8

680 102 5
                                    

Jisoo's Side

1

Malam semakin kelam. Udara tak mendukung sama sekali, dingin mencekam tanpa peduli aku direngkuh sepi. Kupikir lama-lama bisa gila jika seperti ini terus.

Langkah kakiku menjauh dari teras rumah. Ayah dan ibu sudah terlelap sejak jam menunjuk pukul sepuluh. Tak ada alasan pula aku mendekam sembari terus menerus ingat akan kejadian di sekolah dua hari lalu. Aku muak dan mendadak rindu terhadap sosok yang tak satu pun orang lain tahu, kecuali ayah dan ibu.

Menduduki kursi pengemudi mobil ayah, aku segera menghela napas berat dan meyakinkan diri bahwa ini adalah waktu yang tepat. Untuk apa?

Nanti saja, ikuti aku dan mari temani sampai ke tempat tujuan.

Seorang lelaki tegap dengan badan sedikit tambun menghentikan laju mobil. Satpam bernama Dong Jae Hyuk itu mengetuk kaca mobil tepat di samping kepalaku.

"Mau ke mana, Nona Jisoo?"

Aku tidak suka dicap buruk, jadi kubuka jendela kaca itu dan memberi seulas senyum yang pasti sudah mampu menyembunyikan kedua mata sipit yang semakin menghilang ini. Damn, tangisanku seharian tadi benar-benar mengacaukan penampilanku.

"Ada urusan mendadak, besok ada ujian dan bukuku tertinggal di rumah Winwin. Aku sudah pamit ayah dan ibu."

"Pulang jam berapa?"

Aku menggeleng. "Entahlah. Tapi ini sudah malam, jadi sebisa mungkin secepatnya aku akan sampai." Kedua labium itu terbuka, hendak melontarkan kata-kata namun secepatnya kulanjutkan, "Mari, paman Dong. Aku harus segera pergi."

Respon yang diberikannya membuatku sadar, jika pria itu tak sepenuhnya percaya pada alasan dan serentetan jawabanku barusan. Heol, mana ada orang yang peduli dengan buku yang tertinggal di malam bersuhu dingin dan penuh kabut begini? Mending bergumul dalam selimut, terlelap sampai esok pagi.

Lagi pula, faktanya aku sedang masa skors. Dua hari lalu saat kejadian memalukan seumur hidupku terjadi, keesokan harinya ayah dan ibu mendapat surat pemberitahuan.

Omong-omong, jika kalian khawatir aku dimarahi, lebih baik simpan saja pernyataan itu dan diam di tempatmu.

Aku lelah menangis dan biarkan diriku tenang sekejap saja.

Takkan kuulangi perkataanku, dude, ini bukan siaran radio atau televisi. So, listen up!

Turun dari mobil, kuputuskan membawa pisau sebagai salah satu perlindungan diri. Walau sepertinya tidak begitu penting. Kawasan hutan yang tak lagi asing bagiku. Meski bukan hutan belantara, kuyakin takkan ada yang mau memasukinya sendirian.

Terkecuali aku. Telah kukatakan, sudah biasa dan aku kebal dengan lolongan anjing atau bahkan serigala penghuni hutan. Jika dihampiri, aku punya trik tersendiri.

Melewati jalan yang sama dengan setahun yang lalu pernah kulewati tanpa teman, persis seperti malam ini. Di jam duabelas malam tepat dan di tanggal yang sama, 26 Juni.

Semakin menjorok ke dalam hutan, suara gemerisik tetiba muncul dari balik semak di samping kanan. Tetap mengarahkan senter ke depan, aku menoleh ke arah timbulnya suara itu. Barangkali itu hewan buas, aku merunduk, menajamkan penglihatan sembari mengarahkan pisau daging ke sana. Demi membantu pencahayaan dalam bias netraku, senter kuarahkan sesuai arah mata.

Sayup-sayup terdengar suara lolongan anjing kecil. Kuharap memang indra pendengaranku tak salah tangkap.

Dan, yeah. Aku harus banyak-banyak bersyukur kali ini. Itu ras anjing Pomeranian . Anjing pomeranian berasal dari Eropa Utara, tepatnya di wilayah Pomerania, Jerman.

LURK (VSoo vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang