9

614 97 6
                                    

Jisoo's Side

2

Tangga kayu tua berdebu tebal bersentuhan dengan alas sepatuku, menimbulkan suara decitan memilukan yang menunjukkan bahwa ruang bawah tanah ini puluhan atau bahkan ratusan tahun lebih tua dariku yang masih berusia belasan. Sudah reyot dan tak terawat.

Aku tak pernah lupa bagaimana aroma tempat ini, penuh sesak dengan debu dan terasa begitu lembab.

Kuedarkan pandangan dalam kegelapan sampai sebuah cahaya dari lilin membuatku tersenyum dan semangat menghampirinya.

"Jisoo? Kau baik-baik saja, kan?"

"Siapa yang membuatmu kacau seperti ini?"

"Hei! Ada apa?"

Aku menggeleng dalam pelukannya. Tenggelam dalam dada bidang Michael Kim, ayah kandungku.

"Ada apa, nak? Katakan."

Aku mendongak menatap kedua netra oranye kemerah-merahan milik ayah saat salah satu tangannya menyentuh puncak kepalaku.

"Aku sangat rindu ayah." Tangan besarnya kusingkirkan sebelum ia mencari tahu dari memori otakku.

"Jangan menyembunyikan apa pun dari ayah, arasseo?"

Aku melipat bibir ke dalam. Ragu, mengatakan hal buruk akan membuatnya khawatir dengan kehidupan normalku. "Ayah akan kecewa."

Lelaki yang tak pernah berubah meski sudah berkepala lima itu menuntunku ke sebuah lorong panjang. Menuju tempat yang lebih layak untuknya tinggal.

"Ayah tidak akan kecewa pada spesies sepertimu," ucapnya sembari membuka pagar besi lalu mempersilahkanku mendahuluinya. "Manusia punya hati dan empati," lanjutnya lirih. Tangannya sibuk mengunci kembali dengan tambahan lilitan rantai.

"Kecuali segelintir manusia yang memang serakah terhadap segala sesuatu hingga tega mengambil milik orang lain. Melakukan hal keji pun tetap dilakukan, apalagi hanya berbohong, kan?" ungkap ayah sembari menatapku dengan senyum hangatnya.

Tepatnya, Michael Kim kecewa pada dirinya sendiri. Tak bisa hidup berdampingan sebagai keluarga kecil dengan ibu dan aku, putri semata wayang. Berpisah oleh takdir yang membuatnya tak ingin lagi kecewa dengan memilih ingkar terhadap adanya Tuhan.

Itu menyakitinya, begitu pun denganku. Namun, aku tidak akan mengikuti jejaknya sampai tidak beriman lagi pada Tuhan. Aku berusaha dan mengikuti sarannya untuk hidup dengan orang lain, serta tetap berdoa sebanyak buih lautan di siang dan malamku. Berharap masa depan berpihak pada kami.

Aku menggigit bibir, menahan tangis di hadapannya. Beliau berhati manusia, meski fisik dan nalurinya sebagai vampir mendominasi. Meski ia hidup kembali sebagai makhluk immortal yang menyeramkan, Michael Kim tetaplah ayah kandungku.

Michael Kim adalah sumber dari segala keresahan yang kusembunyikan rapat-rapat, menjadi pribadi tertutup sebisa mungkin. Juga dasar dari tiap senyuman yang jarang kutampilkan pada orang lain. Aku bersedih, sebab tak dibesarkan secara langsung olehnya. Bahagia pula secara bersamaan bahwa ia tak pernah berniat meninggalkanku walau hidup dalam belenggu tak kasat mata.

Ia diintai oleh spesies vampir lain karena suatu hal yang belum dapat kupastikan. Michael menyembunyikan alasannya dariku.

LURK (VSoo vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang