LM : 29

721 119 29
                                    

“Sus, ini boleh diganti yang baru nggak, sih? Yang ini kayaknya udah nggak bisa nyerap panas lagi, deh.”

“Boleh, kok. Kamu mau ini diganti aja?”

“Iya, biar cepet sembuh ini anak.”

“Ya udah, ini mau Suster yang gantiin atau kamu?”

“Aku aja, Sus. Makasih banyak ya, Sus.”

Sampai suster UKS keluar dan menutup tirai tempat Jisoo berbaring, gadis itu masih diam dan membiarkan Lisa mewujudkan kemauannya. Melepas dan mengganti plester kompres penurun panas dari dahinya, memberinya air mineral dan membujuknya untuk makan. Jisoo tidak tahu dia pingsan sampai berapa lama, hanya saja kala dirinya membuka mata, Lisa memang telah berada di sisi ranjangnya. Menunggunya penuh khawatir meski omelannya juga tidak absen di telinga.

“Ih, pelan-pelan, dong!” rengek Jisoo lemah, saat Lisa menempelkan koolfever di dahinya dengan sekuat tenaga.

“Ck, biarin!” balas Lisa masa bodo. “Lagian elu buat gue cemas mulu! Kan udah dibilangin dari awal, kalau nggak kuat tuh langsung ke UKS! Sekarang lihat kondisi lo. Maksa ulangan, terus tau-tau ada yang ngasih kabar kalau lo pingsan di tangga!”

“Maaf, Lis ....” kata Jisoo dengan bibir mengerucut. “Gue juga nggak tau kenapa bisa pingsan. Gue tadi cuma ngerasa oleng aja.”

Lisa menghela napas panjang. “Ya udah, sekarang makan. Habis itu minum obat.”

“Pahit Lis mulut gue.”

“Makannya sambil lihat gue, biar jadi manis.” ujar Lisa membuat Jisoo mendecak kesal. “Mau gue suapin apa nggak?”

“Nggak usah. Gue nggak selemah itu, ya.”

“Nggak lemah tapi pingsan.”

Bibir Jisoo jadi melengkung ke bawah. Dengan plester kompres yang menempel di dahi, Jisoo memperbaiki letak duduknya, menyandar pada bantal yang Lisa letakkan di balik punggungnya. Sepiring nasi beserta lauk-pauk sederhana berada di atas nakas, sementara di sampingnya ada dua bungkus roti, segelas air mineral dan teh manis hangat, pun tak lupa obat yang suster UKS berikan. Dari semua itu, Jisoo menyahut sepiring nasi yang Lisa ulurkan.

“Lo masih ngerasa pusing nggak?”

“Sedikit, sih.”

“Habis itu minum obat ya, Nyet. Nggak tega gue lihat lo sampai ngigau nggak jelas kayak tadi. Mana panas banget lagi.” Seraya mengeluarkan ponsel dari saku, Lisa melanjutkan, “Gue mau ngabarin Jiwon dulu. Tuh anak pasti heboh banget kalau nggak gue kabarin.”

“Tapi kan Jiwon lagi nggak sekolah?”

“Itu dia. Gue lupa, terus karena panik juga ya gue main telepon tuh anak aja. Niatnya buat nemenin gue ngejaga elu gitu. Nah, pas dia bilang lagi di luar kota, gue baru ingat. Ya udah, ujungnya minta kabarin lagi kalau lo dah bangun.” kata Lisa sembari mengetik di ponselnya. “Dah gue kabarin. Disuruh cepet sembuh lu.”

“Iya.” sahut Jisoo pendek. Beberapa menit lagi pasti chat Jiwon masuk ke ponselnya. “Eh, Lis, kalau gue pingsan di tangga kenapa kepala gue rasanya b aja, ya? Nggak ada benjol gitu? Badan gue juga rasanya nggak kayak habis jatuh. Atau---”

“Lo mau benjol?”

“Amit-amit, Lis.”

Lisa mendengus. “Lo belum sempat jatuh ke lantai tadi pas pingsan. Lagian udah keburu ditangkep  juga sama si Taehyung.”

“HAH?!”

“Hei, santai! Kenceng amat suara lu.” cibir Lisa dengan mata melotot.

“T-Taehyung?” tanya Jisoo ulang. Pupilnya terbelalak lebar. “Taehyung yang itu?”

“Ya iyalah Taehyung yang itu. Crush lo. Taehyung di GHS kan cuma dia.” kata Lisa sambil meraih satu bungkus roti dan menyobeknya.

“Gimana ... bisa?”

“Jodoh kali.”

“Ngada-ngada lu.”

“Dih, aminin, bego!” cerca Lisa sambil menunjuk-nunjuk Jisoo dengan roti yang baru digigitnya. “Waktu dia mau naik, dia ngelihat elu udah sempoyongan gitu di tangga. Terus nggak lama disamperin eh elunya udah keburu pingsan.”

Jadi, sosok yang sempat dirinya lihat itu Taehyung? “Gue kira itu Doyoung.” gumam Jisoo pelan.

Sepertinya Lisa tak mendengar yang barusan Jisoo gumamkan, sebab gadis langsing itu santai saja berkata, “Kata susternya, lo bisa sampai pingsan kayak gini tuh karena kecapekan deh, Soo. Lo juga kelihatan kurang tidur.”

Jisoo mengangguk jujur. “Belakangan gue memang susah tidur, Lis. Tau sendiri kan lo kalau gue lagi mikirin sesuatu gitu, bisa sampai susah tidur.”

“Lagian lu lagi mikirin apaan, Jisoo? Kesehatan lo tuh nomor satu!”

Jisoo mengulum bibir, menunduk dan menatap sepiring nasi yang baru tersentuh dua sendok. Gadis itu menghela napas panjang berulang kali sebelum akhirnya bercerita. “Sebenarnya ... tadi gue mimpi Doyoung ngomongin yang waktu itu, Lis.”

“Yang mana?” Alis Lisa bertaut bingung. “Ah, soal lo yang minta waktu buat yakinin perasaan lo ke Doyoung?”

Jisoo mengangguk. “Gue kepikiran itu terus belakangan ini.”

“Dan karena itu lo susah tidur?”

“Mungkin?”

Gantian Lisa yang menghela napas walau kini raut wajahnya nampak amat kesal. “Terus gimana?” tanya Lisa pelan. “Lo udah ambil keputusan? Kalaupun udah, memangnya lo udah yakin?”

Kata-kata Doyoung kembali berseliweran di kepalanya.

“Lo ... milih lanjut?” tanya Lisa hati-hati. Begitu Jisoo menatapnya dan seolah sukses memberi jawaban lewat telepati, Lisa kontan menyambung, “Mending pikirin lagi, Soo. Biar nggak ada yang nyesel di sini.”

“Perasaan lo pernah ngusulin ide ini deh, Lis. Kenapa sekarang malah nyuruh gue mikir ulang?”

“Ya karena gue pikir dengan lo sama Doyoung, lo bakalan happy terus. Tapi gue perhatiin, lo beda, Soo.”

“Siapa bilang?” Jisoo menyangkal. “Gue happy kok sama dia.”

“Jisoo, lo mungkin bisa bohongin perasaan lo. Tapi lo nggak bisa bohong sama gue.”

Jisoo tersentak.

“Ya ... oke, lo memang happy. Tapi maksud gue, apa lo tau perasaan yang lo rasain itu sesuatu yang beda? Happy karena lo nganggap dia sebagai cowok, bukan karena lo masih nganggap dia sebagai temen kayak biasanya, Soo.”

Jisoo jadi mengalihkan wajah, meremat tepian roknya guna menyalurkan perasaan asing yang kembali datang kala ucapan Lisa terasa menohoknya. Jisoo berdeham, berupaya tak termakan kata-kata Lisa dengan menggeleng keras, memikirkan semua usaha yang Doyoung kerahkan padanya selama ini. Namun, segalanya buyar sewaktu perasaannya tak tertahankan dan bibirnya memilih berkata, “Gue ... nggak yakin, Lis.”

Lisa diam mendengarkan.

“Lo tau kan kalau gue selalu ngomong kalau Doyoung itu baik banget sama gue? Gue nggak akan narik kata-kata gue karena Doyoung memang sebaik itu. Cara dia nge-treat gue, ngebuat gue ngerasain kalau gue disayang dan dihargai. Nggak ada yang salah sama dia.”  Jisoo menarik sudut bibir tipis. “Tapi, jujur gue ragu, Lis. Gue juga takut. Gue takut kalau perasaan yang selama ini gue rasain setiap sama dia itu bukan sesuatu yang Doyoung mau. Karena setiap sama Doyoung ... ada aja hal yang diam-diam ngebuat gue keingat sama Taehyung. Padahal, Taehyung bukan siapa-siapa gue. Sedangkan Doyoung lagi berusaha banget untuk bantuin gue.”

“Kalau gitu, ikutin maunya hati lo. Karena lo sendiri yang tau hati lo maunya apa.”

“Gue tau. Gue tau maunya hati gue.” balas Jisoo segera. “Tapi gimana sama Doyoung? Doyoung udah baik banget sama gue. Dia udah banyak berkorban buat gue. Kalau gue nggak nerima dia, usaha dia selama ini bakalan sia-sia, kan? Gue tau kalau gue memang bodoh banget. Plin-plan bukan main. Dan gue juga sadar kalau gue udah buat kesalahan besar di sini. Gue udah nyakitin dia, Lisa. Gue---”

“Tapi kalau lo nerima dia dengan alasan balas budi, bukannya itu bakalan lebih nyakitin Doyoung?” sahut Lisa, membuat Jisoo terdiam. “Omongin ini baik-baik ke Doyoung. Jujur ke dia. Gue yakin Doyoung bakalan nerima apapun jawaban lo. Sebelum lo berdua belum terlalu jauh, Soo.”

“Tapi gue nggak bisa ngelakuin itu, Lisa.”

“Nggak bisa ngelakuin apa, Soo? Lo bisa ngelakuin apa pun kalau lo mau. Lo punya pilihan buat ngelakuinnya.” ujar Lisa tegas.

“Dan gue juga punya pilihan untuk nggak ngelakuin itu.” sambar Jisoo kukuh. “Gue nggak bisa. Gue nggak akan biarin effort Doyoung berakhir sia-sia.”

“Terus kalau Doyoung tau soal ini?”

“Nggak akan. Gue bakal jaga ini baik-baik.”

“Memangnya lo bisa menjamin kalau usaha lo kali ini bakalan berhasil?”

“Harus, kan?”

“Keras kepala.” gerutu Lisa kesal. “Terserah lo, deh. Dibilangin ngeyel banget.” Kemudian, Lisa melipat tangan depan dada saat bertanya, “Jadi, kapan lo ketemuan sama Doyoung?”

“Pulang sekolah nanti. Di taman.”

“Memangnya lo udah bisa bangun? Mau gue temenin aja?”

Jisoo menggeleng. “Nggak usah, gue udah mendingan, kok. Lagian lo udah banyak bantuin gue.”

“Heleh, kayak sama siapa aja.” cibir Lisa dengan ekspresinya yang menyebalkan.

Jisoo tertawa geli. “Ya udah, balik sana ke kelas. Bentar lagi bel pergantian pelajaran.”

“Gue nggak boleh di sini aja gitu sampai pulang?”

“Nggak boleh. Balik sana!”

“Iya dah iya.” sahut Lisa menurut. Gadis itu sudah berniat bangkit sewaktu ponselnya berdenting, yang membuatnya mengeluarkan dari balik saku dan refleks menepuk dahi kala membacanya. “Gue lupa lagi njir ngabarin ini orang.”

“Ngabarin siapa?”

“Taehyung.”

Jisoo terkejut dalam diam.

“Bentar ya, Soo. Gue balas dulu.” Seusai sibuk sendiri dengan ponselnya, Lisa mengangkat wajah dan balas menatap Jisoo. “Gue nggak tau ini penting atau nggak bagi lo sekarang. Tapi mending gue kasih tau biar lo nggak mati penasaran.”

“Apaan?” tanya Jisoo berlagak tak acuh.

“Taehyung nanyain keadaan lo.” ucapnya yang tak gagal membuat pupil Jisoo melebar. “Terus tadi kata suster, pas lo ngingau karena demam tinggi, tuh anak ngerusuhin suster untuk terus minta periksain kondisi lo, bikin suster nggak bisa istirahat karena tuh anak sibuk nanyain ini-itu. Taehyung yang selama ini gue lihat kalem, ternyata punya ekspresi selain datar pas gue datang ke sini. Mukanya kelihatan khawatir banget dan dia baru balik ke kelas pas gue datang. Kata suster, Taehyung memang nggak mau ninggalin UKS sampai ada yang nemenin lo. Kalau lo tanya motifnya apaan, gue juga nggak tau.”

“....”

“Gue tau lo lagi bingung karena pasti menurut lo itu aneh. Gue tau. Memang aneh banget. Tapi itu yang suster ceritain pas lo belum sadar. Kalau nggak percaya, lo bisa tanya langsung ke suster.” Lisa menarik senyum, meski kini Jisoo tidak tahu maksudnya apa. “Terus, nasi yang elu makan, dua bungkus roti sama air di nakas itu juga dari dia. Dibeliin langsung ke kantin.”

Sekarang, Jisoo tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak berceletuk, “Ngapain?”

Lisa mengedikkan bahu saja. “Entahlah. Anggap nggak pernah terjadi aja kan, ya? Karena kan lo sendiri mau fokus ke Doyoung.”

Lalu, gadis itu langsung berpamitan pergi, tak merasa berdosa bahwa ucapannya memunculkan tanda tanya besar di kepala Jisoo, dan tak mengetahui seusai dia keluar dari UKS, sosok Doyoung yang mendengarkan percakapan mereka muncul dari persembunyiannya.

Love Maze | VSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang