14 (Email Pt.IV)

14 5 1
                                    

Waktu menunjukkan pukul 13.00. Mereka pergi ke desa untuk menemui pemandu mereka. Sampai di sebuah rumah yang berbeda dari rumah-rumah lainnya. Rumah ini memiliki tanah yang lebih luas dengan sebuah kantor ada di antara bangunan-bangunan dari rumah dengan desain minimalis itu. Rumah kepala desa.

Pak Seta selaku kepala desa memanggil dua anak buahnya yang akan memandu mereka. Namanya Gentar dan Dirga. Mereka berdua masih muda, mungkin hanya lebih tua beberapa tahun dengan Rasya dan teman-temannya. Setelah mereka siap, mereka mulai memasuki hutan.

"Bang, kita perlu berapa lama untuk sampai di gedung itu?" tanya Delan

"30 menit kalau tidak ada halangan," jawab Dirga

"Halangannga kayak gimana Kak?" tanya Mala

"Hahaha bukan yang aneh-aneh kok. Kalau bukan tanah longsor paling jembatan di sungai yang roboh. Berdoa aja supaya itu gak terjadi dan kita sampai di gedung dengan cepat," kata Gentar

Untungnya dua hal tersebut tidak terjadi dan mereka sampai di gedung tepat pukul 14.00 siang. Dirga dan Gentar menunggu di luar sedangkan lima sekawan itu masuk dengan sangat berhati-hati.

"Oke, disini kita mencar aja buat nemuin sesuatu. Kalau terjadi apa-apa telepon aja." Yusa mengarahkan

"Gimana mau nelpon orang sinyal aja kaga ada," kata Meita sambil mengarahkan ponselnya kemana-mana.

Yusa mengeluarkan alat komunikasi yang ia bawa dan lagi-lagi hal itu menimbulkan tanya dalam benak Rasya. Namun, Rasya lebih memilih memendam pertanyaanya dan fokus mencari 'sesuatu' yang mungkin akan membantu.

Mereka sudah mencari di seluruh gedung ini, tapi tak ada sesuatu yang mencurigakan yang bisa menjadi petunjuk untuk mereka. Akhirnya mereka kembali berkumpul di lantai tiga gedung itu.

"Kalian nemu sesuatu gak?" tanya Rasya

"Enggak nih. Jangan-jangan memang cuma email iseng doang lagi," kata Meita

"Ga mungkin!" kata Yusa

"Sya, lo gak merasakan sesuatu gitu?" tanya Mala yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Rasya.

Delan yang kelelahan karena harus naik turun tangga itu memilih untuk duduk di salah satu sudut ruangan. Ia enggan untuk menyandarkan punggungnya pada tembok kotor gedung itu sehingga tangannya lah yang menopang tubuhnya.

Telapak tangannya merasakan sesuatu yang keras dan ia mencoba menyingkirkannya. Saat di geser suaranya bukan seperti batu yang di geser seperti dugaannya, melainkan seperti sebuah baja, emas, perak atau besi yang di seret.

"Cincin?" gumam Delan. "Wait, jangan bilang..."

"Nape lo ngomong sendiri?" tanya Meita

"Guys, gue nemu ini. Kayaknya ruby yang kemarin gue temuin itu batu cincin deh," jelas Delan

"Coba pasangin sama ruby yang kemarin, lo bawa kan?" kata Rasya mengambil cincin tanpa batu dari tangan Delan.

Delan merogoh sakunya dan memberika ruby itu kepada Rasya. Setelah berhasil terpasang, sosok pria yang penuh darah muncul di hadapan Rasya, membuatnya terkejut dan reflek memundurkan langkahnya.

"Kenapa Sya?" tanya Yusa

Rasya tak menjawab pertanyaan Yusa dan fokus pada makhluk itu. Arwah pria itu menunjuk ke satu arah, tapi Rasya bingung kemana arah sebenarnya ia menunjuk.

"Ruangan itu udah gue periksa dan gak ada apa-apa," kata Mala

"Mungkin maksudnya ada di belakang gedung ini. Kita belum periksa bagian luarnya kan?" kata Rasya kemudian makhluk itu melebur menjadi asap dan terbang entah kemana.

All About ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang