia sering bicara kasar dan membentak tanpa sebab. Di kelas sering terjadi kegaduhan yang disebabkan geng Vanny. Tak ada yang berani melerai jika Vanny sudah beraksi. Sang ketua kelas pun tak bisa berbuat apa-apa. Hanya Riko yang berani berdebat dengannya. Sama seperti Hanan, Riko pun dibenci Vanny karena berani menantangnya.

“Jangan macam-macam sama gue kalau enggak mau hidup lo hancur,” sesumbar Vanny pada Riko.

Riko hanya mengepalkan tangan kanannya ke arah Vanny. Melandeni Vanny hanya akan menambah panjang urusan. Gadis itu kalau sudah mengeluarkan suara tak akan bisa disela. Ngomong A sampai Z betahnya minta ampun. Urusan adu mulut, Riko jelas kalah telak. Coba seandainya Vanny laki-laki, pasti sudah dihajar Riko habis-habisan.

“Gimana penyelidikan kalian? Sudah menemukan kelemahan Hanan belum?” Vanny menagih tugas yang diberikan pada dua temannya. Mereka bertiga duduk di bawah pohon samping kantin; tempat favorit mereka.

“Sabar. Butuh waktu juga kali,” sahut Dina.

“Dasar lelet!”

“Bukan lelet. Kalau mau mendapatkan hasil akurat, ya, harus cermat menyelidikinya. Jangan asal jalan aja,” bantah Dina.

“Pintar alasan!”

Dina terkekeh.

“Aku punya ide.” Devi membuat Vanny dan Dina menatap ke arahnya. “Tapi agak ekstrem dikit.”

Vanny dan Dina mendekat ke arah Devi. Mereka tak ingin pembicaraannya didengar orang lain.

“Bagaimana kalau kita permalukan mereka?” bisik Devi.

Vanny dan Dina mengernyit.

“Caranya?” Vanny dan Dina berkata serempak.

“Kita bikin gosip kalau mereka pacaran?”

“Mereka siapa?” sahut Dina.

“Hanan dan Fika,” jawab Devi sambil tersenyum.

“Gila! Kenapa bawa-bawa Fika?” protes Dina lagi.

“Lho, Vanny ‘kan pengin menjatuhkan saingannya. Sekali tembak dua musuh langsung kena. Iya, enggak, Van?” Devi menatap Vanny.

“Hebat juga ide lo,” puji Vanny diiringi tawa riang.

“Kalian tega mempermalukan Fika yang alim itu? Otak kalian benar-benar sudah kebalik,” umpat Dina.

“Apa pun bisa dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan.” Vanny memaksakan pemikirannya. Dina hanya geleng-geleng.

“Kita bisa kena masalah serius kalau sampai ketahuan kita yang membuat kegaduhan. Pembina Rohis bakal turun tangan. Kalian tahu ‘kan kalau Fika itu aktivis Rohis? Parah! Parah!” Dina mengacak rambutnya.

“Tenang. Kita bisa main cantik. Iya, enggak, Dev?”

“Yoi.”

Devi mempunyai ide itu karena ia masih sebal dengan Hanan yang sampai sekarang masih menggantung perasaannya. Dengan melancarkan ide gila itu, ia bisa membalas sakit hatinya.

“Kalau lo takut, lo diam aja. Biar kita berdua yang melakukannya. Asal lo jangan ember aja.” Vanny memberikan usul tersebut karena melihat Dina ketakutan.

“Oke. Tapi ingat, kalau ada apa-apa jangan bawa-bawa namaku.”

“Dasar penakut!” ledek Vanny.

“Biarin!”

Semilir angin siang itu menjadi saksi rencana jahat dua insan tersebut.

***

Struggle for Dreams (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang