[Note : Jangan bingung kalau cerita di chapter ini berbeda dari chapter-chapter sebelumnya, karena Forgotten Vallhalla mengusung beberapa timeline yang berbeda. Cukup pahami dan nikmati saja, selamat membaca]
"Urgh …" Gadis itu mengerang, ia adalah seorang Putri dari suatu kerajaan. Gadis itu memiliki kulit seputih salju, dengan mata sewarna pohon yang sudah tua. Ia benar-benar sempurna, sebenarnya, hanya saja, kepalanya botak akibat penyakit yang ia alami. Teresa namanya, Putri cantik bak bidadari khayangan yang sayangnya adalah sebuah aib bagi Ayahnya, alias Raja yang memerintah di kerajaan itu. Teresa mengerang sembari memeluk lebih erat bantal yang tengah ia peluk. Matanya mengerjap, berusaha mengabaikan cahaya matahari yang sedang menusuk matanya.
"Selalu saja begini," keluhnya berusaha abai pada cahaya matahari yang tampaknya sedang memaksanya bangun.
Gadis itu akhirnya melepaskan dekapannya kepada bantal yang sedari tadi ia dekap, namun tampak jelas, kalau ia ingin kembali tidur, toh, gadis itu tak memiliki apapun untuk dikerjakan, dan sebagai pengingat, Teresa tidak dapat keluar dari kamarnya. Salahkan Ayah sialannya yang menganggapnya sebuah aib.
Teresa mengerjap, ia menatap sekitarnya dan berdiam keheranan. Kamarnya terlalu besar untuknya, bahkan gadis itu berpikir kalau tempat tidur yang ia tempati agaknya tidak sepadan dengan ukuran kamar yang ditinggalinya. Gadis berkepala botak itu kemudian merenggangkan tubuhnya dan duduk di atas tempat tidur. Teresa menaikkan selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang tak mengenakan apapun. Gadis bermata cokelat itu terlalu malas untuk bangun.
Tak terlalu lama, setelah kesadaran Teresa terkumpul, ia mendengar sebuah ketukan keras di pintu kamarnya. Teresa dengan terburu-buru memakai pakaian. "Gawat!" umpatnya pelan sembari mengancingkan kemejanya asal.
"Tuan Putri?" tanya sebuah suara dari luar pintu.
Gadis itu kemudian membuka pintu, menatap seorang pria yang bertubuh tinggi, yang juga menatapnya kesal.
"Sudah berapa kali ku katakan untuk mulai bangun pagi? Jangan bangun siang terus," keluh pria itu, setengah mengumpat kepada Teresa.
"Ya mau bagaimana lagi? Insomnia-ku membuatku tidak bisa tidur sepanjang malam," sahut Teresa enteng, sembari menggaruk kepalanya. Pria itu, Ben, menghela napas.
"Masalahnya, aku yang akan dimarahi Ayahmu" Ben menepuk dahinya frustasi. Pria berambut blonde itu kembali menatap Teresa, sudah ratusan kali ia berusaha menasihati Teresa untuk bangun pagi, namun tetap saja Teresa tak mampu melakukannya. Ben sendiri lumayan maklum soal itu, mau bagaimanapun, Teresa juga tak memiliki apapun untuk dikerjakan. Lagi pula, gadis itu tidak bisa keluar dari kamarnya sedetik pun dan tentu saja itu membuatnya tidak melakukan aktivitas fisik apapun. Semuanya masuk akal bagi Ben, namun bagaimanapun, gadis itu tetap harus bangun pagi, kan?
Teresa memasang wajah lesu, hal itu tentunya sangat menganggu penglihatan Ben. "Ada apa, Tuan Putri?" tanya pria itu khawatir.
Pertanyaan Ben diabaikan sepenuhnya oleh Teresa. Gadis itu justru berjalan menuju jendela dan menatap keluar sembari mengaitkan jari-jarinya dibelakang tubuhnya. Ia hanya diam, sembari memperhatikan kegiatan yang terjadi di luar kamarnya. Prajurit yang sedang berlatih ataupun mengobrol, tukang kebun yang sedang merapikan tanaman di istana mereka, dan anak-anak bangsawan yang tengah bermain catur, mengobrol atau bermain kartu dengan ceria. Semua itu sayangnya tak dapat dirasakan oleh Teresa, mengingat dirinya hanya aib dari Ayahnya.
"Aku tahu bagaimana perasaanmu, namun mau bagaimana lagi? Ayahmu memintaku menjagamu dan tentunya memastikan kamu tidak keluar dari sini." Ben berkata dengan nada yang lumayan tegas, membuat Teresa menatapnya kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGOTTEN VALLHALLA
Fantasy[18+] Dark Fantasy | Adventure | Hard Violence [On-Going] Perkara ihwal abdi apapun yang ditumpahi Thomas Vlurk selalu cacat tumpul di kedalaman pupil mata masyarakatnya, dari awal ia memang lanjut laun telah dicap sebagai otoriter bangsa yang tak e...