Sania cerita 4

340 24 0
                                    

Seketika Alkana menoleh kaget.Pemandangan yang dilihatnya mampu membuat darahnya mendidih seakan dapat melelehkan otaknya sekarang juga.Nafasnya memburu serta kedua tangannya yang terkepal erat.Urat-urat nampak menonjol di lehernya yang putih.Jantungnya seakan berhenti melakukan tugasnya seiring dadanya yang terasa sesak.

Hal yang hampir sama terjadi juga kepada Arsen yang melihat semuanya dari jauh.Ia yang barusaja selesai memesan dan berniat kembali dengan tangan yang memegang nampan mematung di tempat ketika melihat gadis yang begitu di jaganya terluka tepat di depan matanya.

Buru-buru Arsen meletakkan nampannya di sembarang meja kemudian berlari dengan panik menuju Sania yang terkapar di lantai.

"Sialan kalian kenapa cuma ngeliatin aja hah?!"

"Lo kira ini semua pertujukan?! Bangsat lo semua!"

Teriaknya kesetanan seraya bersimpuh di samping Sania."Dek.. "Panggilnya lirih.

Kedua sahabat Arsen segera menghampirinya.Salah satunya memegang pundaknya pelan."Bawa ke rumah sakit cepet Sen!!"

Sementara Arsen berlari sambil menggendong Sania bak orang kerasukan menuju rumah sakit.Alkana sendiri masih terdiam mematung di tempatnya.Tak menyangka dengan apa yang barusaja terjadi dengan adiknya.

"Al..."

"Siapa." Dinginnya.

Mereka yang mendengarnya mengerutkan kening."Siapa apa Al?"

"Siapa yang buat adek gue kek gitu?!"Teriaknya dengan mata memerah.Segera mata tajamnya menulusuri sekitaran tempat Sania terjatuh hingga kepalanya yang barusaja sembuh kembali mengeluarkan darah.

Di sana.Perempuan yang paling dibencinya berdiri dengan tubuh bergetar bersama dengan para antek-anteknya.Tanpa bertanya ia sudah tau siapa pelaku yang membuat adiknya seperti itu.

"Tahan Al,dia cewe." Mengetahui niat pembunuh yang ditujukan Alkana kepada gadis yang merupakan pelaku dari kecelakaan yang menimpa adik Alkana,teman-temannya segera menyadarkannya.Bagaimana pun Alkana adalah sosok yang tak pandang bulu ketika sedang marah.Hal itu tentu saja bukan hal baik jika digunakan kepada gadis lemah seperti Vivi.

Tapi..

Satu hal yang mereka lupakan.Alkana akan jauh lebih tak pandang bulu ketika marah jika hal yang membuat emosinya meledak adalah seseorang yang amat ia jaga.

"Brengsek! Mati lo hari ini jalang!"

Plak

Ntah sejak kapan Alkana sudah berada tepat di hadapan gadis yang bernama Vivi tersebut berdiri.Gadis berpakaian ketat dengan make up tebal yang selalu mengejar-ngejar temannya tanpa kenal malu.Dari dulu sampai sekarang Alkana tak pernah menyukai gadis ini bahkan ia lebih cenderung ke rasa benci.Akan tetapi Alkana sama sekali tak pernah menunjukkannya secara langsung karna menurutnya itu tak ada hubungannya dengannya.

Namun hari ini,gadis ini sudah sangat lancang disaat membuat perempuan kesayangannya terluka sampai mengeluarkan darah.

Selepas kepergian Alkana ke tempat teman-temannya tinggallah Sania seorang diri di tempatnya sembari menunggu kembalinya kedua kakaknya.Dapat ia lihat dari jauh kakaknya Arsen,berjalan pelan karna ditangannya yang nemanggung beban berat berupa nampan lebar berisi makanan serta minuman pesanan miliknya dan Alkana.

Merasa kasian Sania berdiri dari duduknya berniat membantu Arsen membawa makanannya.Namun siapa sangka seseorang telah menabraknya dari depan dengan sangat kencang.Seseorang itupun menabraknya tidak dengan tangan kosong melainkan ada sebuah bakso panas dengan asap yang masih mengepul di atasnya.

Semuanya terjadi begitu saja tanpa sempat Sania sadari.Gadis itu hanya merasa tubuhnya terlempar ke belakang hingga menabrak kursi maupun meja berakhir dengan kepalanya yang menyentuh lantai terlebih dahulu.Seakan belum cukup sampai di situ kuah bakso yang dibawa seseorang yang menabraknya menimpa bagian perutnya juga lengannya membuat Sania mau tidak mau berteriak kesakitan.

Sebelum kehilangan kesadaran Sania dapat merasakan benda cair berbau amis mengalir dari kepalanya juga hidungnya.

"Sialan kalian kenapa cuma ngeliatin aja hah?!"

"Lo kira ini semua pertujukan?! Bangsat lo semua!"

"Dek.. "

Samar-samar Sania mendengar teriakan penuh amarah kakaknya Arsen,kemudian panggilan lirihnya yang selama ini belum pernah ia dengar.

"DASAR J*L*NG GAK TAU MALU! B*NGS*T LO PEL*C*R SIA**N!!!"

"Mau lo itu apa sih hah? Udah ditolak mentah-mentah masih aja ngejar orang yang jelas-jelas gak suka sama lo."

"Lo nyadar gak sih kalau gak ada yang mau sama cewe murahan kayak lo? Lo kira bagus pakai pakaian ketat kek gitu? Bukannya nafsu malah jijik tau gak liatnya."

"Dan itu--"Alkana menunjuk wajah Vivi dengan jari telunjuknya langsung."Muka jelek ini yang coba lo pake buat caper sana sini? Gak punya cermin lo? Cih ini muka punya lo sama sekali gak ada cantik-cantiknya.Malahan cuma buat orant pengen muntah."

"Cewe lain kalau make up itu tambah cantik.Tapi lo malah nambah jelek.Bahkan pengemis di jalan masih kacepan mereka daripada lo."

"Dasar ular busuk!"

"Jijik gue sama lo!"

"Dan lo berdua? Buta mata kalian sampai mau temenan sama lampir kek dia? Eh-- kalian kan sejenis ya? Ck.Udah gak suci jangan sok keras.Gak ada yang mau sama perempuan kotor kayak kalian bertiga.Bisanya cuma ngang**ng."

"Itu sebenarnya gak ada hubungannya sama gue.Tapi hari ini lo udah nyelakain adek gue!! Orang yang paling gue jaga melebihi gue ngejaga diri gue sendiri! Lo gak tau seberapa paniknya gue liat dia jatuh dari tangga sampe gak nyadarr hampir sebulan!! Dan sekarang?? Lo dengan gampangnya buat dia celaka sampe luka parah?"

Plak plak plak

"Hiks..."

Alkana mengangis.

Kantin yang sedari tadi sudah sepi lantaran semua siswa hanya diam mematung menyaksikan Alkana yang mengamuk.Kini tak sedikit dari mereka yang menatap syok ketika Alkana menangis.

Tiga tamparan di dapatkan oleh Vivi.

Sahabat-sahabatnya berdiri kaku tanpa tau harus bagaimana.Bahkan untuk menolong Vivi yang berstatus perempuan itu dari kekasaran Alkana pun tak dapat mereka lakukan.Karena memang kali ini Vivi sudah keterlaluan.

Guru-guru bahkan sampai kepala sekolah sendiri pun hanya memantau dari jauh.Tak ada yang berani ikut campur apalagi ketika mengetahui identitas Alkana dan penyebab pria yang biasanya selalu mengeluarkan lawakan receh itu meledak dengan dasyatnya.

Sebuah pemandangan yang baru pertama kali terlihat.


Tbc.

Mengganti Kepribadian JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang