LM : 32

1K 113 35
                                    

“Si Daejung ke mana, Joon? Dari tadi nggak nongol-nongol.”

“Nggak tau.” Pada Jinhyun yang muncul tiba-tiba, Yoojoon mengedikkan kedua bahunya. “Daejung nggak ada ngabarin lagi ada di mana, tapi katanya sebentar lagi balik.”

Jinhyun menganggukan kepala. Gerakannya dapat Yoojoon tangkap dari tempatnya duduk. “Lo ke depan kali, Joon. Anak-anak baru order pizza, noh! Daripada duduk sendirian di sini.”

“Iyeee, duluan aja.”

“Nggak enaklah kalau nggak bareng-bareng.” Cowok berbadan berisi itu separuh merengek, membuat Yoojoon menyempatkan diri untuk melempar ekspresi jijiknya. Padahal, dia tengah sibuk dengan handphone-nya. “Lagian lo lagi ngapain, sih? Dari tadi nggak siap-siap main handphone-nya. Di sini lagi.” Netranya memindai area ruang makan. “Betah banget.”

Memang, sedari mereka tiba di rumah Daejung, Yoojoon lebih memilih mengasingkan diri dari keramaian di ruang tengah. Daejung tidak berada di rumah, namun mereka berhasil masuk sebab seperti biasa, si Pemilik rumah selalu meninggalkan kuncinya di bawah pot bunga.

Rumah Daejung senantiasa kosong. Jika tidak ada mereka, maka hanya ada Daejung di sana. Sendiri, tanpa siapa-siapa. Itu pun kalau Daejung mau lantaran Daejung lebih sering menginap di rumahnya ataupun Jinhyun. Ibu Daejung telah tiada sejak beberapa tahun lalu, sementara keberadaan sang ayah entah di mana. Dan, abangnya ... mereka semua tahu di mana laki-laki itu berada.

“Woi! Ayo, ih!”

Panggilan itu membuatnya keluar dari lamunan. “Duluan aja elah! Ada yang mau gue kerjain.”

“Ngerjain apaan, dah? Jangan banyak alasan lo.” Telunjuk Jinhyun mengacung ke depannya. “Atau jangan-jangan ... lo udah punya pacar, ya?”

Mendengar keanehan dari nada suara temannya yang agak lembek itu, Yoojoon jadi mengangkat alis. “Apa sih, Nyet? Memangnya kenapa kalau gue udah punya pacar? Kenapa seakan-akan lo tuh ... kecewa kalau gue ada pacar?”

“Jadi lo beneran udah punya pacar?!”

“Punya aja kagak!”

“Seriusan lo?!” Jinhyun kelihatan tak percaya.

“Ya serius lah! Memangnya kenapa, sih?!” Yoojoon jadi kesal sendiri. “Jangan bilang kalau lo gay?! Kalau iya, oke, gue ... nggak masalah. Gue menghargai lo. Tapi jangan ke gue dong, Nyet! Gue─”

“KAGAK YA ANJRIT!” Jinhyun memotong ucapan Yoojoon setengah emosi, sebab setengahnya lagi dia salurkan dengan menggebrak meja. “GUE NORMAL! MASIH SUKA CEWEK! MANTAN GUE, YANG CEWEK ADA TIGA!”

“Yang cowok?”

“NGGAK ADA LAH, ANJING!”

“Oke, oke. Gue ... percaya.”

Jinhyun mengembuskan napasnya kasar, nyaris menyerupai banteng yang tak sabar ingin menyeruduk. “Buat emosi Zayn Malik aja.”

“Zayn Maling sih lebih cocok.” Ketika Jinhyun melotot dari seberangnya, Yoojoon langsung nyengir kuda. “Bercanda. Lagian elu ngapain sih pakai nanyain yang begituan?”

“Ya gue takut aja nggak punya temen sesama jomlo lagi, Joon. Masa gue harus nontonin si Kribo pacaran sama ceweknya mulu? Peluk-pelukan, terus tangannya di mana-mana. Sialnya, selalu di depan mata gue lagi. Gue kan ... iri. Tuh, lo lihat aja di ruang tengah.” Rasa jengkel yang amat besar terlihat dari ekspresinya. “Kalau ada elo kan seenggaknya gue ada temen.”

“Dih najis!” cerca Yoojoon spontan. “Temen-temen lo banyak noh yang jomlo. Nggak usah seret-seret gue, deh.”

“Tapi kan elo bestie gue.”

Love Maze | VSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang