6. 40 PM
Joanna sedang duduk gelisah sekarang. Apalagi kalau bukan karena menunggu si laki-laki yang akan dijodohkan dengan Jani sebelumnya. Tugas Joanna? Cukup mengaku-ngaku menjadi Jani Maharani. Karena mereka berdua memang belum sampat bertemu secara langsung apalagi saling tertarik hingga sempat mencari nama masing-masing di mesin pencari.
Namanya Jeffrey Iskandar. Mama tidak memberikan ciri-ciri apapun tentangnya. Pokoknya kamu hanya cukup duduk di kursi nomor 127 saja. Laki-laki itu pasti akan langsung menemuimu di sana.
Ucapan Jani masih terngiang-ngiang di pikiran Joanna. Agak gelisah juga karena nama laki-laki ini mirip dengan nama pacarnya. Sama-sama Jeffrey Iskandar.
Ya Tuhan! Mana ada dia pacarmu, Jo! Jeffrey tidak mungkin dijodohkan. Dia saja tidak memiliki keluarga dan relasi orang kaya.
Batin Joanna guna menenangkan diri dari rasa gelisah yang mulai menjadi-jadi. Karena dia takut justru terintimidasi dan membuat nama Jani buruk di depan laki-laki ini.
Maksudnya, Joanna memang tidak ingin mengambil simpati si Jeffrey ini. Karena dia hanya ingin mengatakan dengan baik-baik bahwa dia---sebagai Jani tidak ingin melanjutkan perjodohan ini lagi dan pertemuan mereka hanya cukup sampai di sini.
"Jani Maharani?"
Joanna langsung mendongak, menatap laki-laki bertubuh tinggi di depannya. Senyum tipis juga mulai tersungging di bibirnya ketika menatap laki-laki tadi dengan seksama. Karena dia terlihat seperti laki-laki baik, pengertian dan tidak akan banyak meributkan banyak hal.
"Iya, Jeffrey Iskandar?"
Laki-laki tadi mengangguk singkat, kemudian menjabat tangan Joanna dengan erat.
Mereka tidak banyak bicara ketika menunggu makanan tiba. Namun tidak setelah mereka sama-sama selesai menyantap hidangan makan malam. Karena percakapan mereka akan menentukan bagaimana kelanjutan perjodohan mereka.
"Maaf sebelumnya, bukannya saya merasa anda buruk atau memiliki cela. Namun, saya benar-benar tidak ingin menikah sekarang dan dalam kurun waktu dekat. Apalagi sampai dijodohkan seperti sekarang. Maksudnya---memang tidak salah dengan perjodohan. Namun saya kurang suka dengan cara menyatukan dua manusia menuju jenjang pernikahan dengan cara pemaksaan berkedok perjodohan. Saya benar-benar tidak sedang menolak anda, saya hanya ingin menjelaskan bahwa saya---"
"Aku paham. Jangan kaku seperti itu, aku juga sama sepertimu. Tidak suka tradisi kolot seperti itu."
Joanna tersenyum senang, membuat laki-laki tadi langsung berdiri dari duduknya. Berniat pamit sekarang juga.
"Aku pamit sekarang."
Joanna mengangguk cepat, dia juga ikut berdiri dan membawa tasnya.
"Jeffrey! Kuncimu tertinggal!"
Karena tidak mendapat jawaban, Joanna mulai tersenyum singkat. Kemudian berjalan cepat guna menepuk pundak laki-laki yang baru saja mengaku-ngaku sebagai Jeffrey Iskandar.
"Kuncimu tertinggal. Kita sama, tenang saja. Aku juga bukan Jani Maharani yang asli."
Laki-laki tadi langsung berhenti berjalan, menatap Joanna dengan takjub sekarang. Karena baru kali ini ada perempuan yang bisa cepat membaca suasana. Maksudnya, hanya karena dia tidak menjawab ketika dipanggil---Joanna sudah bisa menyimpulkan bahwa dirinya memang sedang pura-pura menjadi Jeffrey Iskandar sekarang.
"You're so smart! Johnny, you?"
Joanna tersenyum bangga, lalu membalas jabatan tangan Johnny yang terasa lebih kuat dari sebelumnya.
