LM : 28

782 130 16
                                    

“Kak? Kamu di mana? Kok belum pulang juga sampai jam segini?” Suara bunda yang penuh kekhawatiran segera menyapa pendengaran Taehyung kala dia mengangkat telepon. “Ini udah malam lho, Kak. Kamu ke mana?”

“Maaf, Nda.” ujar Taehyung yang duduk di pinggir lapangan. Napasnya masih berkejar-kejaran. “Kakak sebentar lagi pulang, kok. Kakak habis latihan bareng temen-temen di lapangan.”

“Kak, jangan dibiasain sampai lupa waktu, lho.”

“Iya, Nda, maaf ....”

“Ya udah. Pulang sekarang ya, Kak?”

“Iya, Nda.”

“Hati-hati di jalan, jangan kebut-kebutan.”

Dan pukul sebelas malam, Taehyung baru menginjakkan kaki di teras rumahnya. Mengecek jam di pergelangan tangannya sekali lagi, lantas Taehyung raih kenop pintu rumah berukir rumit di hadapannya, yang ternyata tidak terkunci. Lampu rumah juga masih terang-benderang. Apa bunda belum tidur?

“Nda, Kakak pulang ....”

Tidak ada sahutan. Taehyung jadi mengernyit, meski tangannya dengan cekatan mengunci pintu dan mematikan lampu begitu dia beranjak. Cowok ber-hoodie hitam itu jadi melepas tas, menaruhnya asal ke sofa sebelum kemudian melangkah menuju sudut lain rumah. Pada kamar sang bunda yang pintunya sedikit terbuka.

Namun, saat tangan kanan Taehyung terulur untuk menutup pintu, lirih tangis dari dalam kamar berhasil menghentikannya. Tanpa bisa dicegah, Taehyung membeku di tempatnya berdiri. Lengannya yang berhenti di udara perlahan jatuh ke sisi tubuh, meski di detik selanjutnya kesadarannya kembali mengambil alih. Taehyung mengangkat wajah, membuka pintu lebih lebar hanya untuk menemukan bunda yang duduk di kasur dengan membelakanginya.

“Nda?” Taehyung buru-buru mendekat. Sewaktu dia duduk di samping bunda, ada bekas air mata di sana. Bunda sudah lebih dulu menghapusnya. “Nda, kenapa nangis?”

Bunda menggeleng, tersenyum tipis untuk menutupi perasaannya. “Nggak nangis, kok. Bunda kelilipan aja tadi.” Telapak tangan bunda mengelus punggung tangan Taehyung. “Lama banget kamu pulangnya, Kak.”

“Maaf, Nda.”

“Memangnya main selama itu nggak bikin capek?”

Taehyung menggeleng. “Kan ada istirahatnya.”

“Udah makan belum, Kak?”

“Udah, Nda.” jawab Taehyung lembut. “Nda sendiri udah makan atau belum? Kalau belum, ayo Kakak temenin.”

“Nda udah makan, kok. Bareng Heejin juga. Adik kamu tuh nyariin kamu dari tadi. Nanyain kenapa Kakaknya belum pulang-pulang.”

“Kangen sama Kakak mungkin ya, Nda?” tanya Taehyung hingga bunda tertawa.

Namun, tawa bunda perlahan mereda ketika netranya menatap Taehyung lebih dalam. “Kak, muka kamu kenapa?” Telapak tangan bunda menempel pada kedua pipi putranya, memperhatikannya lamat-lamat. “Kakak habis ngapain? Ini kenapa merah gini? Kakak berantem?”

“Nggak kok, Nda.” kata Taehyung cepat. Dia lupa soal kondisi wajahnya. Dan sekarang, Taehyung bingung harus berkata apa karena biasanya dia selalu menghindar dari orang rumah. “Tadi cuma ada salah paham dikit.”

“Sama siapa, Kak? Temen?”

Taehyung mengangguk saja.

“Ya ampun, harus banget berantem? Kamu jadi begini lho, Kak. Mau Nda obatin?”

“Nggak usah, Nda. Kakak nggak apa-apa, kok.”

“Beneran?”

Taehyung mengangguk. Lantas, tanpa aba-aba kedua lengannya terangkat demi memeluk bunda dari samping, menjatuhkan kepalanya pada bahu bunda. Tempat ternyamannya. “Maaf ya, Nda, udah bikin Nda khawatir.”

“Jangan minta maaf, Kak. Udah seharusnya Nda khawatirin anak sendiri. Tapi kamu beneran nggak apa-apa, kan?”

“Nggak apa-apa, Nda.” Taehyung menarik senyum. Masih di posisi yang sama, dia berujar, “Nda rindu sama ayah, ya?” Kemudian melirik sekilas ke pigura yang tergeletak di kasur, dimana senyum bahagia kedua orang tuanya terpotret dengan indah.

“Ayah kamu memang selalu bikin Nda rindu, Kak.” kata bunda sembari mengelus lengan Taehyung yang terbalut hoodie. “Tapi kan di sini ada kamu, jadi rindu Nda udah terobati.” Sudut bibir bunda tertarik ke atas, membentuk senyuman. “Kak ....”

“Iya, Nda?”

“Kenapa kamu bisa berantem?”

“Cuma salah paham, Nda.” ulang Taehyung, tak ingin membahas lebih lanjut. Dia takut bunda kecewa.

“Salah paham kenapa? Apa harus diselesaikan pakai kekerasan?”

Taehyung tak mampu menjawab. Dan sepertinya bunda mengerti akan reaksinya. Karena selang beberapa detik kemudian, bunda mengalihkan topik pembicaraan.

“Beberapa hari yang lalu, Om Sungmin cerita ke Nda.”

“Cerita apa, Nda?”

Kini, bunda menoleh dan menatap tepat pada netra sang anak. “Kamu yang lagi suka sama seseorang.”

Jelas, itu bukan pertanyaan.

“Kak, Nda baru sadar kalau kita tuh udah lama nggak kayak gini, ya? Nda terlalu sibuk sama urusan sendiri, sampai Nda lupa rasanya dipeluk Kakak kayak gini. Rasanya ngobrol yang bener-bener ngobrol sama anak sendiri.” Bunda menghela napas panjang. “Nda udah terlalu jauh sama kalian. Sama Kakak dan Heejin. Sampai hal seperti tadi, Nda malah tau dari Om Sungmin, bukan dari anak Nda sendiri.”

“Nda, nggak apa-apa, kok.” sahut Taehyung pengertian. Karena, bunda sendiri sibuk dengan pekerjaannya demi dirinya dan Heejin. Meskipun Taehyung tahu, di balik bunda yang banyak mengerjakan ini dan itu, bunda tengah mencoba mengalihkan perasaannya sendiri. Taehyung sering memergoki bunda dalam keadaan seperti yang disaksikannya tadi. Memeluk bingkai foto ayah, menangis sendirian.

“Maaf ya, Kak?”

“Jangan ngomong kayak gitu, Nda. Kakak ngerti, kok.”

“Kalau gitu ... boleh Nda dengar ceritanya langsung dari kamu?”

Mendengarnya, Taehyung justru menenggelamkan wajah di bahu sang bunda yang diam-diam mulai dijalari rona merah. Siapa yang tahu Taehyung yang terkenal kaku dan dingin, nyatanya bisa salah tingkah ketika di depan bunda.

“Kak, Nda baru pertama kali lho lihat kamu sampai kayak gini.” Bunda terkekeh hingga bahunya bergetar. Nampak takjub sekaligus tak percaya dengan sulungnya. “Cewek itu temen sekelas kamu?”

“Nggak, Nda.”

“Oh, beda kelas?” Ketika anaknya mengangguk, bunda melanjutkan, “Udah dipacarin?”

“Nda?” Taehyung sontak mengangkat wajah, memandang bunda kaget.

“Kenapa? Ada yang salah? Kaget banget kayaknya kamu, Kak.”

“Iya, Kakak lumayan kaget.” kata Taehyung jujur.

“Cewek yang mana sih, Kak? Nda pernah lihat nggak?”

“Kakak nggak tau Nda pernah ketemu dia atau nggak, tapi ... dia lucu, Nda. Kalau ngomong sama Kakak ... suka bengong dulu.”

“Suka bengong?” Bunda mengernyit sebelum tertawa. “Suka bengong gimana, Kak? Kamu ini ada-ada aja.”

“Iya, Nda. Suka nge-bug gitu.”

Lagi, bunda tersenyum. Melihat putra semata wayangnya bercerita dengan bolamata berkilat semangat, yang dimana hal itu jarang bunda lihat, bunda tahu kalau gadis yang ditaksir anaknya membawa hawa positif. Mungkinkah ini feeling seorang ibu?

“Kayaknya, cewek itu bikin kamu seneng, Kak.” Bersama tubuh yang menghadap Taehyung, bunda mengelus rambut putranya lembut. “Kakak tau kan kalau Nda akan selalu dukung Kakak? Asal itu bikin Kakak bahagia, bikin Kakak semangat belajar, kasih Kakak pengaruh positif, Nda akan setuju sama maunya Kakak.”

Karena bunda tahu betapa hancur putranya dulu.

Love Maze | VSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang