4/20

873 143 37
                                        


"Dia laki-laki motor matic itu? Ibu tahu dia tampan, tapi pikirkan matang-matang! Dia orang biasa! Ibu sudah bilang jangan bergaul apalagi pacaran dengan orang yang status sosialnya rendah seperti mereka! Tidak ingat dulu kamu dibully anak-anak kelas rendah ketika TK hingga SMA? Itu karena mereka rendahan! Kamu mau hidup menderita juga karena menikah dengan salah satu dari mereka?"

"Bu, Jeffrey berbeda. Dia tidak pernah berperilaku buruk padaku. Lagi pula, Jeffrey tidak memiliki keluarga. Dia yatim piatu dan besar dari panti asuhan. Dia bisa ada di tahap sekarang juga karena usaha dan kerja kerasnya! Bukan karena menjadi benalu di keluarga kaya!"

Plak...

Liana menampar Joanna. Bukan tanpa alasan, ini karena dia tersinggung dengan ucapan Joanna yang terkesan menyindirnya.

"Maksudmu Ibu benalu? Begitu? Kurang ajar kamu! Ibu selama ini kerja banting tulang menjadi pesuruh Ariana dan kamu mengatai Ibu benalu? Pasti karena ajaran laki-laki tadi, kan? Anak yatim sok baik yang pasti ingin membodohimu nanti! Jauhi dia! Atau Ibu buat dia keluar dari perusahaan tempat kalian kerja!"

Kedua mata Joanna sudah berkaca, dia ingin menyanggah ucapan ibunya. Namun bel apartemen sudah terlebih dahulu dibunyikan oleh Mega dan membuat Liana cepat-cepat membuka.

"Mega, silahkan masuk! Ini pasti kali pertamamu datang. Padahal Joanna sudah Tante minta untuk sekali-sekali mengajakmu mampir ketika senggang. Joanna, siapkan minuman! Mega, kamu mau apa?"

"Terserah, Tante. Saya minum apa saja."

Joanna bergegas menuju dapur berada. Lalu menyeka air mata sembari membuat teh hangat untuk ibunya dan Mega.

Setelah siap, Joanna berjalan menuju ruang tamu berada. Kemudian menyajikan dua teh hangat di depan Mega dan ibunya.

"Eh, mau ke mana? Kamu di sini dulu, temani Mega. Mama mau mengambil beberapa barang sebelum diantar pulang oleh Mega."

Mau tidak mau Joanna menurut saja. Kemudian duduk di sofa sebrang Mega sekarang.

"Kamu dari mana?"

Tanya Joanna dan Mega berbarengan, membuat Liana yang ingin masuk ke kamar mulai tersenyum senang sembari menoleh ke arah mereka.

"Kamu dulu."

Ucap Joanna yang kemudian dihadiahi anggukan oleh Mega.

"Aku dari rumah teman, tiba-tiba Tante telepon tanya aku di mana. Karena kebetulan rumah temanku dekat, jadi sekalian saja mampir dan mengatar Tante pulang. Kalau kamu?"

"Aku baru pulang dari luar juga. Menonton di mall."

Karena tahu Joanna masih tidak nyaman ditanya-tanya, Mega akhirnya hanya diam dan sesekali meminum teh hangat buatannya.

"Kuliahmu sudah selesai?"

Tanya Joanna basa-basi, karena dia tidak ingin dianggap tidak tahu diri karena Mega selalu baik pada dirinya dan Liana selama ini.

"Hampir selesai. Mungkin bulan depan selesai. Kamu bisa datang di wisudaku nanti?"

"Aku usahakan."

"Harus datang, ya? Aku sengaja mengambil S3 di Indonesia agar kamu bisa ikut serta dalam wisudaku nanti. Karena selama ini kamu selalu alasan sibuk dan kejauhan ketika kuminta datang ke acara wisudaku kemarin-kemarin."

Joanna hanya mengangguk kaku, agak merasa bersalah juga karena dulu dia selalu menolak undangan Mega yang bahkan sudah menyiapkan tiket sekaligus penginapan ke negara tempat dia menempuh pendidikan S1 dan S2 dulu.

Tidak lama kemudian Liana selesai, kemudian bergegas pergi bersama Mega yang memang sedang grogi ketika berbincang santai dengan Joanna saat ini.

Maklum saja, Mega sudah suka Joanna sejak lama. Bahkan sejak kelas enam sekolah dasar ketika berkunjung ke rumah Ariana. Sejak saat itu dia sering datang ke sana dengan alasan ingin bermain dengan Jani. Padahal, dia hanya ingin melihat Joanna lebih dekat yang memang sejak saat itu hanya sering diam dan jarang berbicara padanya seperti sekarang.

Di dalam mobil, Liana terus saja menginterogasi Mega. Mulai tentang tujuannya di masa depan, keadaan bisnis ayahnya, hingga perasaannya pada Joanna.

"Saya masih mencintai Joanna, Tante. Sejak dulu hingga sekarang, tidak pernah berubah. Saya juga tahu tentang Jeffrey yang sering digosipkan ada hubungan dengan Joanna di kantor Papa."

"Bagus. Lalu, kenapa tidak kamu jauhkan mereka? Langsung pecat saja kalau bisa!"

"Saya tidak mau Joanna membenci saya, Tante. Sekarang saja dia masih belum mau terbuka dengan saya, apalagi jika saya ketahuan melakukan hal demikian."

"Aku tidak habis pikir dengan anak itu. Jelas-jelas ada kamu yang sebaik ini sejak dulu, masih saja dia melirik laki-laki miskin itu!"

Mega diam saja, agak tersenyum senang juga karena Liana berpihak padanya.

Sekedar informasi, Mega ditinggal meninggal ibunya sejak kecil. Ayahnya juga enggan menikah lagi hingga membuatnya sering kali kesepian dan sering mendatangi rumah saudaranya hanya untuk sekedar mencari temn bermain. Jadi, tidak heran kalau dirinya menjadi selembut ini karena sejak kecil memang sudah sering diberi perhatian ekstra oleh para saudara yang rumahnya dikunjungi. Termasuk rumah Ariana yang didalamnya ada Liana juga yang ikut menyambutnya baik.

Setibanya Jeffrey di rumah, Sandi langsung menghadang anaknya yang tampak gelisah. Menanyai perihal sesuatu yang mengganggu hatinya.

"Ada apa? Ada masalah apa? Kenapa bertanya seperti itu tiba-tiba?"

"Tadi aku bertemu Ibunya Joanna, Pa. Aku takut semuanya semakin runyam kalau aku belum mengaku pada Joanna."

"Oh, itu. Ya sudah, ikuti alur saja. Sebagai laki-laki kamu juga harus bisa tanggung jawab akan apa yang telah kamu mulai sebelumnya. Segera katakan semuanya. Kalau ada apa-apa, katakan pada Papa. Akan Papa bantu bereskan."

Jeffrey mengangguk singkat, kemudian berjalan pelan menuju kamar setelah menyapa ibunya yang baru saja menuruni tangga.

6. 10 AM

Seperti biasa, Jeffrey pasti selalu bangun pagi agar bisa menjemput Joanna kerja. Tidak tanggung-tanggung, dia bahkan rela bangun jam setengah lima karena dia harus olahraga sebelum akhinya bersiap dan menjemput Joanna di apartemennya yang bisa memakan waktu sekitar satu jam.

"Sudah Mama siapkan susu, minum dulu."

Jeffrey mengangguk singkat, kemudian meminum susu almond buatan ibunya.

"Nanti jangan lupa sarapan! Diminum multivitaminnya!"

Jeffrey mengangguk singkat dan kembali berlari keluar rumah. Guna mengendarai si matic hitam yang saat ini telah diganti NMAX oleh Sandi tanpa sepengetahuan dirinya.

"Kamu suka?"

"Pa? Nanti aku alasan apa?"

"Katanya kamu mau jujur segera? Mulai pelan-pelan, atau mau langsung bawa mobil sekarang?"

Sandi menunjuk pajero hitam Jeffrey yang masih terparkir cantik di garasi. Membuat si pemilik mulai merenggut lirih. Karena dia belum siap melihat Joanna merajuk dan enggan didekati.

"Pelan-pelan saja, Pa. Aku berangkat sekarang!"

Sandi mengangguk singkat, kemudian memasukkan STNK motor tadi pada tas ransel yang dipakai Jeffrey sekarang.

Kira-kira gimana reaksi Joanna pas tau Jeffrey ganti motor?

Tbc...

JUSTICE IN LAW [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang