Alesha masih di atas motornya dan melamun. Rizky yang hendak ke rumahnya menemukannya dan berhenti tepat di hadapannya. Memencet klakson mobilnya, mengagetkan pikiran yang sedang berhamburan entah ke mana.
“Ih, ngagetin aja. Siapa sih?” gerundel Alesha.
Rizky turun dari mobilnya dan menghampiri yang sudah dikagetinya. “Ngapain di sini?”
“Ah, kenapa hobi banget ngagetin orang si. Harusnya aku yang tanya ngapain kamu di sini?”
“Niatnya mau main ke rumah kamu, tapi lihat kamu lagi ngelamun di sini. Makanya aku kagetin aja, takutnya kamu kesurupan, kelamaan nglamun.” Rizky tertawa puas.
“Alasan, dasarnya kamu jail.”
“Enggak. Katanya lagi males jalan, bilang aja males jalan sama aku gitu. Berarti kamu tuh yang alesan.” Rizky memutar fakta yang sebenarnya.
Alesha terlihat malu sendiri. “Bukan gitu Ki, tadi pagi aku males, tapi pas bangun dan mandi ternyata seger banget dan tiba-tiba ingin jalan bentar aja. Nih abis ini juga aku niatnya mau pulang.” Alesha beralasan lagi.
“Ah iya deh. Jangan pulang dulu dong, jalan bentar yuk!” ajak Rizky menarik tangan Alesha.
“Eh tunggu, kamu gak liat aku sekarang?” Dia memperlihatkan dirinya yang memakai kaos oblong oversize dan celana olahraga.
“Gak apa lah, bentar doang kok.” Rizky tak peduli dengan penampilan Alesha, yang terpenting dia bisa bersamanya hari ini.
“Motor aku?”
“Gampang, titipkan saja di sini. Tuh, kelihatannya sekolah rame. Sini biar aku yang titipkan ke dalam.” Rizky menyalakan motor memasukkan motor ke dalam sekolah. Ia terlihat mengobrol dengan penjaga sekolah dan tak lama kembali lagi. “Nanti tutup jam 5 sore katanya, sebelum jam 5 pasti kita udah balik, tenang aja.”
“Terserah lah,” pasrah Alesha.
Rizky ternyata mengajak Alesha ke rumahnya, ini kali pertama ia ke rumah Rizky sejak dulu.
“Ini rumah siapa?” tanya Alesha setelah di depan pintu masuk.
“Masuk aja dulu, nanti juga tau.” Rizky mengajak masuk Alesha.
Perasaan Alesha mulai tidak enak, melihat pigura besar di dinding ternyata ada foto keluarga Rizky di ruang tamu. “Ih kamu jahat banget sih, harusnya kalau mau ke rumahmu, aku bisa ganti baju dulu.”
“Kenapa begitu?”
“Kan, kurang sopan ih,” kesal Alesha.
“Enggak apa Alesha, kamu mau ke sini aja, ibu senang. Pakai baju apa pun tak masalah,” ucap ibu Rizky ke turun dari lantai dua.
Alesha tersipu malu. “Iya Bu, gimana kabar, Bu?” Alesha menghampiri dan bersalaman dengan ibu.
“Baik, kamu?”
“Baik juga, Bu.”
“Awas lo Bu, jangan kentut lagi di depannya, nanti dia kabur gak mau jadi mantu ibu,” timpal Rizky.
Teringat, tujuh tahun yang lalu, saat Rizky dan Alesha tengah tertidur di sofa karena lelah setelah beres-beres kos yang akan ditempati Rizky saat pulang kuliah di Jogja. Ibu, ayah dan Adik perempuan Rizky yang baru pulang dari Shopping, berniat berjalan pelan tanpa suara agar tak membangunkan keduanya. Namun naas, usaha mereka gagal hanya karena suara gas mirip suara bom dari ibu.
“Eh bom, awas ada bom.” Rizky terkejut dari tidurnya yang lelap, di mimpinya sedang mimpi bertarung melawan teroris. Dalam kenyataan, ia melawan bau bom ibu.
Alesha juga terbangun karena suara Rizky yang tak kalah keras, namun bukan hanya suara yang masuk ke kupingnya, bau busuk gas ibu juga menohok hidungnya. “Bau apa nih?” Alesha menjepit hidung dengan jarinya.
“Itu, bau bom ibu Ki, Les,” jawab ayah yang juga tengah menjepit hidungnya.
Sedangkan tersangkanya telah masuk terbirit ke belakang tanpa jejak, meninggalkan bau yang menguasai seisi ruangan yang tak begitu luas.
“Ah kejadian itu kan, gak sengaja. Lagian kalau gak kentut kan masuk rumah sakit. Iya kan, Les?” Kalimat andalan ibu, jika kena protes tentang kebiasaan buruknya.
“Hah, iya Bu.” Jawaban teraman dari yang teraman.
“Eh, ada calon mantu,” ucap ayah datang dari luar. “Berdiri aja, gak dipersilakan duduk Bu?”
“Eh iya lupa, mari-mari duduk.”
Semua terlihat duduk di sofa dengan posisi Rizky dan Alesha sejajar. Ayah dan ibu juga sejajar namun beda sofa yang ada di samping sofa Rizky dan Alesha dengan model L.
“Abis olahraga tadi ya?” tanya ayah melihat penampilan Alesha.
“Ya Yah, tadi aku comot dia di jalan karena olahraga tak bergerak.” Rizky tertawa kecil.
Ih nyebelin banget nih orang. Batin Alesha. “Iya tadi niatnya mau olahraga, tapi ada orang iseng yang nyasarin aku ke sini,” balas Alesha dengan senyum manis. Dia tahu akan begini, karena kostumnya saat ini kurang pas, jika sengaja bertamu.
“Siapa yang nyasarin, kalau ngomong yang bener napa,” protes Rizky.
“Emang aku bilang kamu, enggak, kan?”
“Eh, sudah-sudah.” Ibu mencoba melerai anaknya dan gadis yang diharapkan jadi calon mantunya. “Les, kamu serius kan dengan Rizky?” tanya ibu yang menganggap mereka benar-benar kembali bersama.
Alesha tercengang sekejap, tak menyangka akan ada lontaran pertanyaan seperti itu. “Maksud Ibu?”
“Pertanyaannya sudah sangat jelas, gak ada yang perlu diulang.”
“Pasti ada salah paham ini Bu, aku dan Rizky gak balikan, Bu.” Alesha mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Bukan enggak, tapi belum,” timpal Rizky lagi. “Lagian, ngapain sih ibu tanya kayak gitu?” lanjut Rizky.
“Ibu Cuma khawatir Ki. Apa ibu salah?”
Rizky terdiam, tak tahu harus jawab apa. Dia benci hal seperti ini, dikasihani karena kegagalan pernikahannya. Padahal sejatinya, dalam lubuk hati yang paling dalam ia bersyukur hal ini terjadi padanya, karena ia sama sekali tak mencintai gadis pilihan ayahnya, dan juga hikmahnya bisa kembali bertemu orang yang sangat disayangi hingga sekarang.
“Maafkan ayah Ki, sekarang ayah tak akan memaksamu lagi, tentukan pilihanmu sendiri. Ayah benar-benar menyesal. Ayah akan sangat senang, jika pilihanmu adalah gadis yang sekarang duduk di sebelahmu.” Tatap ayah berharap ke Alesha.
Apa ini? Kenapa jadi begini? Batin Alesha terus bertanya. Ia tak menyangka, akan begini. Jawaban apa yang harus ia berikan, dia belum siap untuk hal ini. Dia menunduk lesu, menarik napas panjang.
Kedua orang tua Rizky, berharap lebih pada Alesha, sedangkan ia masih belum bisa menata hatinya, bagaimana bisa ia memutuskan hal penting seperti ini. Tentu sangat sulit baginya sekarang. Apalagi ia juga belum tahu, hatinya sekarang untuk siapa.
Rizky yang menyadari situasinya tak lagi membuat Alesha nyaman, ia berpikir mengajaknya keluar dari rumahnya. “Ah kita ke luar yuk, di sini mulai membosankan.”
“Rizky,” tegur Alesha.
“Ini semua salah Ayah, yang setuju dengan perjodohan tanpa persetujuan Rizky. Makanya jadi begini,” cerca ibu.
“Iya, ayah tau, berkali-kali juga ayah minta maaf dan menyesal, apa itu tak cukup untukmu menyalahkanku terus.”
Keadaan selalu berakhir begini, berdebat dan tak jarang ayah, ibu saling menyalahkan satu sama lain semenjak insiden kaburnya sang mempelai wanita yang memicu gagalnya pernikahan yang telah dirancang selama kurang lebih tiga bulan.
Adik Rizky Nela muncul dari bilik tembok, semenjak tadi ia sengaja tak ke luar dari tempatnya karena tak sopan menurutnya, anak kecil nimbrung ke obrolan orang dewasa. Di sela ayah ibunya yang masih sedikit gaduh dengan drama salah menyalahkan. Ia mengajak Alesha masuk untuk mengikutinya. Sepertinya ia ingin menunjukkan sesuatu. Rizky juga ikut mengekor di belakang mereka.
“Mau ke mana, Nel?” tanya Alesha yang tangannya digandeng Nela.
“Ntar tau, Kak.” Mereka berhenti di depan kamar. “Nah, kita udah sampai.”
“Ini kamar siapa?” Alesha sedikit bingung, maksudnya apa.
Dari belakang, Rizky terlihat panik dan membuat palang di depan pintu kamar. “Kenapa berhenti di sini? Jangan macem-macem kamu Nel,” omel Rizky.
“Minggir, Kak.” Nela mencoba merobohkan palang pertahanan kakaknya. Namun tak semudah yang ia pikirkan, tenaga kakaknya jauh lebih besar darinya.
“Enggak!” tolak keras kakaknya.
“Ini ada apa sih dengan kalian? Kamar siapa sih ini?” Alesha makin dibuat bingung dengan polah adik kakak di depannya.
“Ini kamar kak Rizky, Kak. Makanya bantu aku singkirkan kak Rizky dari pintu, aku mau tunjukkan sesuatu ke Kak Alesha. Pokoknya daebak deh, Kak. Kakak tak akan kecewa.” Nela mengiming-iming dengan rayuan manis walau masih bergelut dengan kakaknya yang kokoh dengan pertahanannya.
Alesha termakan rayuan manisnya, dan berujung ikut membantu merobohkan dan menyingkirkan Rizky dari pintu. Dua perempuan satu laki-laki ternyata cukup mampu menyingkirkannya yang sudah sangat lelah menahan adiknya tadi sendiri, dan sekarang mengalah pasrah.
Dibukanya pintu kamar oleh Nela. “Ini yang mau aku tunjukkan ke kak Alesha.”
Alesha tercengang, matanya membulat besar melihat ke arah tembok di atas tempat tidur mantannya terdapat lukisan besar gambarnya. Beralih ke meja di dekat tempat tidur, ada foto kebersamaan dirinya dan mantannya dulu. Matanya melihat ke arah tembok lagi, ada banyak sekali fotonya saat bersama Rizky terpajang apik dengan pigura cantik lengkap dengan berbagai tulisan captions menarik.
“Ah kamu, dasar bocah nakal. Jadi tau kan, dia.”
“Sengaja, wee.” Nela menjulurkan lidahnya meledek kakanya. “Aku mau kak Alesha tau, kalau kakak sejak dulu tak pernah berhenti menyayangi kak Alesha. Pikirkanlah Kak, untuk kembali bersama kakakku yang sangat naif ini. Aku sangat ingin kalian bersama lagi, dan aku sangat mendukung kalian. Aku mohon, please!” ucapnya panjang lebar membujuk mantan kakaknya.
Lagi-lagi Alesha bingung, bagaimana mungkin sudah sekian lama, Rizky masih menyimpan rasa untuknya. Sedangkan dahulu saja saat putus, ia yang secara tak langsung menyakitinya luar biasa.
“Maaf Nel, aku harus pergi.” Alesha memilih berlari ke luar kamar daripada bingung harus jawab apa. Hatinya masih belum bisa menentukan sesuatu hal yang begitu sangat tiba-tiba baginya.
“Kamu sih.” Rizky menyalahkan adiknya dan kemudian berlari menyusul mantannya.Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex (Tak Terbatas Waktu)
Teen FictionAlesha gadis sederhana, yang terlanjur menutup hatinya setelah gagal di masa lalunya. Dia tak mengizinkan laki-laki masuk ke hatinya, apalagi menerima cinta seorang laki-laki. Ini berawal saat SMA dulu, ia terpaksa menerima cinta Adit demi memutuska...