12

491 99 22
                                    

"Kau apakan gadis itu?"


"Kucumbu."


"Bodoh."


"Bodoh tapi rupawan, tidak kau tolak, kan?" Vante menghampiri Seulgi yang tengah memandangi langit sore di dunia mereka. "Bilang saja cemburu." Kemudian ia memeluk gadis itu dari belakang.


"Cemburu? Jangan mengada-ada." Ia menggeliat dalam pelukan, menolak karena sedikit kesal. Kalah dengan gengsi, tak ingin mengaku cemburu walau faktanya benar.


"Jangan begitu. Aku tambah gemas jadinya." Lelaki itu mengeratkan pelukan, mengayun ringan tubuh keduanya ke kanan dan kiri.



"Aish! Minggir!"


Seulgi menyingkirkan kedua tangan lelaki itu. Berhasil menambah jarak mereka lalu berbalik, ia cukup terkejut mendapati ujung bibir Vante mengeluarkan darah. "Kau benar-benar bercumbu dengannya?"


Diusap tetes darah itu dengan ujung jarinya, Seulgi lalu menatap Vante yang justru memasang wajah bingung. "Darahnya masih tersisa di bibirmu."


"Darah? Mana a-" Ia menatap jari gadis itu lantas segera memastikan dengan mengusap ujung kiri bibirnya. "Dari mana ini? Seharian aku belum minum darah."


"Kena tampar, ya?"


Lelaku itu terdiam, merasa aneh. "Tidak." Tak ambil pusing, ia meninggalkan Seulgi dan melangkah menuju kamar mandi. "Lupakan. Mungkin aku tak sadar menggigit pipi dalam saat meladeni gadis menyebalkan itu."


***

Langit menghitam dan Jisoo tak menemukan satu bintang pun. Bulan juga tak tampak walau sekadar mengintip dari balik awan hitam. Kerutan di kening tercipta kala menyadari ada keanehan di sekitar. Semilir angin tak dirasakannya, bahkan hawa dingin yang wajar datang di musim gugur tiada pula.


Jisoo menarik helaian rambut yang sedikit menghalangi pandangan lalu membiarkannya di belakang telinga. Usai Vante keluar kamar, tak lama seorang perempuan berponi masuk untuk menutup jendela dengan teralis besi, tanpa menutup kacanya.



Dari itu, ia baru sadar jika jendela tersebut sangat merepotkan. Harus bekerja dua kali lipat, belum lagi jendela lain di rumah ini yang ia duga bukanlah hunian biasa, melainkan besar dan mewah.



Kecuali lelaki itu menggunakan sihirnya atau mengerahkan asisten rumah tangga untuk mengurus segala detail 'kerajaannya', sih.



Semoga tak salah ingat, perempuan itu bernama Seulgi. Jika tadi Jisoo berhasil mencegahnya, pasti ia segera kabur dari sini lewat jendela. Namun, tak ada yang bisa dilakukannya selain berdoa agar Michael melakukan pembebasan terhadap dirinya.



Decitan pintu membuyarkan pemikiran Jisoo. Ia berbalik dan mendapati Vante dengan nampan di sepasang tangannya. Jisoo menghela napas, berharap tak ada suatu pemicu bagi dirinya untuk berani bertindak. Pipi kiri dan kanan memiliki perbedaan drastis kala disentuh. Ia meringis tipis kala lebam itu masih terasa sakit di pipi sebelah kiri.





"Masih sakit?" Lelaki itu duduk di tepi ranjang, membelakangi dirinya.



"Apa pedulimu?"



"Mendekatlah, biar kuobati."




Jisoo tetap di tempatnya. Alih-alih menghampiri, ia justru berbalik menatap langit lagi. "Tak perlu."




"Jisoo, aku berniat baik padamu."




"Terimakasih. Tapi tidak, aku bisa mengurus diriku sendiri."




Vante masih bersabar. "Makan dulu kalau begitu."





Lelaki itu menjajaki lantai, mulai mendekati pintu kemudian berhenti tatkala suara Jisoo terdengar.






"Aku tidak berjanji bisa mendapat apa yang kau inginkan."





Vante belum berniat merespon, hanya berbalik mendapati punggung kecil Jisoo membelakanginya. Ia menunggu gadis itu menyelesaikan apa yang hendak dikatakan.





"Akan kulakukan, tapi dengan syarat." Jisoo memutar badan, meniti langkah perlahan menuju Vante tanpa melepas tatapan mereka. "Berhenti mengusik Michael dan juga diriku."






"Tentu setelah kudapatkan yang kuingin."






"Juga . . . enyahlah dari dunia manusia."




Tepat di depan Vante, ia berhenti tanpa melepas kontak mata mereka. "Jangan jadi penghancur semesta," lirihnya dengan nada dingin. "Hiduplah di duniamu sendiri dan berhenti memangsa manusia."







Vante mengedipkan mata. "Baiklah. Jika tak berhasil melakukannya-" Ia berhenti di depan Jisoo dengan jarak sekian sentimeter yang seketika membuat gadis itu terhenyak dan mundur selangkah.





Namun, Vante menahan pinggangnya dengan usapan lain menjalar liar dari pergelangan tangan menuju leher Jisoo yang berusaha berontak dari sihir lelaki itu. Lagi, kedua lengannya tak dapat bergerak sedikit pun.







Dan bisikan rendah Vante buat Jisoo menegang sekaligus memunculkan niat untuk berhasil dalam misi perdana dalam hidupnya kini. Jangan sampai ia gagal atau dia berakhir secara tidak terhormat.








"Kau jadi mangsa spesialku, got it, honey?"







***





Dikit dulu gapapa ya.
Agak males, yang liat 50 lebih, tapi vote nggak ada setengahnya.






Tetap, terimakasih banyakkk buat yang komentar dan vote.
Meski ngga dibalas satu persatu, aku baca semuanya, bikin semangat lagi. 💓💓💓
Walau agak males karena siders nya banyak, aku berusaha tetep update.





Insya Allah, besok mulai latar tempat di sekolah. Lalu menemukan hal lain yang disembunyikan rapat-rapat oleh pemeran lain.





Wassalam, 💓💓💓

Anis


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LURK (VSoo vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang