End.
|| Hiraeth (Sequel of this story) Pdfnya ready ya. Yang berminat bisa langsung cek part terakhir. ||
Semakin rasa itu tumbuh, maka tubuh akan semakin didera rasa sakit yang sama besarnya.
[Hajeongwoo story] [Mpreg]
Ft.Yedam
//note : hanya sebu...
Apa kabar? Dua hari ga up, jadi kangen sama selirku sekalian wkwk.
So, sayangku semua.... Happy reading~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara rintik air hujan yang turun semakin deras menjadi satu-satunya pemecah keheningan. Kedua tungkai panjangnya melangkah menaiki setiap anak tangga mengabaikan tetesan air yang jatuh dari sekujur tubuh basah kuyupnya.
Begitu sampai di depan pintu berwarna hitam pekat yang menjadi tujuannya, Haruto mengulurkan salah satu tangannya dengan perlahan guna membuka pintu. Hal pertama yang menyambutnya adalah suasana gelap kamarnya yang sudah lama tidak dikunjunginya.
Tanpa berniat menyalakan lampu terlebih dulu, Haruto kembali melangkah mendekat ke arah tempat tidur kemudian merebahkan tubuh mungil Jeongwoo dengan perlahan.
"Selamat malam, maaf karena sudah melibatkanmu." bisiknya pelan sebelum beranjak menjauh, atau lebih tepatnya mendudukkan dirinya pada salah satu sofa yang letaknya di depan tempat tidur.
Satu helaan nafas berat berhasil dihembuskan bersamaan dengan punggung tegapnya yang bersandar pada kepala sofa. Netranya memejam erat saat kepalanya mulai berdenyut sakit.
Bayangan dimana Jeongwoo terisak keras di dalam pelukannya kembali berputar. Bagaimana pemuda yang berstatus sebagai sekertarisnya itu memukuli dada bidangnya membuat Haruto kembali merasa bersalah.
Meskipun Jeongwoo seorang pria malam, meminta seorang anak dengan uang sebagai bayarannya tetaplah bukan hal yang manusiawi. Tapi Haruto bisa apa? Dirinya hanya ingin melihat senyum bahagia milik Yedam yang pastinya akan terukir kalau seorang anak hadir diantara mereka kelak.
"Sayang, aku menginap di kantor malam ini. Ada beberapa berkas yang harus aku selesaikan."
"Benar karena pekerjaan? Bukan karena marah denganku?"
Senyum tipisnya terukir saat telinganya menangkap nada merengek milik suami manisnya dari seberang sana.
"Kapan aku bisa marah padamu? Jangan terlalu berpikiran buruk. Istirahatlah, aku akan pulang besok pagi."
Tepat setelah Yedam mengucapkan selamat malam sebagai penutup, panggilan keduanya langsung diputus oleh Haruto. Netranya memejam erat dengan telunjuk juga ibu jarinya yang bergerak untuk memijat keningnya yang kembali berdenyut.
Untuk saat ini dirinya memilih berbohong. Haruto tidak mungkin mengatakan pada Yedam tentang Jeongwoo melalui panggilan, terlebih lagi suami manisnya itu akan bertanya banyak hal tentang Jeongwoo.