DISKRIMINASI RAMALAN

120 32 3
                                    

Viona kini tengah berdiri di balkon istana. Matanya mengawasi Heggie yang berada di bawah secara teliti. Namun, tidak dengan pikirannya. Entah apa isi pikiran wanita itu hingga memicu beberapa bulir keringat dingin menetes di pelipisnya. Mungkin, perihal para mayat hidup.

Sementara itu, di sisi lain Heggie sibuk sendiri menyusuri taman istana yang begitu luas. Terdapat banyak bunga kaya warna bermekaran di sana. Matanya menelisik ke sekitar.

Mungkin, jika ini rumah, maka sudah pasti ratusan orang bisa tinggal di dalamnya. Namun, tempat ini justru  ditempati oleh manusia berbaju besi bak patung yang berdiri tegap pada setiap pintu. Aku benar-benar tidak paham bagaimana cara berpikir orang-orang di istana ini, batinnya polos. 

Kegiatan jalan-jalannya itu kemudian terhenti sebab ada banyak orang yang masuk dari pintu luar istana menuju halaman. Mereka dipandu oleh dua orang prajurit pada barisan paling depan. Dapat didengar oleh Heggie bahwa salah satunya mulai menjelaskan beberapa kamar yang bisa ditempati untuk mereka beristirahat ketika sampai tepat di halaman.

Orang-orang itu merupakan tamu dari negara tetangga yang diundang ke Greenhorn untuk festival hari kebudayaan pada saat malam nanti.

Nampak ada beberapa tamu yang tersenyum ke arah Heggie saat itu. Hal ini membuat anak laki-laki itu lantas membalasnya dengan senyum pula. Kemudian, kembali fokus untuk melanjutkan jalan-jalannya—bocah tersebut benar-benar tidak ingin peduli maupun tahu siapa orang-orang itu.

Dia lalu berhenti di dekat pohon rimbun yang amat besar. Terdapat rerumputan hijau nan tebal di bawahnya. Hal ini memicu Heggie untuk mencoba berbaring di sana. Rumput istana memang sangat jauh berbeda, ya. Amat terurus sampai seperti kapuk rasanya.

Sembari berbaring, dia terus memikirkan banyak hal. Akan tetapi, semua hal tersebut hilang seketika saat satu ingatan timbul dan mencuat ke permukaan pikirannya. Yaitu, mengenai serangan pimpinan para mayat hidup terhadap neneknya. Matanya berkaca-kaca seketika saat dapat tergambar jelas di ingatan sendiri bagaimana wajah sang nenek sewaktu sedang sekarat hendak meninggal.

“Sebenarnya, apa yang diinginkan para mayat hidup itu padaku?”

***

Rapat yang diusulkan oleh sang Tangan Kanan Raja alias Gluttoni akan diadakan sebentar lagi. Di tengah-tengah ruangan yang amat besar, di mana Vlurk sedang duduk pada hadapan meja bundar. Terdapat begitu banyak kursi lain mengelilingi meja tersebut selain kursi miliknya di tempat itu.

Vlurk yang didampingi oleh Gluttoni di sampingnya sedang menunggu para bangsawan Greenhorn. Mereka akan ikut andil dalam rapat ini.

“Sudah setengah jam kita menunggu, tapi para Bajingan itu tidak kunjung datang juga,” umpat Vlurk. Sedangkan Gluttoni yang mendengarnya hanya mampu mengela napas prihatin. Para bangsawan itu memang tidak pernah bisa disiplin soal tepat waktu.

Beruntungnya, tidak lama dari situ muncul suara pintu yang terbuka dan disusul oleh sekumpulan bangsawan masuk ke ruangan bermeja bundar itu. Mereka lantas duduk dan mengisi kursi-kursi yang kosong. Namun, hal tersebut rupanya tak mengartikan bahwa rapat ini hendak dimulai dalam hitungan detik.

Para bangsawan itu justru sibuk dengan dunianya masing-masing. Ada yang asyik mengobrol, ada yang menguap sebab kantuk menjajah, bahkan ada pula yang tanpa rasa malu memamerkan pengalamannya meniduri seorang pelacur semalam. “Kalian pasti tidak akan percaya. Bokong wanita itu sangat besar!” tuturnya mengundang tawa renyah beberapa bangsawan.

Di kondisi itu Vlurk hanya bisa terdiam untuk meredam emosi. Dengan nada pelan dan santai dia akhirnya menyeletuk, “Kalian niat atau tidak dalam menjalani rapat ini? Jikalau memang tidak, lebih baik sekaligus keluar saja. Aku memiliki banyak makanan dan minuman sebagai teman obrolan kalian di sana.”

FORGOTTEN VALLHALLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang