15

498 63 13
                                    

Jangan lupa puter mulmed-nya!
©: TAENiiFY

Vante menatap halaman rumahnya dari balik kaca ruang tamu. Manik merahnya menangkap presensi Seulgi yang tengah sibuk menyeret dua manusia di masing-masing sisi tubuh. Mangsa baru untuk minggu ini.

Ia tak berniat membantu. Wanita itu sudah terbiasa, justru merasa diremehkan jika mendapat pertolongan. Karena kekuatan sihir mereka tak perlu diragukan lagi.

Engsel pintu berbunyi cukup nyaring. Atensinya beralih pada Seulgi. Dahinya berkerut, mempertanyakan manusia yang dibawa.

"Akhirnya, minum darah manusia setelah berbulan-bulan hanya minum darah binatang yang hambar," keluh Seulgi. "Walaupun harus sedikit kesusahan, sih. Mereka sudah mati, aliran darah mereka berhenti."

"Sebentar." Vante mendekat, menatap dua manusia tersebut. Satu, memakai jas dengan luka parah di perut. Sedangkan yang lain seorang siswi berseragam persis dengan miliknya. "L-lisa?"

"Eoh? Kau mengenal gadis bodoh ini?" tanya Seulgi sembari mendudukkan dirinya di sofa. Menatap penasaran pada Vante yang masih berjongkok, memastikan wajah sosok gadis yang ia bawa.

"Gadis bodoh?" Vante bangkit, menyusul Seulgi dan duduk di dekatnya.

"Sangat bodoh. Sesakit itukah ditinggalkan pacarnya?" Seulgi tak habis pikir. Bagaimana gadis itu berakhir naas dengan cara bunuh diri, jatuh dari rooftop sekolah. "Kecantikan dapat memudahkannya untuk menarik hati seorang lelaki, loh. Dia tak berpikir panjang, membutakan mata bahwa banyak lelaki yang antri."


"Tahu dari mana?" Vante gemas. Ia menarik pinggang Seulgi mendekat.

"Pikirannya." Seulgi nyaris memutar bola mata, menahan kekesalan. Vante mulai menggodanya. "Dia masih hidup usai menjatuhkan dirinya dari ketinggian. Tapi aku gemas, kupukulkan saja kepalanya ke tanah."

Vante menyeringai. "Wanita pandai." Kedua tangannya mengangkat tubuh Seulgi, menaruhnya di atas paha. "Tak biasanya kau bisa tega pada mangsa perempuan."

"Aku sangat lapar, segera selesaikan saja. Daripada harus menghadapi resiko sadar di tengah jalan." Seulgi melingkarkan sepasang tangan di leher kekasihnya. "Vante, andai aku bisa mengandung keturunanmu, pasti kau tak kesepian selagi aku mencari makan."

Vante tersenyum kecut, tapi tak disadari oleh kekasihnya. "Hei, harusnya aku yang mencari manusia jahat dan bodoh seperti mereka sebagai mangsa kita." Ia menunjuk dua orang yang tewas dan terkapar di lantai menggunakan dagu. "Kau harusnya di rumah, menjaga anak-anak kita, sayang."

"Anak kita?" Seulgi mendengus. "Sudah kubilang, kan. Kau bisa mencari vampir lain. Barangkali mereka bisa memberikanmu anak."

"Seulgi sayang." Vante menggeleng. Memberikan respon yang salah, harusnya ia sadar bahwa ini sebuah pancingan. Sungguh, ia tak suka dengan pembahasan ini. "Ini keinginanmu."

Tatapan mereka tak terputus sama sekali, cukup lama hingga ia memutuskan untuk menarik tangan Seulgi kemudian menggenggamnya. "Dan aku telah memilikimu, itu sudah cukup dan takkan bisa tergantikan. Yang penting kita bersama, tak peduli ada anak atau tidak." Ia mengecup kedua punggung tangan sang kekasih.


Sesuatu menggelitik hati Seulgi, dimanjakan oleh kalimat dan sikap Vante sungguh sebuah candu yang tak bisa dicegah keinginannya untuk diulangi setiap mereka bercengkrama seperti malam ini. Ia memilih terdiam, membalas tatapan sang kekasih dengan senyum damai. Menenangkan gejolak hati serta sebuah pemikiran yang cukup gila.

"Kau merindukanku?" Kalimat itu diutarakan sebagai bentuk pengalihan topik.

Vante membiarkan pembahasan sebelumnya terhenti sembari empat mata tetap bertukar tatapan, beradu di tengah keheningan serta keremangan malam. "Sangat rindu."

LURK (VSoo vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang