"Taeyong!"
Suara itu datang dari wanita paruh baya dengan wajah blasteran Asia Timur dan Eropa. Taeyong otomatis tersenyum mengetahui Ibunda Lisa memanggil dirinya. Namun dahinya mengerut bingung dengan tatapan cemas dan khawatir di hadapannya.
"Iya, Tante." Taeyong membungkuk hormat lalu meneggakan diri. "Lisa mana?"
"Apa kamu tahu Lisa ada di mana? Sejak kemarin dia belum pulang." Clarissa bertanya sembari matanya bergerak gelisah di antara lalu lalang siswa. Ia menatap Taeyong cemas. "Dihubungi berkali-kali juga percuma. Tidak diangkat sama sekali. Coba kau hubungi, barangkali ponsel tante bermasalah."
Taeyong terkejut tentu saja. Bahkan jika lengannya tidak diguncang pelan oleh Clarissa, mungkin ia masih dalam keterkejutan luar biasa.
Di mana Lisa?
Saku celana ia rogoh untuk menggapai ponsel. Panggilan cepat nomor 4 segera ditekan, ia turut khawatir. Tidak mungkin Lisa kabur dari rumah. Gadis itu dekat dengan keluarganya, tidak ada permasalahan kecuali. . .
. . . apa mungkin ini karena rasa cinta gadis itu padanya?
Tidak. Lisa tidak mungkin sebodoh itu meninggalkan keluarganya demi menenangkan diri. Segala kemungkinan yang diterka Taeyong sama sekali tidak cocok dengan segala sifat baik dan bijak yang begitu matang dari gadis cantik itu.
Tidak mungkin . . .
Oh, Ya Tuhan. . .
Lisa-nya.
"Bagaimana? Belum diangkat juga?"
Pertanyaan penuh nada khawatir tersebut diabaikan Taeyong. Tangannya lemas, matanya berkabut. Tidak mungkin ini karena dirinya.
Ia tidak menghiraukan panggilan Ibunda Lisa, sementara kakinya berlari kesetanan menuju tempat pertemuan terakhir kali mereka. Ya, kemarin sore keduanya bertemu di rooftop sekolah.
Bersua terakhir kali. Tanpa ada saling tatap lagi. Tidak ada lagi candaan ringan mereka. Benarkah?
Jika biasanya Taeyong mempertahankan kebenaran, kali ini Taeyong harap ia salah besar. Tapi harapan itu sepertinya merupakan kesalahan.
Kalimat Lisa berdengung dalam kepala Taeyong. Entah mengapa hatinya sangat remuk dengan praduga buruk yang kali ini berpresentase lebih dari sembilan puluh persen adalah kebenaran.
"Tidakkah kali ini aku sudah overdosis ucapan terimakasih dan maaf? Hentikan! Kau membuatku merasa kau akan mati esok hari!" protes Lisa. Diiringi kekehan ringan di akhir.
"Kalau ternyata ucapanmu benar, aku yakin hari ini adalah obrolan paling berkesan untukmu."
Lutut Taeyong lemas kala melihat pembatas besi itu remuk. Di sana mereka terakhir berbincang ringan. Kesan membekas baginya sekaligus penyesalan mengapa ia menuruti kemauan gadis itu. Ulu hati begitu sakit, darahnya berdesir cepat, dan bayangan Lisa dibunuh perempuan ular itu terpampang nyata.
"Vampir sialan."
"Siapa yang kau sebut sialan?"
Taeyong menahan diri untuk tidak memukul perempuan tidak tahu diri bernama Seulgi. Jemarinya menyatu, menggenggam amarah agar tidak meledak begitu saja.
"Christ-oke maksudku Tom Hunter."
Taeyong segera berbalik saat bibir itu memanggil nama kecilnya.
"Kau marah? Cih, tidak seharusnya kau berperilaku seperti bocah ingusan. Gadis itu terlalu banyak tahu tentang dunia yang tak seharusnya ia ketahui, apalagi sampai ia jamah." Seulgi berucap serius. Kau tahu betul apa konsekuensi yang harus diterima.
Mata sipit nan tajamnya masih menatap sosok Taeyong datar. "Berhentilah menjadi sok tahu. Kau dan klanmu sangat bodoh mudah menerima manusia setengah vampir seperti Michael. Bahkan kalian melindunginya?" Seulgi tertawa meremehkan. "Kerja sama yang buruk."
"Diam, Seulgi. Kau tidak tahu apa-apa," Taeyong menahan amarah sekuat mungkin, enggan menerima umpan Seulgi yang beracun. Perempuan itu sedang memancingnya.
"Aku tahu Michael ada di rumahmu. Untuk apa? Rahasia ahli nujum klan vampir tentang pemimpin akhir di dunia? Aku yakin itu Vante, calon suamiku."
"Vante bukanlah mate-mu. Bermimpilah. Rafael telah tiada dan seharusnya kau pun mati."
Seulgi membulatkan mata. Tak ada satupun orang yang tahu tentang Rafael. Sekalipun Vante, ia sama sekali tidak tahu siapa pasangan sejati dirinya yang telah tiada. Pun Vante tak pernah sekalipun mengungkitnya.
Vante hanya meyakini apa yang diucapkan lisan Seulgi.
"Baru kali ini aku melihat vampir yang tidak setia dengan mate-nya. Membunuh Rafael saat kalian bercinta lalu mengambil darah beserta kekuatan sihirnya. Kau benar-benar gila."
Mereka saling tatap, hingga Taeyong menolehkan kepala ke pintu rooftop yang tiba-tiba terbuka. "Jisoo. . ."
"Oh, Taeyong?" Gadis berpeluh di dahi itu menyapa canggung.
"A-aku mengganggu kalian? Maaf. Tadi Ibu Lisa memintaku mencarimu. Ternyata kau di sini. Nanti kusampaikan padanya."
Jisoo yakin, dia tidak salah dengar. Ayahnya bersama Taeyong, lelaki yang disukai Lisa. Sekaligus beberapa hal yang sebenarnya menjadi pertanyaan besar.
Sebenarnya mengapa ia bisa dalam ruang lingkup dunia abnormal Vante dan kawanannya?
Dan rahasia apa yang tadi sempat sayup-sayup didengar oleh inderanya?
Apakah sang ayah menyembunyikan sesuatu?
Jisoo tak ada asa apa pun kecuali satu . . . ia tidak ingin berperan dalam dunia mereka.
Mustahil!
Jisoo, kan hanya manusia biasa, murni.
###
Berapa abad ngga update? 🤣
btw makasih yang udah mau nungguin cerita ini.
See you next time!
👇Jangan lupa vote gaiss
KAMU SEDANG MEMBACA
LURK (VSoo vers.)
Mystery / Thriller"Tapi tidak, sekali pun tidak akan pernah terjadi. Kuhentikan segera sebelum ketakutanku menjadi nyata, kehancuran semesta." (school, fiction, vampire)