BAGIAN 08

463 62 40
                                    

Happy Reading!

Dengan kecepatan penuh Saqeel melajukan motornya. Terus menyalip ke kanan dan kiri. Tidak dia perdulikan beberapa pengendara yang mungkin saja mengumpatinya. Karena fokus pikirannya cuma ke satu arah. Kaiden.

Masih membekas rasa shock pada dirinya saat dengan nada dinginnya Kaiden mengatakan jika dia telah lepas kendali hingga merenggut nyawa seseorang. Hanya satu harapan Saqeel, semoga dia lebih dulu sampai ketimbang para polisi yang sampai dilokasi Kaiden. Dan syukurlah, sepertinya Dewi Fortuna berpihak pada dirinya. Dia lebih dulu sampai di lokasi Kaiden.

Kedua mata Saqeel berkilat saat disuguhkan dengan pemandangan orang-orang yang tergeletak diatas aspal dengan tubuh penuh luka lebam. Mereka semua terlihat tidak sadarkan diri. Tetapi hanya ada satu orang yang masih bertahan. Berdiri tegak dengan bilah pisau ditangan kanannya. Pisau itu tampak kotor dengan darah yang terus menetes pada bagian mata pisaunya.

"Kai....." Saqeel menatap lurus kearah Kaiden yang hanya diam dengan tatapan kosongnya.

Dengan langkah ringan Saqeel terus berjalan mendekati Kaiden. Menatap miris kearah sesosok cowok bersurai cokelat yang sekujur tubuhnya penuh luka lebam dan beberapa luka tusukan kasar dibagian perutnya. Darah terus mengalir, membanjiri tubuh cowok bersurai cokelat itu. Bisa Saqeel pastikan, bahwa laki-laki itulah yang telah dibunuh oleh Kaiden.

"Maaf.... Saqeel...." lirih Kaiden menatap hampa kearah Saqeel yang membisu.

Tanpa aba - aba Saqeel menarik Kaiden ke dalam pelukannya. Memeluk erat tubuh besar Kaiden yang perlahan bergetar. Bisa Saqeel dengar isakan pelan yang keluar dari celah bibir milik Kaiden.

"Maaf Saqeel.... Maaf.... G-gue udah melakukan kesalahan besar. Gue.... Gue udah bunuh orang," ucap Kaiden dengan suaranya yang bergetar.

Sedangkan Saqeel dengan penuh kesabaran menepuk - nepuk bahu Kaiden. Seolah-olah ingin menenangkan Kaiden yang risau. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang kini tengah menahan tangisnya. Menggigit kuat bibirnya guna menghadang tangisnya yang akan pecah. Saqeel sadar, dia tidak boleh ikut menangis. Dia tidak ingin membuat Kaiden semakin merasa bersalah.

Walaupun Saqeel tahu, perbuatan yang dilakukan oleh Kaiden adalah pembunuhan tapi Saqeel sadar, jika Kaiden tidak sengaja melakukan itu. Saqeel percaya pada Kaiden. Karena Kaiden adalah pahlawannya. Pahlawan tidak membunuh orang yang baik. Pahlawan hanya membunuh orang yang jahat. Maka Saqeel meyakinkan dalam dirinya jika orang yang dibunuh oleh Kaiden adalah orang yang jahat. Orang yang berhasil menghasut amarah Kaiden hingga titik tertinggi.

"Kai, sorry.... Ini semua salah gue. Seharusnya gue selalu ada disamping lo, seharusnya gue gak nurut sama perintah lo untuk tetap dalam kelas. Seharusnya ini gak akan terjadi kalo gue ada disamping lo. Ini semua salah gue," ujar Saqeel seraya mengepalkan sebelah tangannya yang kosong.

Dengan kasar Kaiden mendorong Saqeel. Menatap marah kearah wakilnya itu. "Stop Saq! Gue gak suka lo malah nyalahin diri lo sendiri! Udah jelas-jelas ini semua salah gue! Gue nusuk dia pake pisau! Lima tusukan membabi buta gue tusuk ke perut si Eric."

"Ini bukan salah----"

"INI SALAH GUE ANJING! Gue bilang stop nyalahin diri lo sendiri! Ini semua salah gue! Gue sendiri yang hajar mereka sampe babak belur dan dengan tangan gue sendiri gue nusuk Eric sampe mati! Lo tau kenapa? Si anjing ini ngejelekkin Kalid! Abang gue! Dia berani ngejelekkin Abang gue didepan gue Saq! Depan gue! Lo tau sendiri gue gak suka ada orang yang ungkit tentang kematian Kalid! Gue gak suka! Makanya gue bunuh Eric dengan kedua tangan gue sendiri! Jadi stop nyalahin diri lo sendiri!" Ujar Kaiden penuh emosi.

KAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang