4. Berita Mengejutkan (Selesai Revisi)

198 11 0
                                    

"Aku tidak menyangka, akan mendapat kabar seperti ini. Bagaimana bisa ini terjadi padaku?
~ Syifa

Syifa benar-benar tak tahu sekarang, kenapa banyak sepasang mata yang membencinya. Emang apa salahnya dirinya? Perasaan Syifa tak pernah cari gara-gara pada anak-anak di sekolah.

Kalau gini terus, Syifa merasa enggak enak juga merasa risih. Syifa jadi pikir mungkin ini gara-gara waktu itu soal Rio yang tiba-tiba datang ke kelasnya untuk meminta maaf. Soalnya mereka juga belum tahu jika dirinya dan Rio itu saudara sepupu.

Beberapa hari kemudian, Syifa menyuruh Rio untuk mengatakan pada semuanya jika mereka itu masih saudara. Syifa tak mau nantinya semua salah paham gara-gara dirinya.

Beruntung Rio mengerti dan segera kasih tahu yang sebenarnya jika mereka itu masih saudara sepupu. Dan bersyukur mereka semua percaya pada Rio hingga semua kakak kelasnya pun kembali normal pada Syifa.

"Terima kasih Kak, untuk penjelasannya."

"iya Fa. Apa sih yang enggak buat adik Kakak," jawab Rio sambil mengelus kepala Syifa.

***

Saat Syifa pulang sekolah, terlihat semua orang sangat sibuk mempersiapkan banyak makanan. Syifa jadi bingung apa akan ada tamu nanti, tapi kenapa umi dan abinya enggak kasih tahu aku soal ini?

Syifa pulang sekolah agak sore, karena ekstra Al-Banjari. Sedangkan sahabat Syifa yang lainnya pulang duluan, karena beda ekstra. Anggra pulang dengan Fajar sambil mengambil sepedanya yang sejak pagi ada di rumah Syifa, sedangkan Sintia dan Fani juga sudah pulang. Alhasil Syifa pulang sendirian.

"Nak, cepat bersih-bersih deh, soalnya in sya allah malam ini akan ada tamu," ujar Fitri dengan wajah yang tampak serius. Tumben sekali uminya bicaranya gitu, seperti ada sesuatu yang penting.

"Iya Umi."

Terdengar suara azan Magrib berkumandang, Syifa segera mengambil air wudu dan menunaikan salat. Tak lupa berdoa 'Ya Allah ... ampunilah dosa hamba dan kedua orang tua hamba Ya Allah ... hamba terlalu banyak dosa ke Umi dan Abi. Ya Allah ... jika memang dia yang telah kau tetapkan.

Takdirkan dan baik untuk Syifa, dekatkanlah hati kami Ya Allah ... persatukanlah kami dalam ikatan suci. Tapi jika dia bukan takdir Syifa, jauhkanlah kami Ya Allah ... berikanlah hamba keikhlasan dan keteguhan untuk menerima semua ini Ya Allah ... dan gantilah dengan yang lebih baik darinya. Aamiin Ya Robbal Alamiin' Syifa tak kuasa menahan air mata, berlahan air matanya keluar tanpa diundang.

Syifa dengar seseorang dari luar memanggilnya. Dengan cepat dia melepaskan mukena, mengambil hijab, lalu keluar. Terdengar dari atas, canda tawa menghiasi ruang tamu. Mungkin itu tamunya kedua orang tuanya.

"Loh ini Syifa?" tanya wanita paruh baya yang ada di samping Fitri.

Loh kok Tante itu bisa kenal aku? tahu dari mana? Emangnya mereka sudah saling kenal dengan Abi dan Umi, tapi kok aku belum pernah melihatnya? Apa aku lupa ya, sekarang pikirannya hanya dibalut rasa penasaran, rasanya semakin enggak enak.

Fitri tersenyum sambil menatap ke arah Syifa. "Iya, itu Syifa." Sedangkan Syifa sendiri hanya diam dan menyalami kedua orang tua yang ada di samping Uminya.

"Masyaallah cantiknya ... Nak, masih ingat Tante enggak?" tanyanya pada Syifa.

"Enggak Tante, aku lupa," cicitnya dengan sedikit menunduk.

"Nak ... ini Tante Tiara dan Om Arman, masa kamu lupa?" ujar Fitri pada Syifa, dia berusaha mengingat-ingat kembali.

Syifa menaikkan kepalanya dengan jari telunjuk yang diletakkan di dagunya sambil mengingat-ingat. "Oh Tante ini ... apa kabar Tante, aku kangen dan maaf tadi belum ingat, kukira Tante ini siapa." Syifa langsung memeluk Tiara, sifat Syifa mendadak berubah seperti anak kecil yang baru bertemu dengan seseorang yang disayangi.

"Tante baik, Sayang."

Keluarga Syifa memang mengenal Tiara dan Arman dengan baik. Waktu Syifa masih kecil, mereka yang mengasuh dirinya sampai menginjak umur 5 tahun. Maksudnya sering dibawa pulang oleh Tiara dan Arman ke rumahnya biar jadi teman bermainnya anak Tiara, mungkin karena Syifa lucu kali ya.

Setelah itu, Fitri dan Azzam pindah ke Jogjakarta dan enggak pernah tahu kabar Tiara. Arman serta anak mereka yang sering bermain dengan Syifa. Mereka itu sebenarnya tetangga Fitri dan Azzam karena Syifa sering bersama mereka, dia panggil mereka dengan sebutan Tante dan Om.

"Syifa, masih ingat dengan orang yang duduk di sebelah Om?" tanya Tiara. Syifa langsung menoleh ke arahnya.

"Siapa ya Tan?" Syifa berusaha mengingat siapa lelaki yang ada di sebelah Arman.

"Kamu ingat-ingat kembali, Nak. Masa sih enggak ingat?"

"Em ... dulu 'kan Tante punya anak lelaki, namanya itu ... Kak ... Em ... aduh kok tiba-tiba aku lupa sih," gerutu Syifa yang gagal mengingat siapa nama Kakak masa kecilnya itu. Dan semua orang hanya bisa tertawa kecil.

"Sudah Sayang kalau enggak ingat jangan dipaksa. Tante kasih tahu deh ... Itu yang duduk di sebelah Om, adalah ... Alfin, anak Tante yang dulu sering bikin kamu nangis," ucap Tiara sambil menahan tawa, mengingat waktu silam. Syifa lihat, Alfin hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Mata Syifa langsung melotot sempurna. Benarkah itu Alfin? Alfin yang dulu selalu menemaninya? Dengan segera Syifa bangkit dari duduknya dan langsung saja berlari menuju Alfin untuk memeluknya. Dalam sela tangisnya Syifa berkata, "Kakak ke mana saja, aku kangen Kakak hiks ... hiks, sudah lama enggak ketemu Kakak, kenapa waktu itu Kakak ninggalin aku hiks hiks." Tangis Syifa yang masih memeluk Alfin.

"Maafin Kakak ya, 'kan Kakak harus ikut orang tua Kakak, jadi harus ninggalin kamu sendiri. Tapi sekarang Kakak kembali kok, sudah jangan menangis lagi ya." Alfin berusaha menenangkan Syifa, setelahnya melepaskan pelukannya. Semua yang melihat adegan itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sudah besar juga, masih menangis," cibir Fajar.

"Biarin."

"Ayo diminum, tehnya." Tiba-tiba Fitri datang membawa teh dan makanan ringan.

"Iya Fitri."

***

"Udah 'kan kangen-kangenannya, nih jadi dibahas kapan?" Potong Abi yang sedari tadi diam.

Abi mau bahas apaan sih, kok kelihatannya serius amat, jadi semakin penasaran deh, batin Syifa berkata.

"Tahu tuh biasa kalau ibu-ibu lama enggak ketemu, bicaranya panjang kali lebar," ucap Arman, yang lain tertawa.

"Nak ... Abi mau bicara sesuatu ke kamu, dulu waktu kamu masih kecil, sudah Abi jodohin sama Nak Alfin," ucap Zidan serius pada Syifa. Dia pun tersentak kaget mendengarnya.

APA? DIJO-JODOHIN SAMA KAK ALFIN? YANG BENAR SAJA, ABI ... jerit batinnya.

"Ta-tapi Bi ... 'kan Abi tahu aku masih sekolah, masih kelas 10 juga, lagian kalau sudah lulus aku enggak mau langsung nikah Bi." Syifa sungguh tidak percaya dengan perkataan Abinya. Bagaimana mungkin mereka menjodohkan dirinya di saat masih sekolah.

Lagian kenapa Abi main jodoh-jodohin aku segala, 'kan aku hanya menganggap Kak Alfin seperti Kakak sendiri. Ah Abi ... andai semua orang tahu jika hatiku masih berlabuh kepada orang lain. Aku enggak mau nantinya menyakiti hati lain. Ya Allah ... kuatkanlah hati ini ... jangan biarkan air mata ini mengalir dulu Ya Allah ..., batin Syifa sambil sesekali melihat ke atas supaya air mata tidak tumpah.

"Ya Sayang, Abi tahu kamu masih sekolah, Abi cuma mau kasih tahu aja ke anak Abi soal perjodohan ini Nak."

"Umi berharap kamu bisa menerima perjodohan ini, Sayang." Syifa yang tak tega melihat Fitri seperti ini, akhirnya dengan berat hati Syifa menerima perjodohan ini, walaupun hati sempat menolak. Dia melihat ke arah Alfin, tapi yang dilihatnya tidak mengatakan apapun. Menolak saja tidak. Syifa jadi berpikir apakah Alfin juga menyetujui perjodohan ini?

Apakah Syifa bisa menerima semua ini? Apakah nantinya Syifa akan bahagia jika menikah dengan seseorang yang selama ini tidak dia cintai? Syifa hanya bisa pasrah kepada Allah.

***

Jangan lupa vote nya ya😊 dan kritik sarannya 😊

Follow dulu ya😊

Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang