38 || Sup Kacang

3.9K 349 32
                                    

"Eughhhh."

Zyan perlahan membuka matanya. Netranya berusaha untu secepat mungkin merespon serbuan cahaya yang masuk. Zyan mengerjab beberapa kali untuk membiasakan dirinya pada cahaya.

Dirinya terdiam beberapa menit. Seperti tengah loading dan membiarkan kesadarannya pulih 100%

Zyan setelahnya hendak menggerakkan tubuhnya. Tapi akhirnya tersadar kalau kini tubuhnya tengah di tahan sesuatu. Untuk itu Zyan melihat kesamping, ternyata di sampingnya ada Alan yang ikut tidur bersamanya. Zyan kadi ragu untuk kembali menggerakkan tubuhnya. Takut Alan terbagun.

Kejadian beberapa jam yang lalu kembali terputar di pikirannya. Itu membuat Zyan semakin was was terhadap Alan yang tengah tidur tenang disampingnya. Walau begitu Zyan tetap takut.

Tubuhnya sudah kaku, ia ingin bergerak tapi takut Apan akan bangun karena gerakan kecil darinya. Zyan tau kalau Alan itu mudah sekali merespon gerakan atau suara kecil walau ia lagi tidur. Indranya akan lebih sensitif kalau lagi tidur. Karena itu Zyan berusaha untuk tidak membuat gerakan apapun.

Rasanya tidak nyaman dipeluk begini.

Tapi juga ia tidak tau harus apa kalau sampai Alan terbangun.

Akhirnya Zyan memilih untuk diam saja sampai Alan bangun dengan sendirinya. Ia tidak tau nanti mood Alan bagaimana kalau bangun. Bagus kalau moodnya lagi baik, kalau buruk bisa habis Zyan dibuatnya. Lebih baik ia cari aman saja.

Mungkin Alan bangun tidak lama lagi.

***

Alan belum bangun.

Sudah lebih dari satu jam Zyan menunggu dengan posisi yang sangat tidak nyaman ini.

"Mau pipis," batinnya.

Zyan dengan ragu melirik kearah Alan yang masih tertidur pulang sambil memeluknya. Bibir Zyan melengkung sedih, ia ingin membangunkan Alan tapi takut. Di sisi lain Zyan kebelet pipis juga, tidak mungkin ia pipis di sini.

Zyan mencoba menahannya sebentar lagi.

Siall, rasanya semakin di tahan semakin sesak. Zyan benar benar kebelet pipis. Biarlah ia coba untuk bangunin Alan aja.

"A-alan, bangun," bisik Zyan pelan sambil membuat gerakan kecil.

Benar saja Alan merespon, suara erangan Alan membuktikan kalau ia terganggu. Alan mengeratkan pelukannya pada tubuh Zyan.

"Lan, abang mau pipis. L-lepasin dulu pelukannya," cicit Zyan takut takut. Melihat Alan membuat matanya dan melirik tajam kearahnya. Zyan menegak ludahnya gugup, ia kepikiran Alan beberapa jam lalu. Tapi Zyan benar benar sudah tidak tahan lagi.

Meski begitu, bukannya melepaskan Zyan, Alan malah sebalin mengeratkan pelukannya.

Zyan takut juga prustasi, pipisnya ga bisa di tahan lagi.

"Hweee Alan lepasss, udah mau keluar."

Alan terkekeh geli. Abangnya ini memang lucu kali. "Ga mau, tahan dong katanya udah gede."

"Alann, ga bisaa, Zyan ga bisa tahan Alan. Hik u-ugg ayo lepasin."

Zyan merusaha melepaskan pelukan alan sambil tetap menahan hasratnya untuk buang air kecil. Alan ini memang suka sekali menggodanya, ga tau kondisi. Udah jelas kondisi Zyan lagi di ujung tanduk, masih sempat sempatnya di jahilin.

Mata Zyan berkaca kaca melihat kearah apan, meminta untuk di lepasin.

Alan tersenyum gemes. Memang lucu banget si Zyan, kenapa ga lahir jadi adiknya aja sih. Dengan gitu Alan punya wewenang penuh untuk ngatur ngatur Zyan. Yahh, walau begitu Alan tidak punya penyesalan apapun dengan Zyan menjadi kakaknya. Setidaknya selain Zyan yang tidak ingin lagi bergantung padanya. Alan akan pastikan kalau kakaknya ini akan selalu membutuhkannya kapanpun itu.

My Cute Big BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang