10

563 103 15
                                    


"Dari mana saja kau, huh?"


Anjing khas Pomeranian itu diangkat ke atas dengan dua tangan layaknya bayi. Begitu gemas karena ia telah menghabiskan banyak waktu untuk mencari. Ternyata anjing kecil itu bermain-main di sebuah rumah yang sudah tak layak pakai.


Sayap hitam muncul dari balik punggung, hendak menjelajah langit malam lagi. Namun gagal terbang saat anjing dalam dekapannya menggonggong keras dan memberontak turun.


"Ya! Kemana kau anjing kecil?!"


Mengesalkan, apa ia bunuh saja?


Sayap milik Vante terkatup dan menghilang dalam sekejap. Mengikuti jejak kecil anjing peliharaannya yang baru ia urus seminggu terakhir.


Memasuki rumah tak layak huni, lelaki bertubuh tegap itu menjetikkan jari. Walau mampu mendeteksi keadaan sekitar tanpa penerangan, ia hanya ingin mengetahui detail tempat ini. Gotcha! Saat menurunkan tangannya agar cahaya dari api menjangkau lantai, ia mendapat sebuah jejak sepatu di sana.


Jika beruntung, ia bisa kenyang dua kali lipat malam ini. Membuatnya menyeringai senang sembari tetap mengikuti langkah mungil anjing keberuntungannya. Omong-omong, ia akan menarik ucapannya saat hendak ingin membunuh anjing itu.


"Hei, Pome! Diam!"


Panggilan itu dibuat dalam kurun waktu sangat singkat. Pome benar-benar diam di tempat dan tidak bersuara lagi. Damn, ia salah mantra. Tapi biarlah, Vante dapat mengatasi rasa penasarannya.


Mengelilingi rumah itu, Vante akhirnya berhenti di sebuah ruangan, mungkin sebuah dapur dan ruang makan karena ada pantry memanjang di sana. Ia menelusurinya hingga di tempat lain dari sisi kanan. Langkahnya terhenti tepat di tengah ruangan.


Vante mengepakkan sayap lagi dan bersiap merobohkan ruang bawah tanah dengan sebelah tangan. Ia menengadah dan melihat sinar rembulan terang benderang.


Ia terbang, melindungi kepala dengan lengan sebelah tangan dari runtuhan yang disebabkannya sendiri. Lantas berbalik lagi dengan kecepatan tinggi.


Tak perlu diragukan, Vante merobohkannya dalam sekejap mata.


Helaan napas terdengar. Ia mendengus keras saat kemeja hitamnya lusuh. "Sial. Demi menuntaskan rasa penasaran aku rela jadi kotor begini."


"Vante."


Sesi bersih-bersih lelaki itu terhenti. Ia berbalik dan mendapati seorang pria tengah menatapnya terkejut.


Vante menjentikkan jari. Sepersekian mili detik, bentangan sayapnya menghilang dengan pakaian yang seketika jadi bersih. Alis tebal menyatu, ingatannya kembali pada belasan tahun lalu.


"Michael?" Vante mendekat. "Manusia yang mengkhianatiku?" Ia berhenti tepat di hadapan Michael.


Dua pasang mata saling bertatapan tajam.


"Aku tidak pernah berkhianat."


Vante mengangkat sebelah alis. "Bagaimana kehidupanmu selama ini? Tersiksa?" tanyanya mengejek tanpa menghiraukan bantahan Michael. "Ah, dan . . . ini?" Ia menunjuk mata kanan Michael dengan jari telunjuk. "Kau minum darah binatang? Kenapa tidak merah sempurna seperti milikku?"


Lelaki berambut hitam itu menggeleng sambil meringis. Dalam lingkup mengejek di mata si lawan bicara. "Cemen sekali."


"Dan, oh-siapa ini?" Vante melangkah hendak mendekati seseorang di pojok ruangan.


LURK (VSoo vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang