“Bangunlah Baginda, ini sudah pagi.” Gluttoni menepuk-nepuk bahu Vlurk yang masih tertidur lelap.
Laki-laki yang tengah menutup mata itu kemudian dibuat terbangun sebab menyelinapnya cahaya matahari melalui rongga-rongga kelopak mata—hal ini dikarenakan Gluttoni membuka tirai jendela pada hadapan Vlurk. Dia pun kemudian lantas mengambil posisi duduk sembari menggeleng-gelengkan kepala berharap rasa kantuknya segera hilang.
“Di mana Mimir?” tanya laki-laki itu setelah mengetahui bahwa hanya ada Gluttoni di dalam rumah ini.
“Mimir sedang mencari dedaunan sekaligus tanaman yang bisa dijadikan bumbu masakannya di luar, Baginda.”
“Oh, jadi begitu.” Vlurk kemudian menghela napas. Ranjang yang dia duduki terasa seolah-olah berusaha menariknya agar terus berbaring.
“Ini, minumlah dulu Baginda, agar tubuhmu kembali segar,” ucap Gluttoni yang paham akan hal itu sambil menyodorkan secangkir gelas berisikan air putih kepada laki-laki tersebut.
Diraih dan diminumnya air putih itu oleh Vlurk kemudian. Laki-laki tersebut lalu menggosok kecil matanya dan menguap untuk terakhir kali sebab kini rasa kantuk tadi telah resmi hilang seketika. Dia kemudian beranjak dari ranjang serta berjalan menghampiri jendela. “Mendung terus ya, cuacanya,” kata Vlurk.
“Iya, Baginda. Maka dari itu kita harus bergegas untuk mencari Heggie.”
Vlurk pun mengangguk mantap. Sedangkan Gluttoni, setelah mendapati respons itu dia langsung cepat-cepat berlalu untuk keluar dari rumah. Namun, sang Baginda tidak bergegas mengikutinya. Dia memilih lebih dahulu menyisir rambut—hal ini adalah sebuah kebiasaan sebab tiap bangun rambut laki-laki itu selalu berantakan.
Akan tetapi, kegiatan itu diganggu oleh sekumpulan suara bisik-bisik manusia yang tiba-tiba muncul dari sekitar Vlurk—dia tidak tahu letak asalnya. Hal ini tentu jelas jadi menggugah rasa penasaran laki-laki itu hingga terpicu untuk bergerak mencari tempat sumber suara tersebut.
Namun, Gluttoni tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari pintu ruang tamu dan berseru, “Baginda, ayo. Bergegaslah cepat!”
Vlurk yang tidak punya pilihan lain pun akhirnya menjawab, “I-iya-iya, baiklah aku ke sana.” Lalu lantas bergegas keluar dari rumah itu. Namun, sebelum sepenuhnya keluar, dia menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang. Memastikan kalau-kalau ada orang lain di situ atau tidak. Akan tetapi, nihil. Tidak ada wajah asing menampakkan batang hidung di sana. Hal ini jadi membuat Vlurk berpikir bahwa mungkin kejadian tadi hanya sekadar perasaannya saja sambil benar-benar bertolak pergi.
***
Vlurk kemudian mencari Heggie di belantara hutan sembari mencoba berburu hewan yang sekiranya masih hidup dan dapat dikonsumsi. Mereka tentu tidak bisa terus-menerus bergantung pada daging anak rusa tangkapan Mimir kemarin sore. Pada akhirnya ia pasti akan habis juga.
“Heggie! Keluarlah!” seru Vlurk kuat-kuat untuk ke sekian kali hingga tenggorokannya terasa begitu kering. Hutan ini sungguh luas, mungkin saja apabila Heggie telah pergi jauh dari jangkauan mereka. Namun, mungkin pula dia hanya bersembunyi di area dekat kawasan mereka sebab ia cuma anak kecil yang takut dengan gelapnya hutan pada malam hari—hal ini jadi alasan mereka untuk tidak kunjung menyerah.
Di sela-sela kebimbangan mereka itu, tiba-tiba Gluttoni berlari menghampiri sebuah pohon dengan cepat lalu lantas memanjatnya secara perlahan—sebab tak begitu mahir melakukan aksi tersebut.
“Kau mau melakukan apa?” tanya Vlurk dengan keheranan.
“Aku akan memanjat ke puncak pohon seperti apa yang Mimir lakukan untuk meneriaki Heggie dari sana. Siapa tahu anak itu jadi bisa mendengar suaraku,” jawab Gluttoni sambil mengerahkan seluruh tenaganya untuk memanjat pohon. Gerakan laki-laki tersebut memang tak selincah Mimir, tetapi pada akhirnya dia berhasil mencapai puncak juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGOTTEN VALLHALLA
Fantasy[18+] Dark Fantasy | Adventure | Hard Violence [On-Going] Perkara ihwal abdi apapun yang ditumpahi Thomas Vlurk selalu cacat tumpul di kedalaman pupil mata masyarakatnya, dari awal ia memang lanjut laun telah dicap sebagai otoriter bangsa yang tak e...