35 || Panggil Zyan Abang!

6.4K 643 149
                                    

Zyan mengucek matanya pelan, melirik kesamping kanannya, yang ternyata Alan masih terlelap dalam mimpinya. Zyan sesekali menguap, duduk untuk beberapa saat, mencoba mengumpulkan nyawa yang sedari tadi terbang entah kemana.

Setelah terkumpul semua, Zyan menyibakkan selimut dari tubuhnya, memakaikan sepenuhnya selimut itu kepada Alan.

Zyan berjalan keluar dari kamar, dengan mata sipit sesudah tidur memperhatikan sekitar.

Saat melihat mama dan papanya duduk di meja makan, Zyan berniat untuk berjalan kearah kedua orangtua biologisnya itu. Dengan hati hati Zyan menuruni tangga, tidak ingin membuat keributan dipagi yang cerah ini karena ia jatuh terpeleset ditangga.

Zyan menghampiri mama dan papanya dengan muka bantal khasnya.

"Pagi mama. Pagi papa," sapa Zyan dengan suara seraknya.

Keduanya menoleh, lalu melemparkan senyum tipisnya kepada putra sulung mereka. "Pagi abang." Entah mengapa mereka bisa menjawabnya dengan serentak.

Zyan duduk disalah satu kursi, lalu menelungkupkan wajahnya diatas meja. Memejamkan matanya, tidak tau tempat tidur dalam keadaan seperti ini. Kalau begini ceritanya, lebih baik Zyan tadi lanjut tidurnya di kamar ajakan. Jadi, nggak nyusahin orang deh.

"Abang kalau mau tidur dikamar aja sana," ujar Alena.

Zyan berdeham enggan, "hmm, Zyan nggak mau tidur," gumam Zyan dengan mata tertutup. Nafasnya terdengar teratur. Sepertinya Zyan sangat menikmati rebahan diatas meja yang kini tengah ia lakukan.

"Kalau enggak mau tidur lagi, mending abang cuci muka dulu deh." Alena kembali berucap. Tapi lagi lagi hanya dibalas dengan dehaman singkat oleh Zyan didalam keadaan setengah tidurnya.

Erik akhirnya mengambil alih.

Sang kepala keluarga itu bangkit dari duduknya, lalu membawa Zyan dalam gendongannya, kini ia tengah membawa sang anak kearah wastafel untuk memcuci mukanya seperti yang dikatakan sang istri.

Zyan bukannya terganggu, malah semakin menenggelamkan wajahnya kedalam ceruk leher papanya. Memcari kenyamanan disana, yang membuat Zyan merasa semakin ngantuk.

Saat sampai di wastafel, Erik menurunkan Zyan, lalu menolong anaknya itu untuk membasuh mukanya.

"Nih, keringin dulu mukanya." Erik menyodorkan handuk kecil kepada Zyan. Zyan lalu menggunakannya seperti yang Erik mau, mengeringkan mukanya yang baru saja siap dicuci.

Sekarang muka Zyan sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Keduanya kembali ke meja makan.

"Alan masih tidur ya bang?" tanya Alena sesaat setelah Zyan mendudukkan tubuhnya pada salah satu kursi di meja makan tersebut.

Zyan mengangguk singkat, lalu menguap setelahnya.

"Besok hari kelulusan kan? Udah disiapin semua perlengkapannya?" tanya Alena lagi kepada Zyan yang tampak masih setengah mengantuk, padahal baru saja cuci muka.

"Udah ma."

"Abang mau lanjut sekolahnya dimana?" tanya Alena.

Zyan tampak diam sebentar, memikirkan jawaban dari pertanyaannya mamanya itu. Seperti yang kita tau Zyan tidak berniat satu sekolah dengan Alan, jadi ia akan memilih sekolah yang kemungkinan Alan tidak akan bersekolah disana.

"Kayaknya di Xander's high school deh," jawab Zyan memutuskan jawabannya.

"Serius? Sekolahnya cukup jauh loh dari rumah kita. Katanya juga untuk masuk sekolah itu cukup sulit. Abang yakin mau disana? Kenapa nggak bareng Alan aja?" Alena berucap khawatir.

My Cute Big BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang