“Syifa benar-benar tak tahu dirinya sekarang sedang bermimpi apa tidak. Yang jelas semuanya seperti nyata”
Saat sampai di pantai, mereka berdua tak langsung ke arah bibir karena Alfin yang mengajak dirinya untuk sarapan. Di perjalanan memang membutuhkan banyak tenaga walau hanya mengendarai motor saja.
Mereka makan di kafe dekat pantai. Suasananya sangat berbeda menurut Syifa. Seketika dirinya rindu seseorang. Seseorang yang dulu dia sayangi. Di waktu kecil Syifa sering main ke pantai dengan dirinya, juga Fajar. Main pasir, cari batu karang, semuanya sudah pernah Syifa lakukan.
Hingga berakhir makan di sebuah tempat makan. Ketiganya terlihat tertawa lepas. Syifa menghela nafas panjang. Alfin yang melihat Syifa melamun pun lantas memegang tangan istrinya itu.
“Sayang, kamu kenapa? enggak apa-apa? Kok dari tadi Mas lihat melamun mulu?”
Dirinya hanya senyum tipis. “Aku baik-baik aja kok, Mas. Aku enggak apa-apa.” Walau Syifa sudah menjawab, tapi Alfin masih belum percaya padanya. Karena melihat wajah Syifa yang terpaut sedih.
Tapi Syifa meyakinkan Alfin, hingga akhirnya dia percaya. Makanan pun tiba, Alfin segera memakannya sedangkan Syifa tak selera makan. Dirinya hanya melihat saja, selepas itu menoleh ke arah jalanan.
“Kenapa enggak dimakan, Sayang? Nanti sakit. Mas enggak mau kalau kamu sakit nanti,” ujar Alfin. “Mas suapi kamu, ya?” Syifa hanya mengangguk mengiyakan ucapan Alfin.
Alfin tahu Syifa sedang memikirkan sesuatu. Tapi dirinya tak berani untuk bertanya. Takut jika Syifa marah atau apa. Yang pasti Alfin tahu jika Syifa tak baik-baik saja.
Suapan demi suapan dilakukan Alfin pada Syifa. Syifa hanya menurut. Tak membutuhkan waktu yang lama, Alfin membayar makanannya sedangkan Syifa menunggu di tempat yang sama.
Saat dirinya melihat orang yang berlalu lalang, Syifa melihat seseorang yang menurutnya dia kenal. Tapi entah siapa, Syifa berusaha mengingatnya dan ... deg dirinya sekarang ingat.
Apa yang barusan dia lihat itu benar? Kalau pun benar, kenapa tidak pulang? Enggak, ini enggak mungkin. Mungkin aku salah lihat, iya salah lihat. Ini mustahil dan enggak akan mungkin. Bagaimana mungkin ini terjadi? Syifa masih dalam pikiran yang ke mana-mana.
Hingga dirinya tak sadar Alfin sudah kembali dan duduk di depannya. Alfin yang melihat Syifa hanya mengerutkan keningnya, kenapa lagi dengan istrinya ini? Kenapa Syifa menggeleng-gelengkan kepalanya seperti itu?
“Syifa."
Seketika Syifa tersentak kaget mendengar Alfin memanggil namanya dengan menepuk pelan bahunya. “Eh, Mas Alfin. Sejak kapan Mas sampai? Bukannya tadi masih membayar makanannya?”
“Sebenarnya kamu kenapa, Syifa sayang? Cerita ke Mas kalau ada masalah, kita kan sudah suami istri, enggak baik menyembunyikan sesuatu."
Syifa masih belum bisa cerita ke Alfin. Bukannya enggak mau, tapi biarlah itu berlalu tanpa mengungkit masa lalu. “Benar, Mas. Aku enggak apa-apa."
Mau tak mau akhirnya Alfin percaya. Mungkin istrinya masih belum bisa lebih terbuka dengannya. Alfin berusaha untuk mengerti akan hal itu. Lagi pula Alfin tak mau memaksakannya ke Syifa. Setelah istirahat sebentar, Alfin mengajak Syifa mendekati bibir pantai.
Tapi sebelum itu Syifa membeli es kelapa. Dirinya rindu dengan minuman itu. Karena sudah lama enggak minum air kelapa. Air kelapa juga banyak manfaatnya untuk tubuh, makanya Syifa suka.
“Sayang, ke atas sana, yuk. Sepertinya enak di sana,” tawar Alfin pada Syifa sambil menunjuk bukit yang tak jauh dari pantai. Syifa mengangguk antusias. Syifa sudah mulai terbiasa jika Alfin memanggilnya dengan 'Sayang' karena itu panggilan kasih sayang Alfin untuk Syifa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅
RomanceSUDAH TERBIT #Part masih lengkap Cinta memanglah indah, apalagi jika datangnya atas kehendak-Nya, pasti akan jauh lebih indah "Uhubbuki Fillah, Zaujati," ucap Alfin di sela pelukannya dengan Syifa, lantas mencium ubun-ubunnya. "Ahabballadzi ahbab...