"Kantin yuk, Soo? Bosen gue lama-lama di kelas."
"Mager, Lis."
"Mager apa mager? Jisoo, udahlah nggak usah dipikirin terus. Gue nggak suka nih lihat lo yang muram kayak gini. Berasa nggak ada cowok lain aja di dunia ini."
"Kalau ngomong tuh memang gampang ya, apalagi kalau belum pernah ngerasain."
"Ck, nggak gitu. Ah au ah sekarang baperan mulu Mbaknya." Adalah kalimat terakhir Lisa sebelum gadis itu sibuk bersama ponselnya. Cibiran Lisa memang tak lupa dilontarkan, tetapi gadis itu juga tak beranjak pergi ke kantin, melainkan duduk menemani Jisoo yang sedang dalam kondisi hati tak baik.
"Siapa, tuh?"
"Hih, nggak boleh lihat-lihat! Rahasia negara, nih!" kata Lisa sambil menjauhkan tubuh, sementara ponsel di tangannya dia tempelkan di depan dada.
Jisoo hanya mendengus, diam-diam berterima kasih karena Lisa tak lagi membahas hal yang malas dibicarakan Jisoo dan mau menemaninya di kelas. Usai melirik sekilas pada Lisa yang menatapi sebuah ruang obrolan di ponselnya sendiri, Jisoo menjatuhkan kepala pada lipatan lengan di atas meja, lalu memandangi jendela kelasnya.
Meskipun melalui perantara, Jisoo bisa tahu kalau siang itu langit terlihat cerah. Seharusnya Jisoo juga bisa merasakan atau paling tidak membagikan perasaan gembira seperti temannya yang lain, karena kondisi langit semacam ini baru kembali menyapa Bumi alias beberapa hari ke belakang hanya dihiasi rintik hujan.
Namun raut wajahnya tak bisa berbohong, seakan menolak Jisoo untuk menampilkan aura bahagia yang sama. Gadis itu hanya menampilkan senyum tipis ketika teman sekelasnya menanyakan kenapa gadis itu terlihat tak seperti biasanya, lalu memilih merenung seorang diri hingga tanpa sadar kelas cuma terisi lima sampai tujuh orang─termasuk dirinya dan Lisa. Ya, bertepatan dengan jam kosong di jadwal pelajaran terakhir, teman-temannya semakin semangat untuk menghabiskan waktu di luar kelas. Jisoo tak paham bagaimana jalan pikir mereka yang seolah-olah tak takut dengan guru BK sekolahnya yang bisa muncul dimana dan kapan saja.
Soal sweater biru gelap yang wanginya bikin Jisoo serasa melayang, lupa dibawanya dan Jisoo belum menemukan tata cara memulangkannya dengan baik dan benar. Entah berapa hari dia habiskan hanya untuk memikirkan cara memulangkannya, tetapi yang jelas, hingga hari ini dia belum mendapatkan pencerahan sedikit pun.
Pada awalnya, Jisoo sempat terpikir untuk tak memulangkannya atau pura-pura lupa saja kalau sweater Taehyung ada bersamanya. Karena sweater itu pasti terkena noda merahnya, dan mau dicuci sampai warna sweaternya pudar pun, tetap saja rasanya bakalan aneh. Untuk opsi kedua, setelah dipikir ulang, sepertinya tak akan Jisoo pilih karena logikanya menolak berkompromi. Mana bisa dia pura-pura lupa akan hal itu sementara 'tragedi noda merah' itu masih terbayang di kepalanya.
Sampai sini, semoga Taehyung paham dengan kondisi Jisoo yang belum merasa siap untuk menampakkan diri di hadapannya.
Oke, pikirkan itu nanti. Karena tepat ketika Jisoo menegakkan tubuh, ponsel di laci mejanya terasa bergetar. Dengan segera Jisoo meraih ponselnya, melihat sebuah pop up message yang muncul sebelum kemudian memilih membuka ruang obrolan langsung.
Kim Doyoung : Jisoo
Kim Jisoo : Kenapa, Doy?
Kim Doyoung : Jangan cemberut mulu
Jisoo melebarkan mata, mengernyit dan membaca ulang pesan cowok itu. Doyoung baru saja lewat kelasnya, ya? Makanya tahu kalau ekspresi Jisoo sama persis dengan yang dikatakannya. Tapi, Doyoung itu anak S dan gedung kelasnya tidak sama dengan gedung kelas Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Maze | VSOO
FanfictionFaktanya, Jisoo memang mengagumi Taehyung si Kapten SB. Suka mandangin diam-diam selama satu tahun lebih, namun akhirnya ketahuan karena kecerobohannya sendiri. Pilihan Jisoo hanya ada dua saat itu : mengaku atau mengelak. Dan Jisoo memilih opsi y...