Bab 10

9 6 0
                                    

Maklum saja, Rangga mengalami depresi pasca meninggalnya sang ibu saat usianya mencapai 5. Ayahnya menikah lagi, 3 bulan setelah wafatnya ibu dengan mantan kekasihnya saat duduk di bangku SMA hingga kuliah.
Rangga sangat marah dan membenci ayahnya, dia pikir saat itu ayah jahat padanya dan ibu. Ibu sambungnya tak luput dari kebencian dan kemarahan Rangga. Hanya saja Rangga tak menunjukkan rasa marahnya, dia hanya diam, membuat semakin parah rasa trauma dan stres yang diderita.
Ayah sangat jahat, kenapa ayah bunuh ibu hanya untuk menikah dengan wanita itu. Pikirnya saat itu.
Ibu meninggal tepat di hadapannya setelah sebelumnya bertengkar hebat dengan ayah. Suara seperti vas jatuh ke lantai membuat Rangga terbangun dari mimpinya malam itu, ia ke luar kamar dan mendapati ibunya terbaring lemah di lantai, dan melihat ayah pergi dari rumah.

“Ibu!” jeritnya ketakutan.

Mbok Inah, asisten rumah tangga juga terbangun, ia dengan langkah tergopoh menaiki tangga dengan cepat. “Ada apa ini Den Rangga?” Mbok Inah panik melihat ada darah yang di lantai.

Rangga terus menangisi ibunya yang tak menjawab panggilannya. Tidak lama ambulans datang menjemput setelah mbok Inah memanggilnya lewat telepon. Namun sayang, nyawanya tak tertolong, ibunya meregang nyawa saat di perjalanan menuju rumah sakit.

“Ra ..., Rang ... Ngga, ma ma aafkan ibu, ibu sa sa yang Rangga,” ucap ibu terbata-bata sebelum nafasnya habis tak tersisa.

Kalimat itu menjadi kata-kata terakhir yang didengar dari mulut ibunya. Rangga menjerit, “Ibu!” Rangga terisak dan memeluk jasad ibunya yang terbaring kaku.

Semenjak itu, ia jadi anak pemurung, tak mau sekolah, hanya berdiam diri di kamar setiap hari. Dia tak pernah bicara dengan siapa pun kecuali mbok Inah. Itupun hanya ketika ditanya saja.

Sampai suatu hari, ia berjalan ke kamar ibunya, ia menemukan satu komik di meja rias, membuka lembar pertama ada tulisan tangan ibu yang berbunyi, “Untuk: Rangga yang sangat ibu sayang. Happy birthday. Semoga ini bisa menghibur Rangga.” Dari ibu.

Ia membaca dan tersenyum melihat isi komik yang menurutnya sangat lucu. Mendengar itu, ternyata ada ayah dibalik pintu yang sedari tadi mengawasi langkahnya sejak ia ke luar kamar.

Keesokan hari, ayah membelikan banyak komik untuk Rangga sepulang dari kantor. “Ayah belikan ini untukmu, apa kau suka?” tanya Ayah saat sudah di kamar Rangga.
Rangga tetap diam tak menjawab dan memilih bersembunyi di dalam selimut.

“Ayah letakan di meja. Semoga kamu suka.” Ayah ke luar kamar setelah meletakan komik di meja belajar.
Rangga mengintip dari balik selimut, melihat apakah ayah benar-benar pergi atau tidak. Dia bangkit dari kasurnya yang empuk setelah dirasa ayah tak di kamarnya lagi dan menyambar totebag berisi komik sinchan dan doraemon.

Dia mulai membaca satu persatu komik, dan keadaannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Dia sudah mulai bicara pada mbok Inah, ketika perutnya minta diisi. Dia juga sudah mau ke luar, walau hanya ke taman rumah melihat lalu lalang kendaraan.
Ayah berpikir, untuk membujuknya bersekolah kembali dengan memberinya tiga komik setiap minggu, jika ia mau berangkat sekolah. Ayah menyuruh mbok Inah, untuk bernegosiasi dengan Rangga, itu karena Rangga masih enggan bicara dengannya ataupun ibu sambungnya.

“Den Rangga, kata ayah, ayah akan membelikan 3 komik setiap hari minggu, jika Aden mau sekolah lagi. Nanti mbok yang antar Aden sekolah, gimana?” ucap mbok Inah pelan membujuk.

“Tapi Rangga takut.”

“Jangan takut, kan ada mbok.” Genggam erat mbok Inah pada tangan Rangga.

“Aku mau lima komik, bilang ke ayah.”

Mbok Inah tersenyum akhirnya bujukannya berhasil. “Iya, nanti mbok bilang ayah.”

“Awas, kalau gak lima. Gak mau,” ancam Rangga.

“Iyaaa.”

****

Makin tahun makin menggunung komik yang ia punya, kebiasaan membeli lima komik satu minggu sekali sudah menjadi agenda rutin. Bedanya saat mulai SMP ayahnya hanya memberikannya sejumlah uang, dan membiarkannya ke toko buku sendiri.

“Ini uang untukmu, beli komik yang kau suka. Ayah sudah bingung, beli komik apalagi, hampir semuanya kau sudah punya. Minta temani mbok Inah, jika tak berani sendiri.”

Itu hanya alasan ayah saja, yang sebenarnya adalah agar ia bisa membuka diri dan tidak hanya berada di rumah setiap hari. Berharap di toko buku, ia bisa menemukan hal lain yang membuatnya lebih hidup.

Rangga pergi ke toko buku sendiri tanpa mbok Inah. Mengelilingi semua rak, ia mulai memilih komik dan membuka beberapa lembar pertama, apakah cerita ini menarik atau tidak.
Ceritanya lumayan, aku akan beli ini. Batinnya. Kali ini ia hanya membeli satu komik, karena jadwal pelajaran yang padat. Jam sekolah yang pulang lebih siang dan jarak tempuh yang membuatnya pulang agak sore, membuat waktu membaca komik menjadi berkurang. Komik minggu lalu saja, masih dua yang belum dibaca.

Saat ia berjalan ke arah kasir, tiba-tiba ada anak gadis seumuran dengannya, tergesa-gesa berlari dan tak sengaja menabraknya, hingga keduanya terjatuh.

“Maaf, maaf ya. Maaf banget, tapi aku harus pergi. Kamu bisa berdiri sendiri, kan?” ucap si gadis, berdiri lalu berlari lagi dengan masih tergesa-gesa tanpa menunggu Rangga menjawab maafnya.

Kenapa dengannya? Batin Rangga bertanya.

Rangga mengambil komik yang terjatuh, ia melihat kover komik sudah berbeda dari yang ia pilih tadi. Ternyata komiknya tertukar dengan punya gadis tadi. Ia segera berlari mengejar, tapi sayang si gadis sudah tak ada lagi di toko.

“Mba, liat gadis yang pakai topi, rambut panjang diiket, dan pakai kaos hitam?” tanya Rangga pada mbak kasir.

“Udah pergi tadi, baru saja,” jawab mbak kasir.

“Ke arah mana Mbak?”

“Aduh, kurang tau de, saya gak liat.”
Rangga terpaksa membeli komik milik si gadis tadi, karena menurut mbak kasir, si gadis tadi membeli komik miliknya. Rangga berusaha berlari mencari keberadaan si gadis. Namun bagai lenyap di telan bumi, gadis itu sudah menghilang tanpa jejak.

Di kamar, khusus ruangannya membaca komik, ia membuka komik punya si gadis. Komik ninja jepang karangan Masashi Kishimoto berjudul Naruto. Penasaran dengan isinya, ia mulai membaca dan mulai menikmati. Saat mulai di tengah-tengah ia membaca, ada kertas yang terjatuh dari dalam komik. Rangga membuka kertas yang ditekuk, ternyata adalah kertas ulangan matematika bernamakan Alesha Yumna dengan nilai 2,5.

Tanpa disadari sejak saat itu, ia mulai menyukai komik naruto dan menyukai yang membuatnya menyukai komik bergenre ninja tersebut. Namun berbeda dengan Alesha, ia tak tahu kalau ia sudah bertemu dengan Rangga jauh sebelum masuk SMA.

Alesha hanya tahu kalau Rangga sangat menyebalkan karena terus saja menempel padanya ke mana pun ia pergi di sekolah. Belum lagi, kejahilannya selalu sukses membuatnya kesal. Padahal itu hanya caranya agar bisa dekat dengan orang yang disukai semenjak SMP.





Ex (Tak Terbatas Waktu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang