16. Tasyakuran Kecil (Selesai Revisi)

91 3 0
                                    

Hari ini Alfin sudah diperbolehkan untuk pulang setelah dirawat selama satu minggu di rumah sakit. Saat ini Syifa sedang membantu Alfin mengemasi barang untuk dibawa pulang.

Setelah perbincangan kemarin malam, mereka memutuskan Alfin untuk tetap tinggal di rumahnya sendiri, rumah yang sudah dibangun Alfin saat belum menikah dulu. Fitri, Tiara dan Azzam juga mengerti akan hal itu. Jadi mereka tak masalah.

Flashback on
Malam waktu di rumah sakit, seluruh keluarga pada berkumpul di tempat di mana Alfin di rawat. Syifa masih sebal dengan kelakuan Fajar juga Jaka. Padahal sudah hari keenam Syifa dibohongi, tapi tetap saja masih sebal.

“Syifa, kamu kenapa kok murung?” tanya Alfin dengan posisi duduk dan bersandar di tembok. Keadaan Alfin semakin hari juga semakin membaik. Dirinya sudah bisa berjalan walau pelan.

“Enggak apa kok, Kak.” Syifa tak mau membuat Alfin khawatir akan dirinya.

“Yakin, enggak apa? Apa kamu ... masih berpikiran soal beberapa hari yang lalu?” Alfin memang sangat peka pada istrinya ini. Lantas Syifa mengangguk pelan.

Alfin tersenyum kecil, “itu semua Kakak yang memintanya. Karena Kakak ingin dengar kamu bicara kalau mencintai Kakak. Kakak tahu sebenarnya kamu mencintai Kakak. Kamu aja masih belum mengakuinya, sudah jangan murung lagi, entar cantiknya hilang loh."

“Ah Kakak kok gitu sih?” Belum sempat Alfin menjawabnya lagi, Arman bertanya padanya.

“Nak, besok kan kamu sudah diperbolehkan pulang, kamu mau pulang ke rumah kamu atau ke rumah Umi Fitri?”

Alif memikirkan sejenak lantas berkata, “Bagaimana enaknya ya? Kalau langsung pindah rumah aja bagaimana Sayang?” Syifa yang dipanggil sayang membulatkan matanya. Kok bisa-bisanya Alfin panggil Syifa seperti itu. Detik kemudian tersipu malu.

Ehem, ehem, ehem." Seketika Fajar berdehem.

“Syifa, ditanya Alfin kok enggak dijawab?”

“Eh iya Bun, soal yang mana? Aku lupa?” Semua orang merasa kesal padanya. Ditanya serius-serius malah gitu. Alfin mengutarakan lagi pertanyaannya tadi dan diiyakan oleh Syifa.

Soal rumah, memang sebelum menikah, Alfin sudah menyiapkan rumah untuknya dan istrinya. Alfin enggak mau bikin repot kedua orang tuanya dan mertuanya.  Dirinya juga ingin tanggung jawab sebagai kepala keluarga yang mampu mendidik dan mengajak istrinya berjalan menuju jalan kebaikan.

Syifa baru tahu kalau Alfin sudah memiliki rumah sendiri. Tapi, untuk tempatnya Syifa masih belum tahu. Syifa bersedia tinggal dengan Alfin karena nasihat dari uminya.

Katanya sebagai seorang istri, harus menuruti keinginan suami. Lagi pula rumah yang akan ditinggali Syifa dan Alfin tak terlalu jauh dari rumah Fitri juga Tiara. Fitri juga masih ada Fajar yang akan menjaganya.

“Iya sudah, enggak apa kalau itu sudah jadi keputusan kamu, Al. Jaga Syifa ya. Ingat jangan buat dia menangis lagi karena kamu, cukup hari itu aja. Jangan sampai terulang kembali. Oh ya, bagaimana jika nanti adakan acara tasyakuran? Tasyakuran untuk rumah kamu sekalian tasyakuran untuk kesembuhan kamu, Al,” ujar Tiara.

“Boleh tuh Bun, boleh banget."

“Iya nanti acaranya untuk keluarga besar saja dan tetangga terdekat saja, bagaimana?"

Yang lain setuju. Para laki-laki dari tadi diam saja mendengarkan ibu-ibu bicara panjang lebar. Orang laki-laki mah hanya menurut saja, perempuan yang menjalankannya.

“Iya sudah besok langsung aja ke rumah kamu, ya Al. Tapi Bunda, Umi, sama Zahra duluan pulangnya soalnya sambil membeli bahan untuk tasyakuran malamnya. Kan enak tuh.” Semua mengiyakan ide dari Tiara.

“Loh, kok aku enggak diajak juga sih, Bun. Aku kan mau bantu beli juga,” tukas Syifa sedikit tak terima.

“Jangan, Sayang. Kamu temani Alfin saja pulang, istirahat. Pasti kalian juga capek."

Mau enggak mau akhirnya Syifa menuruti kemauan mertuanya itu.
Flashback off

Para ibu-ibu sudah dari tadi duluan pulang. Syifa beres-beres hanya ditemani Fajar aja. Soal Alfin? Syifa melarangnya untuk membantu, karena masih baru sembuh dari sakit. Enggak boleh banyak gerak dulu. Arman juga masih urus kepulangan Alfin.

Tak berapa lama, Syifa sudah selesai beres-beres. Beberapa detik kemudian Arman datang untuk memberitahu kalau Alfin sudah boleh pulang sekarang. Syifa langsung membantu Alfin berdiri dan menuntunnya hingga sampai ke dalam mobil.

Tak membutuhkan waktu yang lama, mereka sudah sampai di rumah mini yang terlihat begitu indah dari luar. Di sekelilingnya terdapat rerumputan yang menghiasi halaman.

***

Malam pun tiba. Semua tamu undangan telah hadir dalam tasyakuran dan sudah berkumpul di ruang tamu. Dari waktu sore, sudah siap semua. Tinggal menunggu Arman untuk mengimami acara tasyakuran. Dirinya masih keluar sebentar dengan Fajar.

Entah waktu beberapa jam untuk acara tasyakuran. Acaranya berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apa pun. Kini di rumah baru Alfin dan Syifa hanya tinggal keluarga besar saja. Para tetangga sudah pulang karena mengingat waktu sudah mulai pukul delapan malam.

Mereka sengaja enggak pulang, karena katanya sekalian menginap di rumah baru Alfin. Syifa dan Alfin juga enggak masalah dengan hal itu. Malah dengan sebaliknya.

“Syifa,” panggil Alfin sedikit teriak karena dirinya berada di kamar atas, sedangkan Syifa ada di dapur  membantu cuci piring.

Rumah Alfin memang bertingkat, tapi di dalamnya begitu luas dan cantik. Pantas saja keluarganya betah di rumahnya. Buktinya menginap di rumahnya saat ini.

Di bawah, Syifa kesal dengan suaminya itu. Padahal dia tahu jika Syifa membantu di dapur, tapi kenapa dipanggil-panggil. Fitri yang melihat putrinya sebal, berkata, “ya sudah Nak, kamu temani Alfin saja sana. Kasihan dia panggil-panggil kamu. Dia kan juga baru sembuh.” Dengan berat hati Syifa menuruti uminya.

“Kenapa teriak-teriak sih Mas? Aku kan lagi bantuin di dapur,” cibir Syifa saat sudah sampai di kamarnya.

Syifa sudah memanggil Alfin dengan sebutan Mas bukan Kakak. Karena disuruh bunda dan uminya. Katanya masa istri panggil suaminya dengan sebutan Kakak. Maka dari itu Syifa menuruti perintah mereka.

“Emang enggak boleh Mas panggil kamu? Padahal kan Mas mau kasih kamu sesuatu."

“Apa?” Dengan malas Syifa mendekati Alfin.

“Besok ... kita jalan-jalan ke pantai ya?” Mata Syifa membulat sempurna. Bagaimana bisa Alfin mengajak jalan-jalan sedangkan dirinya baru sembuh dan pulang dari rumah sakit.

“APA? Enggak Mas, enggak boleh. Mas kan baru sembuh kok ajak ke pantai sih?”

“Mas sudah enggak apa-apa, Syifa. Tadi Mas juga sudah izin sama Bunda, Ayah dan Umi. Mereka bolehin, masa kamu enggak sih?”

Syifa masih tetap dengan pendiriannya, masih enggak mau. Karena mendengar perdebatan dari atas, Tiara langsung menemui mereka. Tiara yang tahu perdebatan sepasang kekasih dari luar hanya tersenyum kecil.

Tok ... tok ... tok ...

Pintu diketok oleh Tiara. Alfin dan Syifa berhenti berdebat. Tanpa menunggu aba-aba Tiara menjelaskan semuanya pada Syifa. Awalnya dirinya tetap kukuh tidak setuju. Tapi karena bujukan dari Tiara dan melihat Alfin yang merengek seperti anak kecil, Syifa akhirnya setuju.

Emang dasar, Mas Alfin. Seperti anak kecil aja kalau merengek seperti itu, cibirnya dalam hati.










Tunggu aja kelanjutan ceritanya ya reader. 😘😘 Jangan lupa komennya dan feednya. 😘😘

Feed kalian begitu berharga buat author nih, supaya tambah semangat lanjutin ceritanya. 😘

Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang