BAGIAN 09

443 61 13
                                    

Happy Reading!

Terlihat seorang pria paruh baya dengan stelan jas mahalnya berjalan begitu terburu-buru dilorong rumah sakit mewah itu. Dibelakangnya terdapat dua bodyguard yang senantiasa mengikuti setiap langkah kaki cepatnya.

Raut wajah pria paruh baya itu tampak begitu khawatir bercampur panik. Tidak dia perdulikan beberapa perawat yang dia tabrak bahkan dua bodyguardnya pun sedikit susah payah menyusul langkah kakinya yang cepat.

Ceklek!

"Sayang...." Ujar pria itu lemah seraya dengan langkah gontai mendekati seorang wanita paruh baya yang tengah duduk disamping ranjang pasien.

Spontan wanita paruh baya itu berdiri dan memeluk tubuh pria paruh baya itu. Sedetik kemudian terdengar isakan lirih dari bibirnya.

"Sayang.... Anak kita. Maaf, maafkan aku yang gak bisa jaga Kai, aku memang mama yang payah untuk Kai," Isak wanita itu tersedu-sedu.

Dengan lembut pria paruh baya itu mengusap bahu bergetar istrinya seraya membisikkan kata-kata penenang. Setelah istrinya dirasa tenang barulah pria paruh baya itu mendekati sesosok cowok jangkung yang terbaring tak sadarkan diri diatas ranjang pasien. Cowok jangkung itu tidak lain adalah Kaiden.

Setelah kejadian kelam kemarin yang merenggut nyawa Eric, Kaiden masih terbaring lemah diranjang rumah sakit. Belum sadarkan diri hingga saat ini. Membuat kedua orang tuanya yang terbilang sangat sibuk terlebih ayahnya yang masih berada diluar negeri terburu-buru untuk pulang menjenguknya.

Kini kamar rawat Kaiden diiisi oleh ibu, ayah serta Kerry yang kedua matanya sudah merah dan membengkak akibat terus-terusan menangisi keadaan Kaiden.

Dengan penuh kasih pria paruh baya itu mengelus surai jelaga Kaiden yang terasa halus ditelapak tangannya yang besar. Lalu sedikit menundukkan kepalanya untuk mengecup sayang dahi Kaiden yang dilapisi perban putih.

"Cepatlah sembuh anakku...." Bisiknya dengan senyum sendu terukir dibibirnya.

Melihat pemandangan itu membuat Luna -ibu Kaiden- dan Kerry menangis pilu. Merasa sedih atas apa yang terjadi pada Kaiden.

"Sayang.... Kamu udah ketemu sama Saqeel? Dia.... Dia.... Ada dipenjara," ujar Luna dengan suaranya yang kian tercekat.

Deg!

Atmosfir sedih itu berubah tegang saat kalimat itu dilontarkan oleh Luna. Kini wajah kedua orang tua Kaiden tampak pucat dengan ekspresi kalut.

Namun berbanding terbalik dengan Kerry yang memancarkan hawa kemarahan.

"Ini semua salah Saqeel! Semua kekacauan ini pasti ulahnya! Jika dia tidak membiarkan Kaiden bolos seorang diri pasti Kaiden tidak akan dicegah oleh berandalan-berandalan itu! Ck! Tidak hanya membuat Kaiden babak belur sampe pingsan, dia juga bunuh orang!" Ucap Kerry penuh emosi. Lalu dengan langkah tergesa-gesa dia berjalan mendekati Luna. "Aunty.... Apa yang harus kita lakukan? Aku gak mau kalo Kaiden sampe dituduh membunuh! Ini bukan salah Kaiden! Ini semua salah Saqeel!"

Luna dan Karlos tampak mematung mendengar ucapan panik yang dilontarkan oleh Kerry.

"Kerry, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Apalagi sampe nyalahin Saqeel, kan kamu belum tau kejadian yang sebenarnya. Aunty harap ini yang terakhir kalinya kamu ngomong kayak gitu. Untuk masalah ini kamu gak usah terlalu mikirin, karna biar aunty dan paman Karlos yang menyelesaikannya," tegur Luna menatap lurus kearah Kerry yang tergugu.

Luna dan suaminya -Karlos- yakin jika pelaku pembunuhan itu bukanlah Saqeel. Mereka cukup sadar betapa gilanya Kaiden ketika amarahnya dipancing keluar. Dia akan hilang kendali dan menggila. Tidak akan sadar sebelum orang yang membuatnya marah dia pukuli sampai pingsan atau mati. Maka dari itu saat Kerry menyalahkan Saqeel, mereka sedikit tidak menyukai perkataan dari gadis cantik itu.

KAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang