28. Can be

5K 600 141
                                    

Minhyung menatap batu nisan yang bertuliskan nama Mark Lee disana, pelakunya belum ditemukan dan juga kepala tubuh Mark bahkan belum ditemukan, tidak ada yang tahu dimana dan kemana si pelaku membawanya.

Disamping Minhyung berdiri Jayden yang menemani pria itu selama pemakaman hingga sekarang, yang lain sudah pamit lebih dahulu.  
"Mereka membawa Haechan." ucap Jayden, 

"Biarkan saja, Haechan perlu istirahat." balas Minhyung. 

"Aku ingin kasus ini menjadi prioritas sampai aku tahu siapa pelakunya." lanjut pria itu, ia lantas menatap Jayden, sorot matanya berubah menjadi tajam.

"Jangan lepaskan siapapun." ucap Minhyung sebelum dia pergi dari area pemakaman diikuti Jayden dibelakangnya, hasil dari penyelidikan mereka sementara ini belum membuahkan hasil. Tidak ada jejak apapun atau sidik jari yang bisa ditemukan ditempat, Jaehyun bahkan samapi berdecak kagum atas ketelitian yang dilakukan oleh si pelaku, sampai tidak ada jejak kaki dan sidik jari. Lawan mereka masih belum diketahui, bahkan Minhyung sampai mengadakan penggeledahan dan pemeriksaan paksa pada anka buah dan orang-orang yang menjalin kerja sama dengannya. 

Mobil SUV hitam itu akhirnya meninggalkan tempat, tepat setelah itu hujan deras mengguyur kota secara tiba-tiba.




Haechan menghentikan gerakan brutalnya, mulutnya tak bisa berhenti berteriak dengan tangan yang tak henti-hentinya memukul tubuh dihadapannya. Setelah tak mendapatkan perlawanan, gerakan Haechan berhenti, netranya perlahan menatap kedua tangannya yang berlumuran darah. Pisau itu terjatuh begitu saja dilantai, saat Haechan menyadari apa yang telah dia perbuat, ia bangkit dari tubuh diatasnya, merangkak mundur hingga tubuhnya membentur tembok. 

"Tidak...aku tidak melakukannya!" Haechan berteriak menyerukan hal yang sama berulang kali, tubuhnya terasa semakin panas kepalanya terasa pening dan nafasnya kian memburu. Dia hanya bisa melihat darah dimana-mana. 

"Haechan!" disaat kepalanya hampir pecah, Haechan membuka matanya, hanya mimpi. Tetapi kenapa terasa begitu nyata. Haechan masih setengah sadar, dia melihat Jaemin di depannya dan langsung menghambur ke pelukan sahabatnya itu. Perlahan bahu Haechan mulai bergetar dengan isakan kecil yang mulai terdengar.

Jaemin mengusap kepala Haechan dengan lembut, niatnya tadi ingin membangunkan Haechan untuk makan siang, namun malah menemukan Haechan yang sudah berteriak dalam tidurnya dengan pelipis yang mengucurkan keringat. 

Setelah dirasa Haechan tenang, Jaemin mengajak Haechan untuk makan siang. Mereka ada di apartemen Jaemin, lagi. Dan selama itu juga Haechan masih belum mau membuka mulutnya tentang apa yang terjadi hari itu. Jaemin tak peduli juga, mau Haechan cerita atau tidak, yang terpenting adalah kesehatan Haechan, Jaemin menginginkan Haechan yang dulu. 

"Oh iya Haechan, ada tempat les musik yang membuka lowongan. Kau mau tidak bekerja disana?" tanya Jaemin. 

"Hm?" Haechan mendongakkan kepala dan menatap Jaemin.

"Tapi tentu saja setelah kau dinyatakan sehat oleh dokter." tambah Jaemin. Kemudian Haechan hanya menganggukkan kepalanya, 

"Jaemin, kenapa aku merasa kosong dan aneh?" tanya Haechan, mendengar pertanyaan itu Jaemin terdiam sejenak untuk mengatur jawaban bagi Haechan.

"Apa aku kehilangan sesuatu yang berharga? apa kau tahu itu? Kemarin...apa yang aku lakukan kemarin?" tanya Haechan, dia tak mengingat apapun, lebih tepatnya susah untuk mengingat.

"Tidak ada apa-apa, kau hanya pingsan karena terlalu lelah." jawab Jaemin.

"Jangan bohong padaku Jaemin, ada lebam ditubuhku. Apa yang terjadi?" tanya Haechan yang masih belum menyerah untuk mendapatkan apa yang dia cari.

THAT XXX (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang