[Chapt 16] 🕊

3.3K 500 125
                                    

©Haruwoo_o present

The Truth Untold
[Hajeongwoo story]

.
.
.

Hai, dear? Long time no see, right?
Anw, I miss you so bad darl...

And yeah, Happy reading~

Membuka tirai berwarna abu pekat pada jendela kamarnya, netra cantik miliknya lantas terpaku pada langit malam di atas sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Membuka tirai berwarna abu pekat pada jendela kamarnya, netra cantik miliknya lantas terpaku pada langit malam di atas sana. Mengambil satu langkah mendekat, kini posisinya tepat berada di depan jendela besar kamar barunya. Kedua tangannya terulur guna membuka jendela kamarnya, membiarkan angin malam menyapa dirinya dengan ramah.

Kabar yang didengarnya siang tadi seharusnya menjadi hal paling membahagiakan baginya, karena sebentar lagi tugasnya akan selesai. Namun entah apa yang terjadi pada dirinya saat ini, karena sungguh rasa sesaknya tak bisa dipungkiri.

"Selamat tuan, saat ini ada kehidupan lain yang harus anda jaga."

Kalimat itu terus terngiang memenuhi pendengarannya. Bahagia? Jelas sempat dirasakannya. Namun tidak dalam waktu yang lama karena selanjutnya bayang-bayang tentang perjanjian yang dibuatnya ikut datang menyerang bagai kenangan buruk.

Tanpa sadar, pelupuk mata cantiknya mulai penuh sebelum menumpahkan telak air mata yang kini sudah membasahi kedua pipinya. Bersamaan dengan langit yang ikut menangis seolah merasakan bagaimana sesak yang dirasakan olehnya. Suara gemericik air hujan yang turun semakin deras, sukses meredam isakan kecil yang mulai keluar dari belah bibir pucatnya.

"Kenapa rasanya sesakit ini?" lirihnya sembari memukul pelan dadanya. Berharap rasa sesak yang kini menyerang mau sedikit berkurang.

Ini memang sudah menjadi hal yang dipertaruhkan olehnya di dalam perjanjian. Dimana dirinya tak pernah membayangkan kalau sesaknya akan semenyakitkan ini. Tapi apa daya? Disini dirinya juga ikut mengambil keputusan ini secara sadar dan dia melakukan ini semua demi semestanya yang kini kembali tersenyum padanya.

"Kenapa melamun di depan jendela yang terbuka begitu?"

Suara berat yang tak asing lagi pada pendengarannya itu, membuat si manis segera menghapus kasar jejak air mata yang membasahi wajahnya. Menutup jendela juga tirai abunya, Jeongwoo lantas membalik tubuhnya dan mendapati sang suami yang berdiri tepat di ambang pintu kamarnya.

"Siapa bilang aku melamun? Jangan sok tau." elaknya dengan raut sinis yang dibuat-buat.

Namun yang menjadi lawan bicara memilih tak menanggapi lebih. Haruto mengambil langkah mendekat kemudian menyerahkan segelas susu putih hangat pada Jeongwoo yang langsung disambut oleh dengusan malas oleh si empunya.

"Diminum ya? Yedam bilang kalau kalian sempat bertengkar kecil, jadi dia memintaku datang kemari dengan susu yang sekarang ada di tanganmu itu."

Mendengar nama suami manis pertamanya yang baru saja disebutnya tadi, tanpa protes lagi Jeongwoo segera menegak habis susu hangat yang dibawanya meski dengan kerutan yang tercetak jelas pada keningnya. Membuat yang lebih tua terkekeh pelan karena merasa gemas.

The Truth Untold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang