"Kak Daniel?!"
"Rima, astaga... bukunya," Daniel yang juga mengenakan pakaian olahraga, namun tidak sebasah pakaian yang dipakai Juan, segera membantu Yeri mengumpulkan buku-buku yang berserakan.
"Sudah, kak. Terimakasih."
"Woy, cepetan. Gue mau ngantin nih," gerutu Juan.
Yeri tak menggubris perkataan Juan. "Kakak ketua kelas? Mau ambil buku?"
Daniel mengangguk. "Kalau kamu, ketua juga?"
"Aku wakil kak. Tapi bagi tugas gitu sama ketuanya. Hehe..."
"Nanti aja kalo lo berdua mau ngedrama. Gue laper anjir," lagi-lagi Juan bersuara.
Belum sembuh rasa kesal karena ia kalah suara dari Daniel, sekarang seorang Jevallo Juan Santoso harus mengalami rasa kesal karena orang yang sama. Ia sudah sangat lapar, buru-buru ke perpustakaan demi melaksanakan tugas negara dengan cepat dan bisa makan dengan tenang, tapi Daniel malah asyik beradegan sinetron dengan adik kelasnya.
Daniel menepuk bahu Yeri. "Udahan ya Yer. Kakak mau ambil buku dulu. Lain waktu bisa disambung lagi ngobrolnya."
Yeri terkesima. Ia mengangguk antusias sementara Juan mendecih melihat tingkah adik tingkatnya yang menurutnya itu lebay.
"Kalau begitu, sampai ketemu di lain waktu kak Daniel."
*
Setelah kejadian di perpustakaan, senyum tak pernah luntur dari wajah Yeri. Ia begitu senang bisa bertemu lagi dengan Daniel. Lima tahun berlalu, lelaki itu semakin tampan dan menawan. Dari desas-desus yang Yeri dengar, Daniel juga siswa pintar di SMA itu. Salah satu aset kebanggaan almamater katanya.
'Kakak pasti punya banyak fans. Tapi aku yakin, aku bisa memenangkan perhatian kakak. Kita kan sudah berteman sejak kecil.'
"Kesambet setan perpus kah?" Joyka menepuk bahu Yeri.
Lantas, yang ditepuk bahunya hanya tertawa. "Tidak. Aku baik-baik saja. Kenapa?"
"Senyum-senyum gitu. Mêdeni."
"Hah? Apa itu?" Yeri tidak paham dengan bahasa yang dipakai Joyka di kata terakhir. Bahasa ibunya Joyka.
"Nakutin maksudnya. Kamu sih senyum-senyum nggak jelas gitu. Kenapa sih?"
"Aku senyum karena senang. Hari pertama belajar tidak banyak tugas. Itu aja atuh. Nggak ada yang lain."
Joyka memicingkan mata tak percaya. "Udah nih kelas hari ini. Hari pertama lumayanlah ya. Abis ini kamu mau langsung pulang?"
Yeri menggelengkan kepala. "Aku kayaknya mau daftar ke klub jurnalistik. Aku pengen gabung di bagian radio sama majalahnya."
"Wahh... aku belum tertarik ikut apapun."
"Jadi langsung pulang nih?"
Joyka mengangguk. Ponselnya bergetar. "Eh orang tua aku vc. Aku kenalin kamu sama orang tuaku ya."
Belum sempat menyetujuinya, Joyka menggeser layar ponsel ke atas. Otomatis panggilan video sudah berlangsung. Terlihat seorang wanita cantik dengan kacamata kotak kecil tersenyum pada Joyka.
'Ikaaa... inces e mami.'
(Incesnya Mami)Ika?
Oh Joyka.
"Ih mami. Joy mami. Kok Ika maneh se..."
(Kok Ika lagi sih.)'Lah... biasane lak Ika nyeluk e. Lapo seh? Isin ta?'
(Lah .. biasanya kan ika manggilnya. Kenapa sih? Malu?)Percakapan yang tidak Yeri pahami.
"Mboh wes. Malesi mami iku."
'Loh ya loh ya.. mutung arek e,' ujar mami Ika lalu tertawa. 'Eh Ka, iku koncomu kok meneng ae. Bingung mesti.'
(Lho ya.. lho ya... ngambek anaknya. Eh Ka, itu temenmu kok diam saja. Bingung kayaknya.)"Lah lupa aku," Joyka menepuk dahinya. "Mami kenalin. Ini temenku. Best friendku di sini. Namanya Yeri."
Yeri tersenyum canggung. "Assalamualaikum tante... saya Yeri. Teman sebangkunya Joy."
'Waalaikumsalam. Ayune rekk... Yeri.. mami titip Ika eh Joy ya... kalo bandel nanti kabari mami.'
Hah? Kabari? Pakai apa?
'Nanti mami chat ya. Save nomor mami. Soalnya mami belum bisa pindah ke Jakarta. Papinya Joy masih repot.'
"Oh iya tan... eh mami? Iya mami. Nanti Yeri save nomor mami."
"Mi, Yeri anaknya pemilik kebun teh loh. Liburan main yuk ke rumah Yeri."
'Lho iyo ta? Mami puengen banget dolen nang kebun teh. Tapi papimu iku lho. Angel jupuk libur. Yo wis. Mene liburan dolen nang omahe Yeri yo? Mami catet iki.'
(Lho iya kah? Mami pengen banget main ke kebun teh. Tapi papimu itu lho. Susah banget ambil libur. Ya sudah. Besok liburan main ke rumahnya Yeri ya? Mami catat nih.)Yeri menoleh ke arah Joyka. Lagi-lagi Joyka tertawa. "Bingung arek e mi," ucap Joyka. Ia lalu menoleh ke arah Yeri. "Mami itu pengen ke kebun teh. Liburan gitu. Orang tuamu kan punya kebun teh, liburan mami mau main ke rumah kamu. Boleh?"
"Wah boleh banget mami. Nanti Yeri bilang sama abah dan ambu."
'Makasih lho ya...'
"Sama-sama mami."
Yeri tau. Bakat supel dan percaya diri yang dimiliki Joyka itu menurun dari maminya. Satu hal lagi yang Yeri tau kalau Joyka itu adalah salah satu dari sekian orang bergelar crazy rich Surabaya.
Pantes gaya Joy terlihat mahal dan bisa pindah dari Surabaya ke Jakarta dengan mudah. Orang tuanya aja punya banyak duit...
*
"Sepi amat nih klub," gerutu Juan.
Sang ketua osis yang sedari tadi memainkan ponsel di sebelah Juan tertawa.
"Gagal kan lo? Klub ini udah waktunya ditutup."
"Lo ketos macam apa anjir. Bukannya bantu cari solusi malah menjatuhkan mental gue."
"Wah hebat juga gue. Jatuhin mental lo gampang banget."
"Seriusan gue. Masak dari tadi cuma ada delapan anak yang isi formulir. Tau gitu gue ikut nunggu stan futsal di lapangan."
"Futsal mah banyak yang handle. Ini nih. Klub ini yang butuh perhatian lo banget. Makanya sebagai ketos yang baek nih, gue temenin lo di sini."
"Ck."
"Eh beneran. Lihat coba. Klub mana yang gue tungguin sesi pendftarannya? Nggak ada yang lain. Cuma klub lo yang ini. Makasih dulu ke gue."
"Ck. Ogah."
"Lo kenapa sih? Daritadi sensi mulu," Tama, sang ketua osis terlihat penasaran dengan suasana hati sahabatnya.
"Kalah suara gue dari Daniel. Masa gue wakil dia jadi ketua? Ogah banget jadi wakilnya dia."
"Lah lo nya juga nggak nolak tadi."
"Pak Burhan, wali kelas gue nggak nerima penolakan, anjir."
"Yaudah sih lo terima aja kalo gitu. Nggak rugi juga sebenernya."
"Pokoknya lo kudu bantu gue jadi ketos."
"Ambis banget sih lo nggak mau kalah dari Daniel. Gampang kalo lo mau jadi ketos. Ambil formulir pendaftaran terus nanti gue seleksi."
"Permisi kakak-kakak..."
Juan dan Tama kompak menoleh ke sumber suara.
"Lah.. lo kan..."
**
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCOLATE LOVE√
FanficApa jadinya jika seorang gadis berdarah Sunda terpaksa menjalani rutinitas baru dengan hidup di ibukota dan bertemu dengan orang-orang baru termasuk orang yang menyebalkan, orang yang menjadi pujaan, dan seorang lagi yang ia dambakan? Semua berubah...