26. Hari Bahagia (Selesai Revisi)

152 5 0
                                    

"Terima kasih karena sudah berada di sisiku selama ini. Terima kasih juga karena sudah menjadi imam terbaik untukku yang terus memberikan kebahagiaan padaku dan membuat hari-hariku penuh warna. Ana Uhibbuka Fillah, zauji ... Alfin Aditya Pratama"
~ Syifa

Tak terasa usia kandungan Syifa sudah masuk 9 bulan. Artinya sebentar lagi dirinya akan segera melahirkan. Tentang Rio, dirinya sudah lulus kuliah dan rencana akan membeli rumah yang letaknya tak jauh dari rumah Fitri karena dirinya tak mau merepotkan Fitri lagi.

Fajar dan Anggra tetap tinggal bersama Fitri karena kasihan kalau Fitri di rumah sendiri. Beruntung keluarga besar Anggra tak mempermasalahkan itu. Seperti saat ini, Alfin menemani Syifa di rumahnya. Dirinya sudah mengambil cuti karena usia kandungan Syifa yang sudah membesar, takut terjadi sesuatu karena sebentar lagi juga mau melahirkan.

Tok ... tok ... tok ...

Terdengar suara ketukan pintu. Syifa yang mendengar bangkit dari duduknya namun saat hendak berjalan tangannya dicekal Fani. Memang saat ini Fani dan Sintia sedang menemani Syifa di rumah karena Alfin tiba-tiba ada keperluan mendadak.

Awalnya Alfin menolak untuk pergi, tapi Syifa tetap kukuh meminta Alfin untuk pergi. Dan dengan berat hati Alfin pergi lantas menghubungi Fani dan Sintia untuk menemani Syifa sebentar.

"Biar Fani saja yang buka pintunya. Syifa duduk saja ya kasihan tuh keponakanku," ucap Fani yang langsung berjalan ke arah pintu untuk membukanya dan melihat siapa yang datang.

Deg

Fani membulatkan matanya saat melihat siapa yang datang ke Syifa. Tanpa sadar tangannya mengepal kuat dengan mata yang penuh dengan amarah juga kekecewaan.

"SIAPA FAN, TAMUNYA? SURUH LANGSUNG MASUK SAJA."

Syifa dan Sintia mengerutkan keningnya saat melihat Fani yang bengong di tengah pintu masuk. Akhirnya Syifa dan Sintia menyusul ke depan.

"Eh Kak Rio, yuk Kak masuk," ajak Syifa dengan senyuman tipis saat melihat siapa yang datang.

Rio langsung masuk mengikuti Syifa. Sintia yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Soal Fani jangan ditanyakan, dirinya masih sama dengan sebelumnya. Entah kenapa Fani sangat sulit memaafkan Rio karena ulahnya dulu.

Dirinya juga tak habis pikir dengan Syifa, kenapa semudah itu memaafkan seseorang? Apalagi dengan tindakannya dulu. Rio duduk tidak jauh dari Syifa. Fani dan Sintia juga ada si sana dengan wajah yang kesal.

"Kalian kenapa kok mukanya seperti itu?"

"Enggak ada apa-apa."

"Apa kalian masih marah soal waktu itu?" tanya Rio hati-hati.

"Menurut Kakak?"

Awalnya Syifa mengerutkan keningnya, dia sama sekali belum mengerti apa yang dibahas Rio. Tiba-tiba ingatannya kembali ke beberapa tahun silam. Kini dia mengerti mengapa sikap kedua sahabatnya berubah.

"Fani, Sintia, itu kan masalah sudah lama banget. Lagian kan Kak Rio enggak sengaja melakukan itu ke aku. Aku mohon ya maafkan Kak Rio, aku tahu kalian kecewa tapi ya seharusnya kalian tidak seperti ini. Enggak baik juga kan menaruh dendam pada seseorang. Aku juga sudah memaafkan Kak Rio. Masa kalian enggak sih," jelas Syifa pada kedua sahabatnya.

Syifa berharap kedua sahabatnya akan mengerti. Terdengar suara embusan nafas panjang Sintia dan Fani.

"Oke baiklah, kita memaafkan Kak Rio. Aku juga minta maaf ya Kak, soalnya aku enggak bisa kontrol emosi saat melihat Syifa dikasari sama Kakak." Rio mengerti dengan kemarahan Sintia dan juga Fani.

"Kita enggak tega."

"Iya, Kakak juga minta maaf ya soal dulu, Kakak benar-benar di luar kendali waktu itu," ucap Rio dengan raut wajah menyesal.

"Enggak apa Kakak, aku tahu. Alhamdulillah kalian sudah baikkan. Aku senang," celetuk Syifa.

Semua tersenyum kecil. Tak lama kemudian Syifa merasakan sakit dalam perutnya. Dan benar saja Syifa mengalami kontraksi. Rio langsung membawa Syifa ke rumah sakit yang dibantu oleh Fani dan Sintia.

Saat dalam perjalanan ke rumah sakit Fani menelepon Alfin. Alfin yang mendengar itu sangat khawatir pada istrinya. Terburu-buru Alfin ke rumah sakit. Sebelum itu Alfin mengabari semua orang.

***

Kini seluruh keluarga besar sudah berada di rumah sakit. Alfin sedang menemani Syifa bersalin. Alfin terus menguatkan Syifa dengan menggenggam tangan mungil Syifa sambil menciumi kening Syifa.

Sudah beberapa jam tapi belum ada tanda-tanda selesai. Dan itu membuat semuanya khawatir dengan Syifa. Fitri yang terus mondar-mandir, Tiara yang sering lihat ke dalam.

Ooeekk ... ooeekk ... ooeekkk

Terdengar suara tangisan bayi. Semua orang yang berada di luar bernafas lega dan berucap syukur. Sedangkan Alfin yang di dalam menangis haru melihat putrinya. Segeralah dirinya mengazani putrinya.

Syifa yang melihat itu juga menangis haru. Putrinya sangat cantik. Wajah putih, mata seperti dirinya, bibir dan hidup mirip Alfin.

"Mas, kita kasih nama siapa anak kita?"

"Farza Alsya Zaskia, kita panggil Alsya," jawab Alfin yang masih menatap nanti mungilnya yang sudah bersih dan di gedong.

"Nama yang indah, aku suka."

Alfin meletakkan Alsya di sebelah Syifa supaya mendapat ASI. Tak lama kemudian seluruh keluarga masuk ke dalam kamar. Kini Syifa sudah dipindahkan ke kamar VIP.

Selesai menyusui putrinya, Fitri menggendongnya. Dirinya menangis haru melihat cucu pertamanya. Fitri sangat bersyukur semuanya berjalan lancar. Memang bayi baru lahir itu sangat menggemaskan hingga membuat semua orang ingin menggendongnya. Syifa yang melihat hanya tersenyum manis.

Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang